Dhea, Dots

3.8K 36 2
                                    

Dhea Angelia hari ini terlihat begitu bersemangat. Senyum lebar bibirnya selalu terukir, terus mengembang sejak dia meninggalkan rumah hingga sampai di suatu tempat yang dituju. Sebuah apartemen yang selalu ia sambangi tiap akhir pekan. Hanya akhir pekan karena hanya itulah waktu yang dia punya di tengah kesibukannya.

Dia datang seorang diri. Sudah ada orang lain yang menunggunya di salah satu unit apartemen itu.

Naik aja, pesan dari laki-laki yang menunggunya. Dhea tanpa lama-lama lagi melangkahkan kaki ke lift dan memencet tombol lantai 10 untuk menuju ke unit milik kekasihnya itu.

Setidaknya Dhea akan menyambangi apartemen itu sekali dalam seminggu. Jika dia punya waktu luang lebih, Dhea akan menyempatkan diri untuk mampir. Sekedar menghabiskan waktu satu atau dua jam yang menurutnya sangat berarti.

Sedangkan orang yang punya apartemen itu adalah kekasihnya yang bernama Leo. Kalau kalian mengira Dhea selalu menyempatkan mampir hanya untuk menyapa Leo, kalian salah besar. Jika hanya untuk menyapa, Dhea bisa melakukannya lewat telepon. Jika hanya untuk tahu kabarnya, Dhea bisa melakukannya lewat chat. Namun ini berbeda.

Tok tok tok

Leo yang sedang duduk santai lantas beranjak, lalu membuka pintu yang diketuk itu. Dia sudah mengira siapa yang berada di balik pintu.

"Hai," sapa Dhea dengan senyum manisnya. Tanpa dipersilahkan masuk terlebih dahulu ia sudah nyelonong begitu saja.

"Langsung?" tanya Dhea lagi setelah melempar tas kecilnya di atas sofa.

Leo baru saja mengunci pintu. Kepalanya langsung menoleh dengan alis yang bertaut dan memandang Dhea penuh keheranan. "Nggak sabar banget. Aku belom siapin alat-alatnya," jawabnya.

"Kok bisa belom siapin alatnya sementara aku udah kabarin kamu tadi sebelum berangkat ke sini?" tanya Dhea dengan sinis. Ekor matanya yang tajam melirik sinis ke arah Leo.

"Santai dulu, Dey. Kita masih ada waktu sampe besok pagi, 'kan?"

"Waktuku disini berharga banget, Le. Kamu tau 'kan kalo aku sibuk?"

Leo mendengus, lalu mengedikkan bahunya. "Ya, yaaa," jawabnya kemudian dengan nada malas.

Setelah itu Leo masuk ke dalam kamar meninggalkan Dhea di ruang tengah sendirian.

Saat menunggu, wajah Dhea terlihat antusias. Sesekali matanya melirik ke arah kamar yang dimasuki Leo. Lirikan itu sama persis seperti orang yang sedang menunggu hadiah di balik tirai dalam acara super deal dua miliar. Seakan berharap ada hadiah besar dari balik pintu itu untuk menyambutnya.

Orang yang ditunggu akhirnya muncul. Lima menit berlalu Leo keluar dari kamar itu membawa sebuah tali tambang kecil berwarna biru. Di tangan satunya ada lilin berwarna merah. Lilin yang cukup besar hingga dia sedikit kesusahan membawanya.

Mata Dhea membulat. Melihat dua benda yang dia suka di hadapannya membuat sesuatu sensasi tercipta di sekujur tubuhnya. Suhu AC yang sudah cukup dingin tak sanggup menahan keringatnya yang mulai bercucuran. Ada sensasi gatal yang Dhea tahu tak mungkin bisa hilang jika hanya digaruk. Rasa gatal yang membuat vaginanya mulai basah. Rasa gatal di bagian bawah abdomennya.

"Mau dimana?" tanya Leo sambil mengangkat dua benda itu, seolah sedang menunjukkan kepada Dhea.

"Balkon!" Dhea menjawab dengan sangat semangat.

"Kalo di balkon nanti lilinnya susah nyala," ucap Leo, lalu matanya melirik ke arah dapur. "Dapur aja gimana?"

"Udah pernah. Bosen."

Leo menghela nafasnya, lalu menghampiri Dhea. "Oke, di balkon, tapi nggak di luar balkon." Leo menunjuk pintu balkon yang masih tertutup. "Di situ. Dengan pintu tertutup."

PakahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang