Dua

530 48 2
                                    




"Hoeekk.." Chenle buru - buru lari ke arah kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya ke wastafel. Namun, yang keluar hanya cairan bening yang terlihat seperti air liur.

"Hoekk..." Lagi, suara itu terdengar oleh pendengaran pria jangkung yang masih menutup matanya membuat sang empu reflek bangun dari tidurnya lalu berlari ke arah sumber suara.

"Sayang.. hey.." Telapak tangannya mengusap lembut punggung kecil itu sesekali turut memijat tengkuknya. Chenle belum menjawab, terlalu lemas untuk sekedar bersuara. Setelah mencuci mulutnya, kepalanya mendongak menghadap ke cermin di depannya. Dari situ Jisung bisa melihat mata sayu yang terlihat lelah dan bibir yang tampak lebih pucat dari biasanya.

Kepala yang lebih muda bersandar lemas di dada bidang sang suami yang berada di belakangnya. Matanya memejam saat merasakan telapak tangan yang tadi berada di punggungnya, sekarang berada di atas perutnya guna memberi usapan - usapan lembut di sana membuat ia merasa lebih nyaman. Jisung dibuat iba melihatnya. Jika ia bisa menggantikan Chenle untuk menanggung rasa sakitnya, akan ia lakukan itu.

"Balik ke kasur, ya? duduk dulu." Jisung menuntun Chenle kembali ke kasur dan membantunya untuk duduk.
"Sebentar ya, aku ambil air." Chenle hanya balas dengan anggukan kecil. Lalu ia sedikit memijat pelipisnya agar rasa pusing dan mualnya tidak semakin menyiksa.

Tak lama setelah itu, Jisung kembali dengan segelas air hangat di tangannya.
"Minum ini." Chenle menerima gelas itu dan langsung meneguk air hangat di dalamnya hingga tersisa setengahnya.

"Makasih ya, mas." Jisung tersenyum lembut mendengarnya. Jarang - jarang ia mendengar Chenle memanggilnya dengan embel - embel 'mas' karena perbedaan usia mereka memang hanya terpaut 1 tahun.
"No need, sayang. Udah lebih baik?" Chenle mengangguk dengan senyuman kecil yang merekah di bibirnya.

"Yaudah sekarang tidur lagi, ya? Masih jam 2." Jisung membantu Chenle untuk membaringkan tubuhnya, setelah tadi membenarkan posisi bantalnya agar lebih nyaman digunakan oleh si manis.

Jisung ikut membaringkan tubuh jangkungnya di sebelah tubuh yang lebih kecil. "Sini, mau?" Jisung merentangkan tangannya lalu yang lebih muda mengangguk kecil dan langsung masuk ke dekapan hangat pria di depannya.

Telapak tangan itu kembali mengelus lembut punggung sang terkasih yang ada di dekapannya, memberikan kehangatan agar sang empu merasa nyaman dan cepat tidur kembali. Dalam hati jisung berucap "Baby, biarin babanya istirahat dulu, ya? kasian baba energinya udah abis setelah muntah - muntah gitu." Jisung berharap anaknya bisa mendengar kata - kata dalam hatinya dan menurutinya.

.

.

.

.

.

Namun sepertinya ucapan Jisung diabaikan oleh anak mereka, dilihat dari keadaan Chenle yang justru lebih parah dari sebelumnya. Jam masih menunjukan pukul empat lebih tiga puluh menit, bahkan matahari belum memperlihatkan keberadaannya.

Seperti sebelumnya, Chenle dibuat semakin pening karena rasa mual yang terus melanda dirinya. Berbeda dengan sebelumnya, sekarang Chenle memuntahkan isi perutnya ke dalam closet duduk karena kakinya lemas jika digunakan untuk berdiri di depan wastafel.

"Hoeeekkk..." Lagi - lagi tidak banyak cairan yang keluar dari mulutnya. "Eghh.." Membuatnya mengerang dengan lirih dan frustasi.

Sekarang dirinya sedang bersandar lemas pada dinding yang ada di sebelah closet duduk tadi. Kalian mempertanyakan keberadaan Jisung? jangan salah, sedari tadi pria jangkung itu turut membantu memijat tengkuk dan mengusap punggung yang lebih kecil seperti yang sebelumnya ia lakukan.

Youth || jichenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang