delapan; usai

36 8 167
                                    


Saran aja sih, tolong cari tempat nyaman sebelum kamu baca part ini :)

~🅚🅤🅡🅐🅖🅐🅡🅘~



Acara pemutusan pesugihan yang direncanakan siang hari, diundur menjadi setelah maghrib atas permintaan Jean. Dan ini bertepatan dengan malam jumat kliwon, malam yang tepat untuk melakukannya.

Pak Baskara sudah menyiapkan ayam hitam untuk ritual, nasi kuning, bubur merah putih, dan beberapa buah-buahan yang telah ditata rapi.

Kurang dari 1 jam, Sania dan Jean akan kembali ke rumah untuk mengikuti acara itu. Pun dengan yang lain karena tanpa sengaja mereka juga terlibat.

“Jalannya pelan-pelan, San.” Jean sudah berulang kali memperingatkan Sania, karena anak itu selalu jalan diluar batas kemampuannya saat ini.

“Aku nggak betah jalan lambat, Je.” Balas Sania.

“Tapi harus tetap pelan-pelan, San. Kamu lagi sakit, fisik kamu kurang baik. Kalau dipaksa, malah makin sakit dan lama sembuhnya.” Timpal Jonan.

Jean melirik Jonan dan Sania, kemudian gadis itu berjalan menunduk melewati keduanya. Kakinya melangkah menuju halaman depan rumah, menemui Claudia yang sedang menyantap singkong rebus buatan Ibu Janitra.

Ah, rupanya selain menyantap singkong rebus, Claudia juga tengah menatap Haris yang sedang berbincang bersama Janitra dan Marcell. Tidak tahu apa yang ketiga laki-laki itu bicarakan, yang jelas terlihat cukup seru.

“Udah sesuka itu sama Haris, Clo?” tanya Jean yang sontak membuat pipi Claudia memerah. Senyumnya tertahan, malu.

“Di desa ini, Haris itu termasuk idola. Dari anak-anak sampai orang tua.” Ucap Jean.

“Ooo….” Claudia ber’O’ ria tanpa suara.

“Selain ramah, Haris itu laki-laki baik dan bertanggung jawab. Sebanyak apapun kerjaannya, pasti akan dia selesaikan dengan baik. Pintar membagi waktu juga. Jadi kalau tinggal sama dia, nggak perlu khawatir kekurangan apa-apa terutama atensi.”

“Kerennya….” Cicit Claudia. Lalu Jean mengangguk setuju. “Selama ini Haris pernah punya pacar, Je?”

Jean menoleh ke arah Claudia, ia menggeleng. “Haris itu selama ini fokus kerja. Dia nabung supaya bisa ke Kota.”

“Ke kota ngapain?”

“Cari tambatan hatinya.”

Raut wajah Claudia sedikit kecewa sambil kembali menatap Haris di depan sana. “Aaa, dia udah ada rencana cari orang kota ya rupanya?”

“Udah rencana dari 6 tahun yang lalu katanya. Makanya dia semangat, dan belakangan ini semakin semangat.”

Claudia mengangguk lemah. “Kalau kamu sendiri gimana? Mau ke kota nggak?”

“Mau, tapi nggak bisa. Aku punya tanggungjawab di sini.”

“Sebagai calon istrinya Janitra, yaa?” senggol Claudia. “Kata Haris, Janitra itu sempurna lho.”

Jean kini menatap punggung Janitra, ada rasa bersalah di hatinya karena tidak bisa atau mungkin saja belum bisa membalas perasaan laki-laki itu.

“Aku sampai kagum waktu Haris ceritain soal Janitra. Kamu beruntung banget lho, Je.” Tambah Claudia.

Gadis desa itu tersenyum. Ia tak mampu membalas ucapan Claudia soal Janitra yang memang sempurna itu, tapi sial harus menaruh hati pada gadis tidak tahu diuntung sepertinya ini.

KURAGARI✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang