DelShel, Redemaerrer

3.8K 47 6
                                    

Duduk termangu sembari menatap langit yang berhias bintang malam, seakan dipayungi cahaya kerlap-kerlip di kejauhan dari jutaan tahun cahaya. Terasa hangat walaupun angin malam menerpa tubuhnya.

Kedua kakinya terus berayun dengan kepala mendongak, seakan berharap satu dari bintang di atas sana dapat mengabulkan satu harapannya yang selama ini terus dilantunkan dalam doa.

***

Adel mengetuk-ngetuk meja kayu yang ada di depannya dengan ujung jari. Jantungnya berdegup kencang. Tiap kali ada orang yang masuk lewat pintu depan selalu mendapat atensinya.

Setiap lima menit sekali, dia merapikan penampilannya. Cermin kecil yang sengaja disembunyikan dalam clutch bag untuk memastikan tidak ada sehelai rambut yang tidak dalam posisinya. Adel ingin terlihat sempurna.

Kring

Bunyi bel di atas pintu yang terbuka membuat dia terkesiap. Cermin kecil kembali dimasukkan dengan sekejap mata. Kini fokusnya mengarah ke pintu masuk untuk memastikan orang yang baru saja datang adalah orang yang ditunggu.

Bukan.

Sayangnya, bukan orang itu.

"Hhhhh.... Kebiasaannya masih sama. Masih suka ngaret kayak dulu." Adel menghempaskan punggungnya di sandaran sofa. Kopi hangat yang menemaninya sudah tak lagi mengepulkan asap, tanda dia sudah duduk cukup lama di sofa cafe itu.

Adel mendongak, menatap langit-langit cafe yang putih bersih. Matanya perlahan terpejam dan kembali mengingat-ingat memori dengan orang yang akan ditemuinya nanti. Hanya kenangan-kenangan manis yang diingatnya. Tanpa sadar, kedua sudut bibirnya saling tertarik berlawanan.

"Senyum-senyum sendiri kayak orang gila."

Mata Adel langsung terbuka sempurna. Suara yang baru saja mengucapkan kalimat sindiran itu, dia mengenalnya.

"Masih suka senyum-senyum sendiri, ya, Kak?"

Orang yang sedari tadi ditunggu entah darimana tiba-tiba muncul di hadapannya. Adel mengerjap beberapa kali hingga pandangannya bersih. Dalam kedipan kelopak matanya diselipkan harapan bahwa ini bukanlah mimpi.

"Udah lama?"

"Kapan kamu datengnya?"

Secara bersamaan tanpa disengaja, keduanya bertanya. Adel masih heran, gadis yang ditunggu tiba-tiba muncul sedangkan si gadis yang ditunggu terlihat bingung melihat Adel senyum-senyum sendiri.

"Kamu duluan yang jawab." Si gadis meletakkan tas satchel nya di sisi kiri.

"Udah dari setengah jam yang lalu, Acel. Kamu kenapa selalu molor sih?!"

"Maaf. Jalanan nggak bisa diprediksi."

Setelah sekian lama, wajah yang dia rindukan sungguh hadir di hadapannya. Adzana Shaliha, gadis yang dulu pernah berada di hati Adel yang paling dalam, gadis yang dipanggil 'Ashel' kini tengah duduk di hadapannya. Obrolan basa-basi langsung dilontarkan oleh keduanya. Hanya untuk formalitas dan berharap suasana di antara mereka berdua tidak berubah menjadi kecanggungan yang meradang.

"Sesuai perjanjian," ucap Ashel setelah keduanya sama-sama terdiam. "Kamu bakal jadi pacarku lagi selama dua hari ini."

Adel tersenyum, lalu menganggukkan kepala tanda setuju.

Ada cerita di balik perjanjian itu. Semua ini berawal ketika di tengah malam pada bulan Januari. Gadis yang telah hilang kontak satu tahun lamanya dengan Adel, tiba-tiba saja menghubungi. Gadis itu mengabari akan pulang ke Jakarta untuk waktu dekat. Dan malam itu, malam ketika mata Adel sudah mengantuk, Ashel mengucapkan janjinya.

PakahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang