22

278 31 0
                                        

Naruto berbaring miring di kamarnya, tangannya menyentuh guci abu milik Ratunya, matanya memandang kosong kearah depan, menatap guci di sampingnya itu.

Semenjak kematian Hinata lagi dua tahun lalu, pria itu tampak semakin kehilangan kebahagiaan, kehilangan semangat hidupnya. Setiap hari di pikiran Naruto hanya ada Hinata dan bayi mereka.

"Hinata.." Naruto bergumam, pelan sekali.

Pria itu sempat depresi, mengurung diri berhari-hari di kamarnya, menangis, memeluk guci abu Hinata. Bahkan pria itu hampir seperti orang gila, memandangi lukisan sang ratu dengan tersenyum, merabanya sambil diajak bicara, kadang juga tertawa kemudian menangis lagi, menjambak surainya sendiri.

"Aku sudah membebaskan Saara dan Gaara seperti permintaanmu, apa kau senang?" Sebutir air mata keluar.

"Aku sudah membiarkan mereka berdua pergi tanpa hukuman, membiarkan mereka berdua menjalani kehidupan bersama seperti permintaanmu, apa kau bahagia?" jari Naruto meraba tutup guci itu.

Naruto tertawa pelan disela tangisnya. "Apakah nanti akan ada Hinata lagi yang akan datang padaku? Aku janji aku tidak akan melakukan kesalahan lagi, kumohon datanglah lagi, Hinata"

Naruto terus meracau, menangis, menyebut nama Hinata berkali-kali. Sering sekali, Naruto menggumamkan nama Ratunya itu sampai tertidur tanpa sadar.

...

Saara dan Gaara sudah di bebaskan, sehari setelah upacara pembakaran mayat sang Ratu. Keputusan itu tentu saja ditentang oleh semua orang, bahkan Naruto sempat adu mulut dengan sangat sengit ditengah rapat.

Para dewan istana sungguh tidak terima, bahkan Shikamaru mendebatnya dengan berbagai pasal. Namun Naruto tetap kukuh pendirian, membebaskan mereka berdua tanpa memberikan upeti dan pesangon untuk kelanjutan hidup mereka beserta si bayi.

Menurut Naruto hukuman itu sudah sesuai. Namun..

Dewan kehakiman berpendapat. "Mohon maaf Yang Mulia Raja, berdasarkan pasal dalam undang-undang kerajaan dan adat dari leluhur, bahwa penghianat harus melaksanakan hukuman penjara bawah tanah selama dua tahun, hukum cambuk kemudian di asingkan"

Naruto menatap sang dewan yang kini menundukkan kepalanya. "Dan hukuman bagi mereka yang tidak tunduk pada Raja adalah mati"

Semua orang yang ada di ruangan rapat sangat terkejut dengan sabda sang raja, mereka heran juga geram dengan sikap Sang Raja yang berubah sangat lembut terhadap pelaku pelanggaran. Namun disisi lain mereka panik, berkeringat dingin, takut berbicara lagi. Mungkin saja Rajanya itu tidak main-main.

Naruto hanya melakukan wasiat dari mendiang Ratunya, hanya itu. karena Naruto berpikir jika dia menuruti Hinata, dia akan bisa bertemu lagi. Naruto takut, sangat takut menentang keputusan Hinata, bukankah sama dengan ingin berperang?

Naruto takut Hinata akan membencinya, pasti Ratunya itu tidak akan mau bertemu dengannya lagi.

...

Hari itu sedang turun salju, bahkan sempat badai dua hari yang lalu. Naruto menikmati teh jasmin di kamarnya, menghadap lukisan Ratunya. Bahkan sampai sekarang pun Pria itu selalu menghabiskan sore di kamar, memandang lukisan dan guci milik Hinatanya, menuangkan dua cangkir teh jasmin, untuknya dan untuk Hinata, ah tidak, lukisan Hinatanya.

"Kau tau, kau sangat cantik" Naruto tersenyum. "Setiap hari aku selalu pergi ke luar istana, menunggumu yang mungkin akan datang lagi, seperti waktu itu"

Naruto menyesap tehnya. "Apa aku harus mengadakan bazar lagi, agar cepat bertemu denganmu?"

Naruto tertawa. "Aku lupa, kau memang menyukai perayaan, kan? Jadi apakah kau akan datang saat aku mengadakan perayaan lagi?"

Naruto menunduk. "Tunggulah musim panen dulu, aku pasti akan menyambutmu dengan sangat meriah, kau pasti suka"

Pria itu menangis tersedu, merasakan keanehan pada dirinya sendiri. Bahkan sangat memprihatinkan, tidak bisa di obati, tidak ada yang bisa menyembuhkan.

...

Naruto ingat, Hinata selalu berdoa di tempat ibadah. Sangat khusu dan bersunggguh-sungguh. Maka mulai hari ke 40 kematian Ratunya itu, Naruto selalu pergi ke tempat ibadah setiap pagi, mendoakan Hinata bahagia, mendoaka putranya bahagia.

"Tuhan, jika memang aku diperbolehkan menuju tempat Hinataku, aku ingin sekali kesana, melihat Hinataku menjalani kehidupan dengan baik setiap Harinya"

"Tuhan, jika kau mengizinkanku menemui Hinataku, aku berjanji akan menjadi pria yang baik untuknya"

Naruto bersujud, lama sekali, menangis, meminta doanya cepat dikabulkan.

...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

Your Majesty ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang