7 : Emoji hati

14 3 1
                                    

Tahun 2017.

Ada yang unik di hari Rabu.

Pada jam ketiga, jadwal olahraga antara kelas A dan C digabung menjadi satu.

Sang guru penjaskes, Pak Didit sudah bersiap-siap di lapangan. Peluit yang mengantung di lehernya ditiup nyaring sekali. Tanda bilamana pemanasan sebelum latihan bola Voli akan segera dilaksanakan sebentar lagi.

Kebetulan Sanna tak enak badan. Semalam dia demam.  Sisa-sisa panas itu pun masih terasa di keningnya, tapi ia memaksakan diri masuk sekolah dikarenakan pada jam kelima ada ujian harian matematika.

Dia tak mau ujian susulan sendirian di ruang guru minggu depan.

Ibu dan Ayah sudah melarang, tapi Sanna meyakinkan kalau ia masih kuat.

Setelah mendapatkan izin Pak Didit dan diperbolehkan tidak mengikuti pelajaran olahraga. Sanna pun kembali ke kelasnya berniat mengistirahatkan diri.

Kelas A berada di selasar paling pojok. Dekat dengan lab IPA lama yang kini jarang disambangi karena di gedung baru sudah di bangun Lab IPA yang baru.

Di perjalanannya, Sanna sudah membuat rencana akan belajar lagi untuk mempersiapkan diri ujian harian matematika nanti.

Ketika sampai di kelas, Sanna mendudukkan diri. Ia menenggelamkan kepalanya diantara lipatan tangan. Matanya terpejam. Ia akan beristirahat sebentar. Kepalanya yang sedikit pusing ditambah situasi kelas yang sepi membuatnya ingin rehat.

Dari kejauhan terdengar derap kaki terburu-buru. Yang makin lama terasa lebih jelas. Lalu, dengan mata yang masih tertutup. Sanna mendengar langkah kaki seseorang yang memasuki kelasnya. Seolah mendekat.

Mungkin teman sekelasnya ingin mengambil sesuatu yang ketinggalan  atau apa. Pikir Sanna.

Ada seseorang yang mengetuk permukaan meja Sanna pelan.

Gadis itu mengangkat kepala. Menoleh ke sumber suara.

Ia tak bisa menahan keterkejutannya ketika melihat seorang laki-laki yang tersenyum canggung sambil menatapnya ragu-ragu.

"Lo nggak olahraga, 'kan?"

Sanna menggeleng. "Tapi udah izin Pak Didit kok tadi."

"Itu.." Cowok itu menyugar rambutnya ke belakang. Menetralisir kegugupan. "Boleh pinjam baju olahraganya, nggak?"

Alis Sanna bertaut bimbang.

"Nanti gue cuciin deh," tambahnya lagi.

Gadis itu nampak terkejut bukan kepalang.

"Soalnya.. gue lupa nggak bawa."

Ia mengamati postur tubuh laki-laki itu dari atas hingga bawah. Perbedaan tinggi mereka saja sudah bisa jadi saksi seberapa jauh selisih ukuran badan mereka ini.

"Bajuku ukuran M. Kayanya bakal kekecilan."

"Gapapa."

Setelah melalui berbagai pergolakan batin. Sanna pun membuka tasnya dan mengeluarkan baju olahraga yang memang sengaja ia bawa hanya untuk berjaga-jaga saja.

"Boleh gue coba dulu, nggak?"

Setengah tidak ikhlas Sanna menyerahkannya pada cowok itu.

Cowok itu segera berlari ke deretan bangku paling belakang. Bersembunyi diantara kursi-kursi dengan posisi berjongkok untuk mengantisipasi diintip seseorang.

Tubuh Sanna menghadap depan dengan kaku. Kaget cowok itu memilih ganti baju di dalam kelasnya alih-alih segera pergi ke kamar mandi saja.

Cowok itu melepaskan seragam batiknya. Lalu mencoba seragam olahraga punya Sanna yang berlabel ukuran M.

Dari SannaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang