Biru Muda, Biru Tua

1.6K 50 6
                                    

Bila setitik gula bisa mendatangkan barisan semut.
Apakah setetes air bisa membuat bunga mekar?

Bila setitik darah bisa mendatangkan kawanan nyamuk.
Apakah setetes racun bisa membunuh seekor gajah?

Biru Muda, Biru Tua
Julia Somantri, pacarku yang sudah kupacari semenjak tamat sekolah sekarang sedang duduk di depanku dengan wajah cemberut. Kedua tangannya terlipat erat di depan payudaranya yang bulat dan padat itu, dia tidak mau melihatku. Matanya menatap lurus ke arah luar jendela. Aku tidak di biarkan pergi dan dia tidak mau mendengarkanku sama sekali.

Kentang goreng dan ayam goreng yang sudah kubeli untuknya telah mendingin, tidak tersentuh sama sekali. Aku menatapnya, merasa harus mengatakan sesuatu lagi.

"Peter itu teman dekat Pamanku Jul, bahkan Pamanku sudah seperti saudaranya."

"Peter, Peter, Peter, Peter mulu! Waktu buat aku mana? Sudah dua minggu kamu susah di ajak keluar."

"Tapi setidaknya hari minggu aku kan bisa jalan-jalan sama kamu, ga harus setiap hari kan jalan-jalan? Kita di kampus juga uda ketemuan. Hitung-hitung untuk berhemat juga Jul, aku juga ga enak sama Pamanku, dia memang ngga minta aku kerja, tapi aku segan Jul."

"Kamu bisa pengertian sama Paman kamu tapi kenapa ga bisa pengertian sama aku?"

"Ga pengertian gimana sama kamu, sebelum istri Peter-

"Nah kan! Peter lagi! Sebel ih!" Julia melengking nyaring. Beberapa orang yang duduk di bangku lain sampai menoleh, aku benar-benar malu.

"Kamu kenapa sih Jul? Yang penting kita uda sempat ketemuan kan? Kenapa harus pergi jalan-jalan tiap pulang dari kampus? Kalau pun Peter ga ada, belum tentu kan aku bisa keluar bareng kamu sama temen-temenmu mulu. Belum lagi aku harus selesain tugas kuliah, kamu sendiri juga kan." Balasku setengah berbisik.

Julia menatapku, mata bulatnya berkaca-kaca penuh amarah. Namun kali ini dia menahan diri untuk tidak melengking aneh.

"Temen-temenku semua selalu bawa pacar mereka, ya... kamu mestinya ngerti dong. Aku jadi malu sama ga enak gitu tiap kali kamu ga ikut."

"Kalo kamu jadi ngga nyaman gara-gara itu kan kamu bisa nolak buat ikut mereka Jul."

"Tapi Nan... aku takut nanti aku di omongin."

"Ga mungkin ah, mereka teman atau bukan. Masa sesekali nolak ajakan pergi langsung di omongin."

"Kamu mana mungkin ngerti sih Nan. Kamu ga punya teman, maksudku, kamu ga punya kehidupan sosial!"

"Ga ada kehidupan sosial gimana?"

"Teman kamu cuma sekedar teman kelas, ada pun teman kamu dari SMA itu cuma si kacamata yang bego itu."

Aku melanjutkan makan, sudah malas dengan percakapan yang pada akhirnya tidak akan mendatangkan solusi apapun. Satu-satunya hal yang bisa menyelesaikan pertengkaran ini adalah hanya dengan menuruti kemauan Julia, tapi kali ini aku benar-benar tidak bisa.

Peter membutuhkan bantuanku, aku juga merasa senang bisa membantu Peter karena aku mulai dekat dengannya. Dekat dalam artian sebagai hubungan senior dan junior? Ntah lah, aku juga masih sangat bingung dengan gejolak dari dalam diriku. Namun aku bertekad untuk benar-benar ingin membantu Peter juga karena Paman. Dia pasti akan senang sekali bila tahu Peter akan bergabung kembali di dunia gulat.

"Nanda!" Julia merengek.

Aku sudah biasa. Dia memang sering begitu bila sesuatu tidak berjalan sesuai dengan kemauannya. Hal yang bisa membuat hatinya membaik adalah dengan menjanjikannya sesuatu.

Tetangga SangarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang