27 April 2007.
"Ibu! Mana kado ku?!" Rayendra tampak sangat senang menyambut kedatangan Ibunya yang baru saja kembali setelah berbelanja. Namun, ternyata dia tidak datang sendiri. Melainkan ada sesosok anak laki-laki yang berdiri di belakangnya dengan penuh rasa malu dan perasaan canggung.
Rayendra terdiam, tak berhenti menatap sosok anak itu sebelum akhirnya Una datang menuju pintu, setelah dia menghabiskan beberapa menit dalam hidupnya dengan bersemedi di kamar mandi meski tak membuahkan hasil.
"Ra! Kamu udah pulang? Sini! Barangnya biar aku aja yang bawain." Una langsung mengambil alih tas belanja yang dipegang oleh Aneeira. Kemudian dia menyadari ada sosok anak kecil yang bersembunnyi di belakangnya.
"Wah? Siapa ini? Apakah kamu yang membawanya?" Una menatap wajah anak laki-laki tetapi dia semakin bersembunyi di belakang Aneeira karena takut melihat pemandangan asing yang ada di depannya.
Dengan wajahnya yang terlihat ceria seperti baru terlahir kembali, Aneeira sangat bersemangat memperkenalkan anak ini pada keluarganya bahkan sampai melupakan ulang tahun Rayendra. Keramaian yang ada di depan pintu masuk, memancing perhatian Alviendra ketika dia baru saja menuruni tangga. Perhatiannya lagi-lagi terpaku pada sosok anak laki-laki yang terlihat asing bagi dirinya.
"Kebetulan kamu ada di sini Alvie! Ada yang ingin Ibu perkenalkan padamu juga!" ucap Aneeira dengan wajah cerianya sembari melambaikan tangan.
Alviendra mengalihkan perhatiannya dengan wajah cemberut. "Nggak mau!"
"ALVIENDRA AZRIEL! CEPAT KE SINI!" bentak Aneeira.
Dengan perasaan kacau dan penuh paksaan, Alviendra terpaksa mengikuti ucapan Ibunya. Entah kenapa, dia selalu takut dengan omelan Ibunya dan akan langsung mengikutinya ketika Aneeira menyebut nama panjangnya dengan nada yang sangat tinggi. Jawabannya tentu saja. Dia tidak ingin tidur di balkon seperti Ayahnya.
Wajah amarah Aneeira seketika berubah menjadi ceria kembali ke sedia kala. Una akhirnya bisa bernafas lagi setelah nyawanya hampir saja melayang ketika Aneeira mulai terlihat marah.
"Ibu senang sekali kalian menyambut kedatangan Ibu di depan pintu. Rasanya seperti disambut dengan sekelompok pemuda tampan saja meski yang kurang hanyalah karpet merah." Aneeira mulai berhalu mengingat hobinya yang keseringan membaca novel.
Alviendra diam-diam menjulurkan lidahnya karena kedatangannya ke sini karena paksaan dan bukan keinginannya.
"Iya sayang. Karpet merahnya nanti dulu. Aku baru aja mau pinjam karpet kondangan punya pak RT kalau nggak karpet Mushola." Una mencoba menghiburnya.
Perlahan, Aneeira mengarahkan sosok anak laki-laki di belakangnya agar dia segera menunjukkan dirinya di depan keluarganya. Una dan kedua anaknya melihat dengan tatapan menilai. Tubuh anak itu terlihat kurus bahkan pakaiannya pun terlihat lusuh. Ada begitu banyak luka memar yang ada di tubuh dan wajahnya. Dengan melihatnya, mereka sudah tahu kalau anak ini baru saja menjalani hari buruknya.
"Mulai sekarang dia akan menjadi anggota baru di keluarga kita. Kenalkan, namanya Muju!" Aneeira tampak sangat senang saat memperkenalkan anak yang diambilnya dari panti asuhan. Bahkan dia langsung mengatakan kalau anak ini akan menjadi keluarga baru mereka tanpa basa basi sedikitpun!
"Kamu pasti lelah menghadapi hari-hari burukmu. Aku turut prihatin. Memang tidak semua orang bisa mendapatkan apa yang dia inginkan." Una yang merasa kasihan langsung memeluk Muju dengan wajah yang tampak sedang mengasihaninya.
Rayendra masih bengong melihat kehadiran sosok anak laki-laki yang usianya tidak terlalu jauh darinya. Dia mulai merasa iri karena takut orang tuanya akan lebih memperhatikan Muju ketimbang dirinya. "Ibu! Aku ingin hadiah kereta-keretaan!" sahutnya.
YOU ARE READING
Unspecial Brother
Jugendliteratur"Apakah aku bisa menemukan keajaiban di tengah petaka yang sedang menimpaku?" "Apakah aku bisa menemukan arti dari semua masalah ini?" "Tuhan, apakah engkau harus merenggut kedua orang tuaku dan Ingatan saudaraku?" "Bagaimana aku bisa menemukan kete...