Deru nafas pemuda itu tidak bisa berhenti. Rasanya jantungnya telah berhenti berdetak beberapa menit yang lalu. Pemuda berusia 14 tahun itu menghabiskan banyak waktunya untuk belajar daripada bermain dengan teman-temannya, layaknya remaja. Demi mendapatkan nilai 100 dalam ujian matematikanya, Rayendra rela tidak tidur semalaman dan tidak makan karena tidak ingin membuang-buang waktunya sedikitpun. Namun, setelah berjuang mati-matian, dia hanya mendapatkan nilai 85 dalam ujiannya.
"Aku akan mati. Bagaimana kalau kakak melihatnya?"
Keringat dingin terus mengucur dari atas kepala Rayendra selama perjalanan pulang dari sekolah menuju rumahnya. Seluruh langkah kakinya gemetar, tidak kuat menopang berat badannya saat ini. Tubuhnya kurus. Meski begitu dia sengaja menutupinya dengan Hoodie yang kebesaran agar membuatnya terlihat sedikit gemuk. Ditangannya, dia menyimpan beberapa luka yang Ia tutupi dengan sebuah plester. Dia sengaja melukai tangannya dengan sebuah cutter untuk menghilangkan rasa kantuknya saat sedang belajar.
Tapi usahanya semua sia-sia karena tidak berhasil mendapatkan nilai yang sempurna. Rayendra bersandar ke dinding sebuah toko, sekedar untuk mengatur nafasnya. Tubuhnya terasa menggigil, terjebak dalam sebuah bongkahan es yang sangat besar. Dia bahkan tidak pernah ingat, kapan dia merasakan ketenangan selama dia hidup.
Demi meredakan rasa takutnya yang berlebihan dan suara-suara yang terus beradu di kepalanya, tidak jarang Rayendra sampai menggigit kukunya sendiri hingga berdarah. Sayangnya tidak ada seorangpun yang menyadarinya. Padahal, tempatnya saat ini adalah pusat kota yang terkenal sangat ramai.
Rayendra merogoh isi tasnya, berusaha mengambil botol kecil berisikan obat penenang miliknya. Akan tetapi, tangannya yang gemetaran tidak sanggup untuk merogohnya sehingga ia tidak sengaja menjatuhkannya ke bawah. Panik sekaligus cemas, dengan nafasnya yang semakin sesak, Rayendra berusaha mencari obat yang terhalang oleh barang-barang miliknya yang berserakan di bawah.
Rayendra sulit untuk menemukannya dengan cepat. Rasa panik sekaligus cemas dalam dirinya semakin membuatnya hilang akal san semakin membuatnya merasa sangat putus asa. Hingga pada saat terburuknya, dia melihat sepasang tangan yang membantu mencari obatnya diantara semua barang yang menutupinya. Dia sangat mengenali sepasang tangan yang saat ini sedang mengenakan seragam SMA. Melihatnya sudah membuatnya merasa jauh lebih tenang dari sebelumnya.
Laki-laki ini adalah Muju, seseorang yang sudah dianggapnya sebagai saudara kandung karena dia terus melindunginya dan memenuhi semua kebutuhannya.
~o0o~
Suasana taman kali ini tidak terlalu ramai. Beruntungnya masih ada beberapa kursi kosong yang tidak sedang digunakan. Muju segera mengarahkan Rayendra duduk di salah kursi yang berada di tengah-tengah pepohonan.
Rayendra berusaha menenangkan dirinya meski tidak separah tadi. Dia sudah merasa jauh lebih tenang dan bisa bernafas kembali. Keringatnya sudah tidak berlebihan seperti tadi dan rasa takutnya perlahan telah menghilang. Dia juga telah meminum obat penenangnya. Meski, dia sendiri juga tidak ingin bergantung pada obat-obatan.
"Bagaimana keadaanmu sekarang? Sudah merasa baikan?"
"Ya. Aku sudah merasa jauh lebih baik."
Rayendra menghela nafasnya kemudian menyandarkan dirinya pada sandaran kursi. Suara angin diantara pepohonan membuatnya merasa jauh lebih tenang dan damai. Suara-suara yang ada di kepalanya pun tidak lagi terdengar dan mengusiknya. Sementara Muju terus saja merasa khawatir dengan keadaan adiknya yang semakin berantakan.
Bukan pertama kalinya Muju menatap Rayendra yang dipenuhi dengan rasa takut luar biasa. Sebelumnya Rayendra juga pernah mengalaminya selama beberapa kali meski tidak separah hari ini. Tubuhnya yang kurus dan beberapa luka yang ditutupi oleh plester, menambah rasa sakit yang dirasakan oleh Muju saat melihat Adiknya berusaha menanggung bebannya seorang diri dan menyembunyikannya. Sudah berkali-kali, Muju meminta Rayendra segera menceritakan semua masalahnya. Namun, Rayendra selalu menolak karena ini masalah yang menyangkut tentang Alviendra.
YOU ARE READING
Unspecial Brother
Teen Fiction"Apakah aku bisa menemukan keajaiban di tengah petaka yang sedang menimpaku?" "Apakah aku bisa menemukan arti dari semua masalah ini?" "Tuhan, apakah engkau harus merenggut kedua orang tuaku dan Ingatan saudaraku?" "Bagaimana aku bisa menemukan kete...