Sejak awal, ia sadar diri. Tak punya hak untuk ikut ambil andil dalam problematika satu ini. Apalagi sudah menyangkut hati. Makin tak bisa lagi.
Pembicaraan antara Gio dan Rakha selesai begitu saja. Rakha yang duluan pergi tanpa kata. Meninggalkan Gio, juga fakta yang barusaja terungkap setelah sekian lama.
Emang siapa sih yang bakal menyangka?
Mereka berlima membangun pertemanan semenjak duduk di bangku SMA. Lima orang dengan kepribadian berbeda yang disatukan lewat hal-hal random tidak jelas. Lalu mendadak saja ada yang jatuh cinta. Ceritanya seketika jadi berbeda.
Jadi satu-satunya orang yang dibiarkan tidak tau seperti ini mengores sanubari Gio dalam sekali. Dia kecewa, pada Rakha dan pada dirinya. Kenapa Rakha tidak bercerita, dan kenapa dirinya tidak bisa menjadi orang yang bisa membuat Rakha nyaman bercerita.
Gio tidak akan melarang siapa untuk jatuh cinta pada siapa. Termasuk juga Rakha pada Sanna. Atau Sanna pada Deev. Atau siapapun itu. Tidak akan. Dia janji.
Tapi kalau persahabatan mereka lagi-lagi yang menjadi taruhannya, Gio tidak bisa diam hanya memperhatikan.
Cowok itu menyeringai sinis. Persahabatan mereka? Omong kosong!
Kalau mereka menganggap Gio benar-benar sebagai sahabat, tentu tidak akan membiarkan Gio tak tau apapun.
Padahal Gio selalu menceritakan segala sesuatu pada mereka. Nggak sepadan banget kalau mereka rupanya tidak berlaku sama.
Memalukan untukk mengaku kalau Gio kecewa.
Tanpa sadar, bola basket yang ada di bawah kendalinya itu jadi pelampiasan emosi. Gio mendrible bola dengan kecepatan ektra. Terlalu banyak menuangkan tenaga hingga bola itu memantul-mantul tak terkendali.
Bola basket yang Gio lempar itu mengelinding menjauh. Ia tak berusaha mengejar. Ia sudah lelah. Tenaganya terkuras lebih banyak di mesin otak.
Lalu ketika jarak sudah terbentang sekian, bola itu bergerak makin melambat dan berhenti. Jauh keluar dari garis lapangan.
Disusul denting notifikasi baru dari saku baju. Gio mengeceknya. Ada pemberitahuan tiga pesan terbaru dari Sanna.
Sanna:
Yo, gue udah mikirin perkataan lo tadi. Berulang kalii. Sekarang, gue udah punya kesimpulan sendiri.
That's right, Yo. Gue nggak bisa selamanya kaya gini. Masalah ini nggak akan pernah benar-benar selese kalau ga gue sendiri yang mengatasi. Emang gue mau sampai kapan biarin aja? Kalau makin lama malah makin nggak baik jugaa..
So.. I will meet him. Gue udah mikirin mateng-mateng kok, Yo:))
Gio:
Serius, San?
Maksud gue nggak gitu.. gue nggak lagi maksa lo buat nemuin dia harus besok banget dan secepatnya. Sesiap lo aja, San.
Lo masih punya banyak waktu yang cukup kok buat mempersiapkan diri.
Gue nggak mau diomelin Mitaaa. gara-gara dikira gue udah desakan lo atau apa..
Sanna:
I am confident in my decision. So I hope you are confident too.
Lagipula, kalau nggak besok trus kapan lagi?

KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Sanna
Teen Fiction"Tiga tahun bukan waktu yang sebentar. Dan kita juga nggak tau apa yang terjadi setelah tiga tahun. Mungkin kita udah nggak bisa kesini setiap hari lagi. Memandang langit malam kaya gini lagi. Dan berkumpul tanpa harus janjian jauh-jauh hari lagi ka...