27

301 30 0
                                        

Hinata bangun setelah sinar matahari begitu menyilaukan matanya. Gorden otomatis dikamarnya itu akan terbuka saat sudah pukul 9, menyisakan gorden putih yang tidak pernah ia buka, kecuali saat bersih-bersih.

Hinata melihat dirinya masih memakai gaun malam, rambutnya masih digelung, bahkan masih ada riasan di wajahnya. Dia ingat, kemarin malam sang pemimpin tampan mengantarnya pulang, lalu kenapa sudah ada di sini?

"Hiihh.. kanapa Natsu tidak membangunkanku? Gaun ini sungguh sesak, badanku sakit semua" gumam Hinata kesal. Dia melepaskan gaunnya dengan kualahan, sedikit sulit.

Gadis itu menuju kamar mandi, membersihkan dirinya yang sudah sangat berantakan itu, berendam air hangat, lalu mengguyur badannya, berusaha mengenyahkan rasa kantuk dan lelah yang masih tersisa.

...

Naruto berada di ruang gym di mansionnya, mempertahankan kesehatan dan kebugaran tubuh. Pria itu mengatur pernafasan, duduk membelakangi pec deck machine, membuka dan menutup lengannya sesui tarikan gagang.

Pria itu sudah sangat berkeringat, bahkan tanktop hitam yang ia kenakan sudah basah, menempel ditubuh kerasnya itu. Naruto berdiri, mengambil air minum yang tadi dia bawa, meneguknya hingga tersisa setengah.

Pria itu keluar, menuju halaman belakang, melepas tanktopnya, menceburkan diri ke dalam kolam renang yang begitu luas di mansionnya itu. dia menyembulkan diri, menyugar surainya, mengusap wajahnya kemudian menenggelamkan badannya kembali.

...

Hinata menikmati sarapan bersama Natsu, duduk di meja makan dengan tenang. Natsu tampak mengamati Hinata, meminta penjelasan kepada gadis itu tentang kejadian semalam.

"Jadi apa yang kau lakukan semalam?" Natsu memasukkan omelet kedalam mulutnya.

Hinata menatap Natsu. "Makan malam bersama pak Naruto"

"Bukan itu, kenapa kau sampai dibopong pak Naruto?" Natsu meninggikan suaranya.

Hinata mendelik. "Pak Naruto membopongku?"

Jadi, pria tampan itu membopongnya? Dari mobil menuju apartemennya? Wuaaahhh.. bukankah sangat hebat? Tunggu, seberapa kuat tangan Naruto sampai bisa membopongnya sejauh itu?

"Kau tidak ingat?" Natsu ikut mendelik, lal menggelengkan kepalanya, didak habis pikir.

"Apakah aku ketiduran? Oh, pasti aku jelek sekali" Hinata mengerucutkan bibirnya.

Natsu semakin membolakan mata. "Kau tidak tau diri sekali, kau menyuruh pimpinan membopongmu, menidurkanmu di atas ranjang, menyelimutimu? Oh ayolah, berpikirlah sedikit"

Hinata semakin syok. Jadi, jadi, jadi sudah sejauh itu? dia tersenyum, menaik turunkan alisnya. "Bukankah aku beruntung?"

Natsu memejamkan mata. "Gadis gila"

...

Naruto berada di ruang kerjanya, memakai kaos dan celana training, duduk di kursi kebesarannya itu sambil menikmati kopi. Pria itu melirik pigura di mejanya, terdapat foto gadis cantik sedang tersenyum.

Dia menopang dagu dengan tangan kirinya, memerhatikan gadis didalam pigura itu dengan begitu intens. Pria itu ingat, kejadian semalam telah membangunkan miliknya, hingga dia harus cepat-cepat membakar rokok, menghisapnya.

Naruto ingin meraih pigura itu namun suara ketukan pintu membuatnya mengurungkan niat. "Masuk"

Seorang pelayan masuk, membungkuk sedikit. "Ada tamu untuk tuan"

Naruto mengangkat satu alisnya. "Siapa?"

Jika itu teman atau rekan kerjanya, pasti mengabari dulu di telepon, tapi ini, kenapa mendadak sekali?

"Dia mengatakan namanya Hyuga Hinata" ucap pelayan itu sopan.

Naruto mengangguk. "Baiklah, suruh saja dia kesini"

Pelayan itu mengangguk. "Baik, Tuan"

Pelayan itu membungkuk sedikit kemudian keluar daritempat keja Naruto, menutup pintunya perlahan.

Naruto menarik sudut bibirnya, membuat Hinata selalu berada didekatnya ternyata sangat mudah, dia hanya menebar pancing, lalu ikan akan menghampiri umpan dengan suka rela.

...

Hinata sudah duduk di sofa ruang kerja pimpinannya itu, dengan Naruto disampingnya. Dia menyerahkan paper bag kepada Naruto. "Saya ingin mengucapkan terimakasih, bapak mengantar saya pulang dengan selamat, sekalian mengembalaikan jas bapak"

Naruto melirik papperbag itu. "Sama-sama, taruh saja di meja"

Hinata menganguk, namun hatinya mengumpat, pimpinannya itu sombong sekali. Dia berdiri membungkuk, bibirnya tersenyum. "Sekali lagi terimakasih"

Naruto menatap Hinata. "Kau sudah ingin pulang?"

Hinata memilin bibirnya kamudian mengangguk. "Benar pak, sepertinya bapak sedang tidak bisa diganggu"

Naruto menggerakkan jarinya, menyuruh Hinata duduk kembali dengan isyarat. "Kau harus membuatkanku sesuatu sebagai tanda terimakasih"

Hinata mengerjapkan mata. "Maksud bapak?"

"Kau bisa memasak? Buatkan aku makanan" Naruto berucap datar.

Hinata mengangguk. "Baik pak"

...


Your Majesty ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang