Tanah kering berterbangan tersapu angin. Cuaca begitu terik, padahal jam masih menunjukan pukul 9 pagi. Suhu yang tidak biasanya, padahal matahari belum terlalu meninggi di jam-jam seperti itu.
"Mbah Dawi, beginilah kondisi Batu Legok sekarang...Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya." Kata pak Dedy kepada lelaki paruh baya, bernama Mbah Dawi itu.
Mbah Dawi mengamati keadaan sekitar desa. Lalu ia jongkok, dan mengambil sejumput tanah kering, kemudian ia menjilat tanah itu dengan ujung lidahnya.
"Sihir hitam," Gumamnya. "Maksudnya, Mbah?" Tanya pak Dedi. Alisnya mengerinyit. Ia belum paham apa yang dimaksudkan mbah Dawi barusan. "Tanah ini sudah dikutuk, dibalik kekacauan desa, ada seseorang yang memiliki ilmu hitam cukup kuat...Ini adalah sebuah dendam." Jawab mbah Dawi. "Siapa itu? Berani sekali mengutuk desa ini?" Tanya lagi pak Dedi.
"Saya tidak bisa menjawab siapa dalang dibalik semua ini...Saya takut salah, yang jelas sihir ada sudah melekat dengan desa ini." Tandas mbah Dawi. "Jadi bagaimana melepaskan kutukan ini?" Tanya pak Dedi. "Saya tidak bisa janji bisa memperbaiki ini semua...Tapi saya akan coba." Jelas mbah Dawi.Selama kekacauan di desa, pak Dedi yang paling keras mempertahankan usahanya agar tidak gulung tikar. Firasatnya membenarkan apa yang terjadi, jauh sebelum mengundang mbah Dawi datang ke desa, pak Dedi sudah berburuk sangka dengan desa Batu Legok, dan serangkaian kematiam-kematian orang desa secara misterius. Saat kepala desa angkat tangan, pak Dedilah yang bertindak, ia mencari solusi bagaimana menyelesaikan masalah yang terjadi.
"Sebenarnya tidak hanya desa ini yang sekarat, tapi istri sayapun mengalami hal yang ganjal dengan penyakit yang diderita orang-orang desa juga. Tapi anehnya, saya tidak terkena penyakit itu." Keluh pak Dedi. "Karna kamu punya pegangan...Kamu memiliki pelindung diri dari orang seperti saya kan?" Tanya mbah Dawi. Pak Dedi sedikit terkejut, kenapa mbah Dawi mengetahui apa yang dilakukan pak Dedi selama ini. "Kalau itu, saya membenarkan...Memang, saya pernah melakukan apa yang disebutkan Mbah." Kata pak Dedi. "Lantas kenapa kamu lebih memilih saya ketimbang orang yang sudah pernah membantumu?" Tanya mbah Dawi. "Kalau itu...Yang dimaksudkan mbah Dawi, orangnya sudah meninggal...Dan kemudian, saya yakin apa yang terjadi dengan desa ini karena ulah orang yang jahat, jadi saya memanggil mbah Dawi yang paham dengan hal ghaib." Jelas pak Dedi. "Kalau begitu antarkan saya ke rumah mu." Ajak mbah Dawi.
Rumah pak Dedi dibilang, rumah yang paling besar diantara rumah lain di desa Batu Legok. Orang desa menyebutnya sebagai rumah gedongan. Pak Dedi salah satu pebisnis unggul dalam bidang hiburan malam, makanan, dan minuman di desa Batu legok. Usaha warung kopinya awalnya sederhana, lambat laun warung kopinya berkembang dan semakin terkenal karena menghadirkan pertunjukan musik tradisional lengkap dengan penari Jaipong kondang, salah satunya Marni penari unggulan pak Dedi karena kelincahannya saat menari jaipong, ditambah paras cantik alaminya mengundang banyak orang, sampai menjadi primadona para pengunjung laki-laki.
Rumah pak Dedi terlihat sangat terawat, segala barang pajangan yang ada di rumahnya tersusun rapih, bahkan lantai marmer berwarna gading sangat bersih. Istrinya begitu pandai dalam perawatan rumah. Tanpa seorang pembantu pun, dirinya mampu mengerjakan seorang diri.
"Bu, kenalkan ini mbah Dawi yang akan membantu kita." Kata pak Dedi memperkenalkan mbah Dawi. Sulastri tersenyum hangat menyambut mbah Dawi. "Puji syukur...Mari mbah, duduk." Ucap Sulastri mempersilahkan mbah Dawi untuk duduk. "Oh, ya...Mbah mau dibuatkan minum apa?" Tanya Sulatri. Dahi mbah Dawi mengerut, saat melihat tangan dan wajah Sulastri dipenuhi luka borok yang masih basah, terdapat nanah juga diantara luka-lukanya, membuat mbah Dawi ragu jika sulastri akan membutkannya minuman dalam keadaan tangan seperti itu. Pak Dedi langsung menatap istrinya. "Bu, biar bapak saja yang buat...Temani mbah Dawi ngobrol." Cegah pak Dedi. Sulastri menjadi canggung setelah pak Dedi mencegahnya, menyadari ekspresi wajah mbah Dawi. Sulastri lalu tertawa kecil untuk menghilangkan rasa canggung.
Selang beberapa menit, pak Dedi kembali dari arah dapur membawa satu gelas kopi hitam lengkap dengan kue kering di atas nampan, sebagai jamuan untuk mbah Dawi. Tak ada percakapan diantara Sulastri dan mbah Dawi saat pak Dedi membuat kopi di dapur.
"Jadi di rumah sebesar ini, kalian hanya tinggal berdua?" Tanya mbah Dawi membuka percakapan. "Awalnya kami hanya bertiga dengan anak perempuan saya, Ratna. Cuma beliau sedang kuliah di Bandung, jadi sisa kita berdua di rumah ini." Jawab pak Dedi. "Oh begitu...Apa tidak ingin menambah momongan lagi, biar kalian ada yang menemani?" Tanya mbah Dawi, lalu diakhiri tawa renyah darinya mencairkan suasana. "Ah, saya tidak ada rencana untuk nambah momongan, lagian istri saya sudah tidak bisa mengandung lagi." Kata pak Dedi tersenyum. "Astaga, maaf saya terlalu lancang untuk bertanya." Kata mbah Dawi terkejut. "Tidak apa-apa, Mbah." Ucap pak Dedi.Tak lama Mbah Dawi mengamati setiap sudut rumah, menelanjangi satu persatu yang berada di dalam rumah pak dedi. Pak Dedi dan Sulastri menatap setiap gerakan bola matanya. "Hawanya terlalu dingin...Seperti pemakaman." Celetuk mbah Dawi. Sulastri dan pak Dedi saling bertatapan, dan tak bergeming. "Terlalu banyak aura jahat bertebaran." Kata mbah Dawi lagi. "Kalau begitu saya minta bantuan mbah Dawi untuk menetralkan sesuatu yang jahat di rumah ini, terutama penyakit pada istri saya ini." Kata pak Dedi memohon.
"Tenang, bu Sulastri sebelumnya pernah bermimpi buruk?" Tanya mbah Dawi. "Mimpi, saya lupa-lupa ingat mimpi apa sebelum saya sakit seperti ini, mbah." Jawab Sulastri. "Hirup minyak ini dan coba konsentrasi, lalu ingat-ingat kejadian, dan mimpi waktu itu." Kata mbah Dawi sambil menjulurkan satu botol kecil berisi cairan berwarna kuning emas. Lalu sulastri mengambilnya dan menghirup botol itu. Saat sulastri membuka penutupnya. Aroma cairan itu begitu menyengat, perpaduan aroma dupa dan buhur. Membuat Sulastri tersedak saat menghirupnya."Oh, saya ingat...Sebelum sakit, pada hari senin malam saya bermimpi rumah saya dipenuhi ulat bulu, ukurannya besar-besar, seukuran ibu jari...Saya ketakutan dan geli dalam mimpi itu." Kata Sulastri. Tiba-tiba saja teringat mimpi yang sudah rampung, jauh sebelum ia sakit aneh. Cairan yang diberikan mbah Dawi membantu menajamkan ingatan yang sudah lama terjadi, cairan itu begitu ajaib. "Warnanya seperti apa?" Tanya mbah Dawi. "Seingat saya, ulat-ulat itu berwana hitam, memiliki bulu-bulu lebat." Kata marni lalu bergidik ngeri saat membayangkan kembali mimpinya. "Selain itu...Selang tiga hari, rumah saya dimasuki ular sawah, saya langsung menyuruh orang untuk membunuh ular itu, saya takut dengan ular...Setelah itu, malamnya saya demam tinggi, dan esok harinya seluruh tubuh saya penuh dengan luka borok, yang awalnya seperti cacar air, lama kelamaan ukurannya membesar dan bernanah sampai sekarang." Jelas Sulastri.
Mbah Dawi mendengarkan penjelasan dari Sulastri dengan saksama, setiap kata yang diucapkan Sulastri. "Itu penyakit kiriman...Seseorang yang memiliki rasa dendam begitu kuat dengan kalian." Ucap mbah Dawi, membuat Sulastri dan pak Dedi terdiam. "Siapa yang tega?" Tanya pak Dedi. "Sekali lagi saya tidak bisa menyebutkan siapa orangnya, tapi orang tersebut, orang yang pernah dekat dengan kalian, tapi bukan juga tetangga sekitar rumah ini." Jawab mbah Dawi. Jawaban mbah Dawi menimbulkan tanda tanya besar di antara Sulastri dan pak Dedi, mereka menerka-nerka siapa orang tersebut. "Jangan khawatir...Saya akan bereskan masalah ini...Jika tidak keberatan, ijinkan saya tinggal di sini sampai masalah ini selesai." Ucap mbah Dawi. "Kesimpulan arti dari mimpi tentang ulat dalam buku paririmbon Sunda, dan kedatangan ular selalu dikaitkan dengan penyakit, setiap kejadian memiliki makna...Dan seperti inilah dari serangkaian tanda-tandanya, kita harus bisa melawannya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyai Kantil
HororMenceritakan perjalanan seorang penari Jaipong yang difitnah warga sebagai seorang penari penggoda laki-laki, dan mesum. Marni merasa tidak melakukan hal itu semua. Kejadian keji terjadi, marni diserang sekelompok ibu-ibu yang merasa dirugikan atas...