13.Kutukan

169 9 0
                                    

"Pendosa, kotor, munafik." Gumam Marni lirih. Dia sedang bersemedi di pagi buta. Waktu masih menunjukan pukul 02.30. Jam-jam dimana fokus lebih tajam daripada waktu lainnya, apalagi pada pukul 03.00, waktu dimana kekuatan supranatural sedang kuat. Kekecewaan Marni membawa rada benci kepada semua orang yang ada di desa Batu Legok. Tak terbayang jika dirinya bertahun-tahun tinggal bersama orang-orang munafik.

Gelap, dan dingin begitu menusuk kulit. Marni berjalan sorang diri, menyusuri jalanan sepi. Ia berjalan tanpa alas kaki, tanah yang dipijaknya begitu dingin sekali. Marni tak mempedulikannya, sampai kerikil, mungkin pecahan beling bisa saja beresembunyi dibalik tanah, dan Marni menginjaknya.

Pematang sawah, dan kebun-kebun gelap dihiasi kelip-kelip lampu-lampu rumah pedesaan terlihat seperti sekumpulan kunang-kunang jantan. Marni berdiri menghadap sawah dekat gapura seperti sebuah patung, hanya sorot mata penuh kebencian membayangkan orang-orang desa.

"Saruntuy buah caruluk jadi getih, teu aya hampuraen ti sim abdi...Kasepuh panguasa leweung sangit ti kulon, wetan, kidul...Hadiran iyeu tanah anu jadi milik manusa munafik! Bayar hutang kesang anu ngucur tur getih anu ngeclak...KUTUK!"

Marni membacakan mantra, suaranya penuh tekanan dan emosi, perlahan buliran keringat keluar membasahi seluruh tubuhnya. Mantra yang ia ucapkan saat ini cukup menguras tenaganya-mantra yang paling kuat memanggil leluhur sakti untuk mengutuk satu desa.

Angin tiba-tiba bertiup dengan kencang, gemuruh petir saling bersahutan di langit gelap desa, seperti badai akan menerjang desa pagi itu. Marni benar-benar sudah dikuasai kegelapan, tak ada lagi nanar kebaikan lagi tersirat, hatinya gelap dikuasi kekuatan iblis.
Setelah itu Marni menebar kuncup bunga kantil di sepanjang jalanan sebagai penyelesaian setelah mengucap mantra.

"Dengan begini kalian akan menderita...Mati secara perlahan!" Ucap Marni.
*****

6 bulan kemudian keadaan desa menjadi kacau. Banyak orang terserang penyakit aneh. Banyak korban yang meninggal setelah mengalami sakit parah. Orang-orang itu terkena penyakit kulit mengerikan, diawali dengan ruam merah pada kulit, lama-kelamaan ruam itu berubah menjadi luka basah bernanah. Orang yang merasakannya akan merasa seperti terbakar api, panas dan gatal. Selain itu mereka yang terkena penyakit akan mengalami demam tinggi, kejang, dan berhalusinasi. Sampai obat medis tidak bisa menyembuhkan penyakit kulit itu.

Tak hanya penyakit kulit yang menyerang, seluruh desa mengalami kekeringan hebat, tanah sawah yang subur dalam kurun waktu 6 bulan tiba-tiba mengering, begitupun dengan saluran irigasi. Orang-orang desa kesulitan mendapatkan sumber mata air, sumur-sumur yang ada semua kering, hanya tanah lumpur yang mengendap. Sampai kepala desa kewalahan atas demo dari seluruh warga, meminta solusi atas bencana yang terjadi di desa Batu Legok.

Seluruh warga menderita, pasar yang tadinya ramai kini sepi pengunjung, bisnis pertokoan banyak yang gulung tikar, sebagian ada yang meninggalkan desa karena tidak tahan dengan kondisi desa. Banyak sektor bangkrut terutama para petani, mereka rugi karena gagal panen, banyak tanaman mati di sana, semua tandus dan gersang.

"Tidak kah cukup membunuh orang-orang tertentu yang menyakitimu? Bukan seluruh desa kamu hukum?!" Tanya Yati.
"Pikiranku berubah, kenapa dulu tidak sekalian membuat mereka mati secara perlahan saja," Jawab Marni. "Tapi tidak dengan semua orang yang ada di sana...Lihatlah orang yang tidak berdosa menjadi korban perasaanmu, masih banyak manusia baik hidup di sana." Kata Yati. Lalu tangannya mencengkram bahu Marni. Marni kemudian menepis cengkraman tangan Yati.
"Manusia baik? Aku tak percaya, buktinya orang yang selama ini baik kepadaku, ternyata menusukku juga kan." Kata Marni lalu pergi keluar, kemudian duduk di sebuah kursi kayu tua di depan gubuk.

Yati merasa kesal dengan ulah Marni yang semakin hari semakin tidak terkendali. Satu desa dibuat hancur oleh Marni. Dari penghianatan menimbulkan ketidak percayaan Marni terhada orang-orang desa, bahkan ia menganggap orang-orang desa semuanya bermuka dua.

"Aku sudah mengingatkan kepadamu, jangan sampai kekuatan yang kamu miliki berbalik mengendalikanmu," Kata Yati di ambang pintu, lalu duduk bersebelahan dengan Marni. "Cukup bu...Aku tidak ingin berdebat, biarkan tanganku yang bekerja...Ibu tidak usah khawatir kehilangan uang atau pekerjaan di pasar...Ikutlah denganku, dan tinggal bersamaku." Kata Marni membujuk. "Tidak! Aku tidak bisa meninggalkan tempat ini...Biarkan aku membusuk di gubuk ini, dari pada harus meninggalkan makam bapakku...Terlalu banyak kenangan di sini." Timpal Yati kesal.
Marni terdiam, sanggahan Yati membuat hati Marni tersentil.

Suasana menjadi dingin. Tak ada perdebatan lagi diantara mereka. Lalu marni pergi ke arah kebun samping gubuk, ia merasa mati kutu, ada rasa malu terhadap Yati dan lebih memilih mencari kesibukan di kebun menghindari cek-cok lagi dengan Yati.

Tugas Marni hampir selesai. Ia sudah merencanakan untuk membunuh Susanti selanjutnya. Marni masih penasaran apakah istri dari mantan bosnya masih hidup atau sudah mati karena penyakit kutukan dari Marni.

Nyai KantilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang