"Gimana tadi jalan-jalannya, baguskan pemandangannya?" Om menghampiri iza yang sedang duduk diteras sambil mengupas kulit singkong, sebenarnya etek menyuruh mengupas didapur saja tapi iza membawa kedepan rumah, katanya sambil melihat pemandangan diluar. Kebetulan hari juga belum gelap menjelang maghrib. "Wah bagus sekali om, iza suka. Lebih bagus dari iza pas jalan-jalan ke alahan panjang."
Jawab iza yang masih mengupas singkong, dalam pikiran iza mengupas singkong gilang saja yang belum."Iyakan, nanti main-main saja kekebun om. Atau kesawah dan kolam ikan. Ikan dikolam om besar-besar loh, ada pak roki disana yang jaga sama keluarganya." Om membantu iza memotong singkong yang sudah dikupas iza.
"Iya om, nanti aku ajak bang gilang atau bang khairi atau bang nando temani aku." Iza menyelesaikan mengupas singkongnya tapi masih memainkan singkong-singkong dengan gerakan handjob. Yaa sambil membersihkan singkong, pikir iza."Oalah, lagi ngumpul didepab ternyata" etek menghampiri iza dan om sambil membawa teko berisi teh hangat. "Ini pak, za.. diminum, masih anget" etek menuangkan teh ke gelas dan menyerahkan kepada iza dan om.
"Tadi dikebun sayurnya udah mau dipanen semua ya om?, kalau rambutannya mau dibawa kepasar juga? Sudah merah-merah semua."
Iza meniup teh hangat dan menyeruput teh sedikit-sedikit. "Eh iya iya?, om jarang melihat kebun za. Biar gilang, khairi dan nandho saja yang mengurus dikebun. Hasilnya juga buat mereka semua, hitung-hitung membantu mereka sama orang rumah." Om menjawab sambil masih memotong singkong. "Iya za, kalau kebun mah. Biar saja hasilnya buat bantu mereka. Sama buat tambah-tambah bahan dapur rumah saja." Etek menyahut dari samping."Om sama etek terbaik emang, paling baik. Hehe." Kata iza senang sambil tertawa. "Aku dengar bang gilang sama orangtuanya kelilit utang ya tek. Tadi bang gilang cerita sedikit."
Iza bertanya penasaran, mungkin bisa dapat informasi lebih dari etek.
"Iya za, itu karena adek perempuannya yang merantau kejakarta. Banyak membuat ulah, etek pun geram. Tapi bang gilang sama keluarganya tetap saja jika itu adeknya mengadu minta uang, semua dikasih." Etek pun mulai semangat membahas, jiwa-jiwa gosip etekpun keluar.
"Kasian ya tek, sawahpun kata bang gilang sudah dijual demi adeknya." Jawab iza juga semangat agar mendapatkan informasi lebih."Iya za, katanya itu adeknya dijakarta kuliah. Sudah dapat kerja bagus, tapi perlu uang agar dapat kerja yang lebih bagus katanya, etek mah mana percaya. Pulang kekampung saja tidak ada mengasih keluarganya, pakaianya sendiri saja dimewah-mewahkah."
"Kasian ya tek, bang gilang itu umur berapa tek? Diatas aku kan? Kok belum nikah? Biasanyakan orang desa cepat nikahnya." Tanya iza keinti penasarannya, dari pada penasaran soal adeknya yang mungkin jadi simpanan koko-koko, pikir iza."Baru saja bulan kemarin bercerai za, nikahnya padahal baru jalan dua bulan. Itu kabar mantannya ternyata hamil, sekarang juga minta gilang harus tetap kasih uang bulanan karena itu lagi hamil anaknya juga." Iza terkejut karena baru tau kalau bang gilang itu duda. Wah duda desa nih, sensasinya pasti lebih nikmat. Pikir iza.
"Sudah-sudah, malah bergosip berdua. Sudah mau azan maghrib, ayo masuk." Om pun memotong iza yang lebih ingin bertanya mengenai bang gilang ke etek.Iza, om, dan etek kembali masuk kerumah. Iza masuk kekamar dan mulai membersihkan diri kekamar mandi. "Ah bang gilang, aku sepong ya."
Iza mulai menggerakkan maju-mundur tangannya yang sudah menggenggam burungnya. "Ah iya bang, terus bang. Goyang." Iza mencepatkan gerakan maju-mundur kocokannya. "Aku keluar bang, ampun bang.. ah." Air pejuh izapun tersembur sampai kedidinding kamar mandi. Air pejuh yang keluar banyak membuat iza lebih kenikmatan. Iza juga sudah lama tidak coli walaupun baru selama perjalan dan hari pertama didesa saja tidak coli. Biasanya kalau dirumah sana, iza bisa coli dua kali sehari."Kapan ya, bisa nikmati kontol bang gilang."
Berkhayal saja nikmat sekali gimana ngerasain aslinya dimanja bang gilang. Pikir iza.
Jam baru menunjukkan pukul 7.00. Iza yang merasa bosan dikamar, pergi keteras rumah. Iza tidak melihat etek dan om diruang keluarga, mungkin sudah istirahat dikamar. Pikir iza.
Dari teras rumah iza bisa melihat lampu-lampu rumah warga yang lain, kuning-kuning temaram dengan lampu jalan yang redup. Rumah etek iza terletak lebih tinggi dari pada rumah warga yang lain, jadi iza bisa melihat lampu-lampu rumah warga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perawat Desa
General FictionIza yang jauh-jauh memulai merantaunya sebagai perawat dipuskesmas desa yang sangat indah dengan pemandangan alam serta pemandangan pria-pria desa yang menggoda. Peringatan : cerita gay bagi homophobia dilarang untuk membaca.