Naruto melihat Hinata tampak terkejut. "Kenapa? Apa kau sudah memiliki kekasih?"
Hinata mengerjapkan matanya. "Bukan itu pak, tapi sangat mengejutkan saat bapak mengatakan jika kita sedang berkencan"
Naruto mangut-mangut. "Jika hanya ada laki-laki dan perempuan, melakukan makan malam berdua, bukankah artinya sedang berkencan?"
Hinata sungguh syok, ternyata definisi kencan menurut pimpinannya itu sangat sempit sekali. Apakah pria itu kurang pergaulan? Definisi kencan menurutnya hanya sebatas itu?
Hinata memilih tidak menjawab pertanyaan itu, berdehem kemudian tersenyum. "Saya sangat tersanjung dengan jamuan dari bapak ini"
"Jadi, apa kau sudah memiliki kekasih?" Naruto menatap Hinata.
Gadis itu tersenyum. "Belum, bahkan belum terpikirkan. Saya masih mengejar karir saya"
Tentu saja belum, seorang artis sangat menghindari berita kencan.
Naruto mengangguk lagi, mempersilahkan Hinata menikmati makanan di depannya, bibirnya sedikit ditarik. Bukankah ini kesempatan?
...
Flashback on..
Naruto sangat senang, usahanya membawa Hinata masuk di zamannya saat menjadi raja sudah terwujud. Saat dimana pria itu genap satu tahun kehilangan permaisurinya.
Naruto duduk bersila di ruang kerjanya, di mansion yang selama ini dia huni. Matanya terpejam, begitu fokus, membawa nyawa Hinata yang pingsan di RS ke masa lampau.
Namun, Naruto mengumpat saat dia melihat dirinya sendiri dimasa lampau, tidak memahami maksud dari dirinya yang saat ini sedang semedi. Kenapa dia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri di jaman lampau itu?
Sehingga Naruto hanya duduk bersila, sambil melihat interaksi dirinya dan Hinatanya. Mungkin itu saja sudah cukup, tidak perlu terburu-buru, pikirnya.
Naruto kembali mengumpat saat melihat dirinya di jaman itu begitu menyianyiakan kehadiran Hinata lagi, bahkan membuat Hinatanya menangis. Sungguh, dia ingin sekali bisa mengendalikan dirinya, agar kisah hidupnya bersama sang ratu bisa berakhir bahagia.
Namun, dia kalah dengan Tuhan. Ya, manusia tidak bisa mengimbangi kekuasaan Tuhan. Meskipun bisa membawa arwah Hinata, pria itu dibatasi dengan ketidakmampuan mengandalikan dirinya sendiri.
Ya, pada akhirnya pria itu hanya melihat saja, tanpa bisa berbuat apa-apa.
Flashback off..
...
Sekarang, Naruto harus pandai mengambil kesempatan, pandai mencuri waktu. Setidaknya dia harus memerhatikan Hinatanya lebih baik lagi. Ini saatnya, bergerak sedikit lebih maju, mengantarkan Hinatanya pulang dengan selamat.
"Saya antar" Naruto menawari.
Hinata menatap Naruto. "Tidak apa-apa pak, saya akan menelpon Natsu"
"ini sudah sangat malam, managermu itu baru saja mengurusi pekerjaan kalian di kantor agensi" Naruto berusaha menjelaskan.
Ah, ya Hinata ingat, Natsu sedang mengurusi perpanjangan kontrak kerja dan kenaikan gajinya. Indahnya hidup ini, setelah mendapat penghargaan gajipun naik.
"Jika tidak merepotkan bapak" Hinata berucap sopan.
Naruto tersenyum. "Ayo"
Buset! Gadis itu diberi senyuman maut milik Naruto? seorang Naruto tersenyum padanya? Kiamat sudah! Ingin pingsan sekarang juga.
...
Naruto melirik Hinata yang sudah tidur di dalam mobilnya, dengan kepala sedikit teleng, tampak tidak nyaman. Pria itu memerhatikan Hinatanya yang sedang tidur, tampak manis dengan poni yang selalu rapi.
Hinatanya sangat cantik, kulitnya begitu halus saat tangan kasar itu merabanya, putih bersih, juga lembut. Pipinya yang berisi, bibirnya yang tampak sehat dan glossy, ah, bahkan bulu matanya pun masih sama lentiknya.
Naruto mendekatkan diri ke arah Hinata yang masih nyaman tidur dengan posisi itu. membelai leher gadis itu, turun menuju belahan dada, membelai dengan sangat lembut di sana, bahkan jarinya meraba perpongan dua aset yang sangat menakjupkan itu dengan sangat menahan diri.
Pria itu mendekatkan wajahnya dengan wajah Hinata, mengecupi pipi dan dahi yang tertutup poni, melakukannya dengan sangat hati-hati, jangan sampai Hinatanya bangun.
Naruto melihat bibir Hinata, mungil dan terlihat berisi, mengecupnya perlahan, melumatnya beberapa kali dengan lembut. Pria itu segera menarik dirinya, mengatur nafasnya, menormalkan detak jantungnya, dan yang pasti menenangkan hasratnya yang sudah berada di pucuk itu.
"Ini gila, aku sudah gila"
Naruto menjambak surainya, menarik nafas sekali lagi, lalu keluar dari mobil, membopong Hinata menuju apartemen milik gadis itu.
...
Natsu membolakan matanya saat melihat sang pemimpin agensi membopong Hinata, apakah Hinata pingsang? Apakah mabuk?
Dia segera mengarahkan Naruto untuk meletakkan Hinata di kamarnya. Naruto menurut, membaringkan Hinata dengan nyaman diatas ranjang milik gadis itu, menyelimutinya sampai sebatas dada.
Natsu membungkuk berkali-kali, merasa tidak enak dengan Naruto. "Terimakasih, maaf merepotkan"
Naruto hanya mengangguk, menatap datar ke arah Natsu. "Hm"
Pria itu meninggalkan apartemen Hinata, menuju mobilnya.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Majesty✅
Fanfiction👸🏻 : "Aku tidak tau apa yang sedang terjadi, tapi perlahan, aku menyadarinya. Aku ingin kembali karena ini bukan tempatku." 🤴🏼 : "Aku bahagia saat kau kembali, meskipun tidak sama seperti sebalumnya. Aku tidak ingin menangisi kepergianmu lagi." ...