“Aku tahu rasanya kehilangan. Akulah yang paling tahu di antara kita.”
p a r o q u e t
Yoon Jimin berlari seperti dikejar setan. Tak peduli di mana ia sekarang, hampir semua yang berpapasan dengannya mendapatkan senggolan. Tentu dia tidak akan setergesa-gesa itu kalau saja tak ada kabar buruk yang baru ia dengar. Ia bahkan melupakan Adam dan datang hanya membawa dirinya sendiri setelah Taehyung mengabarinya bahwa Irene jatuh di penginapan.
Ia tidak sanggup mendengar kabar buruk. Ia datang dengan harapan mendengar kabar baik. Namun, rasanya itu mustahil, sebab ketika ia membuka pintu ruangan Irene, yang masuk ke telinganya pertama kali adalah tangisan wanita itu. Dalam penglihatannya kini Irene begitu terpukul, mengingatkannya pada keadaan Chaeyoung dulu setelah kehilangan buah hati mereka.
Taehyung yang berdiri menungguinya pun nampak hancur. Maka Jimin merasa tak lagi memiliki harapan. Kakinya lemas memasuki ruangan itu.
“Apa yang terjadi?” tanya Jimin memecah suasana sedih itu.
Irene yang masih menangis hanya meliriknya sekilas kemudian kembali meratapi nasibnya, sementara Taehyung hanya tersenyum kecil menyambut Jimin yang mendekat pada mereka. Ia memegangi sisi ranjang Irene. Mencoba menganalisa sendiri keadaan wanita itu meski pada akhirnya dia butuh kepastian dari Taehyung juga.
“Irene jatuh di penginapan. Kakinya terkilir—“
“Bayiku meninggal!” sela Irene histeris. “Seseorang membunuh bayiku!” jeritnya.
Jimin menatap Taehyung lagi meminta kejelasan.
“Dia bersaksi bahwa ada yang mendorongnya,” jelas Taehyung.
Jimin nampak ikut hancur mendengar cerita itu. Ia bahkan hampir menangis.
“Aku mengerti perasaan kalian saat ini,” ungkapnya.
Benar. Situasi ini sesungguhnya tidaklah asing bagi Jimin. Layaknya dejavu. Dia pernah ada di posisi Taehyung. Kehilangan bayi yang diidamkannya begitu cepat bahkan sebelum ia sempat tahu apa jenis kelaminnya. Dan yang membuat Jimin lebih sedih lagi, ini menjadi momen keduanya kehilangan darah dagingnya. Membuatnya merasa gagal karena setiap ia menantikan seorang bayi, Tuhan pasti merenggutnya begitu cepat seolah dia tidak pantas untuk menyandang gelar sebagai seorang ayah. Dia merasa sangat bersalah. Melihat Irene sehancur itu rasanya ia pun ikut sakit.
Taehyung mengamati sekitar. Baru sadar jika dia tidak melihat Adam datang bersama Jimin.
“Di mana Adam?” tanyanya.
Jimin yang baru tersadar pun pucat pasi. Namun, Im Taehyung tidak mencurigainya, sebab ia pikir Jimin sedih karena teringat dengan masa lalunya makanya ia bergegas. Ingin menguatkan Irene. Padahal, itu seharusnya menjadi tugas Chaeyoung.
“Adam tidak kubawa. Takut ikut sedih jika tahu calon adiknya meninggal,” jelas Jimin.
***
“Saya sudah memperingatkanmu, 'kan?”
Masih saja diam, Taehyung mulai naik pitam melihat Jennie hanya menatapnya datar dalam posisi menekuk lututnya di atas ranjang. Dia tak nampak peduli dan Taehyung benar-benar tak habis pikir.
“Aku tahu kau yang mendorong Irene. Sekarang dia terluka dan bayinya meninggal.”
Jennie kembali menggeliat. Kini menyangga dagunya di atas lutut, pandangannya hanya semakin kosong. Perkataan Taehyung seperti tak menembus gendang telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAROQUET (✓)
FanficJodoh itu bisa dengan siapa saja. Aku bahkan tidak sekali pun berencana untuk menetap di sisinya selagi dia menetap di hatiku. Hanya saja kadang aku menyalahkan Tuhan ketika jiwa tak tahu diriku menolak kenyataan, bahwa aku lahir lebih lambat dua pu...