Epilog

540 28 0
                                        

Seorang remaja berusia 17 tahun masih fokus, memiringkan ponselnya dengan mulut komat-kamit dan jempol yang terus menekan layar, sibuk bermain game di ponselnya.

Dia tidak menyadari seorang wanita cantik tengah memanggilnya berkali-kali, hingga sebuah tepukan dipundak menghentikan kegiatannya itu. Dia menoleh, menatap wanita itu. "Mom"

Hinata menghela nafas. "Maktunya makan malam, Bolt"

Boruto bangkit. "Baiklah"

Mereka berjalan menuju meja makan, sudah ada Naruto disana, menatap sinis ke arah Boruto.

"Kau mengabaikan istriku?" Naruto menatap tajam.

Boruto mengangkat satu alisnya, menatap ayahnya dengan malas. "Aku benar-benar tidak dengar, Dad"

Hinta berdehem, melerai pertengkaran yang akan segera di mulai itu. "Kita makan dulu, bertengkarnya nanti saja"

...

Terkadang, Boruto merasa jengah dengan sikap ayahnya itu, terlalu berlebihan jika menyangkut ibunya. Bahkan Ayahnya itu pernah memarahinya saat dia tidak sengaja membuat ibunya itu menangis.

Ayahnya itu seperti remaja yang baru saja jatuh cinta, selalu menempel pada ibunya. Di dapur, di halaman, dimanapun mereka berada. Ck, semua itu membuatnya jijik dengan sikap ayahnya.

Selalu mengatakan istrisku, wanitaku, milikku dan apapun itu. Boruto ingin muntah rasanya. Boruto menatap ayahnya sengit. "Kau menjiikkan, Dad" batin Boruto.

Naruto melirik anaknya. "Kau mengumpatiku?"

Boruto mendelik, menggeleng dengan cepat. "Tidak, Dad, mana berani"

Hinata melirik mereka bergantian, memutar bola matanya malas. Kan? Kan? Wanita itu menggeleng, sudah lelah mendengar dua pirang itu berkelahi.

...

Malam itu Boruto tampak sibuk memasukkan barangnya ke dalam tas, mengechek keperluan untuk pertandingan sepak bola besok pagi.

"Apa lagi?" Baruto menggaruk kepalanya.

Dia menoleh saat mendengar suara ketukan, berjalan ke arah pintu kamarnya kemudian membukanya. "Mom"

Hinata tersenyum, menyerahkan nampan berisi segelas susu dan cemilan. "Kau sibuk sekali"

Boruto menerima nampan itu. "Masuklah, Mom"

"Kau sudah mempersiapkan semuanya?" Hinata melirik tas anaknya itu yang tampak sedikit mengembung.

Boruto mengangguk. "Sudah"

"Coba ku periksa" Hinata membuka tas itu, memeriksa dengan teliti barang Baoruto.

Boruto hanya melihat ibunya yang sibuk mengobrak-abrik isi tasnya. Ayolah, dia sudah sekolah menengah atas.

Hinata diam saat mengetahui sesuatu di tempat pelindung tas, dibagian bawah, bercampur dengan pelindung hujan tas anaknya itu. "Boruto"

...

Boruto panik, tidak mengira jika benda seperti itu lupa ia sembunyikan. "Aku bisa jelaskan, Mom"

"Jelaskan yang seperti apa?" Hinata masih menatap anaknya itu.

"Itu tidak seperti yang Mom kira" Boruto menjelaskan.

Hinata melipat tangannya di depan dada. "Lalu seperti apa?"

Boruto menjambak surai pirangnya itu, memikirkan kata yang tepat untuk menjelaskan kepada ibunya.

Hinata melirik benda itu. "Bagaimana jika Daddy tau?"

Boruto menggeleng. "Kau salah paham, Mom. Jangan beritahu Daddy, please"

Hinata menepuk pundak Boruto. "Kau tau konsekuensinya" dia kamudian melangkah keluar dari kamar anaknya itu, membawa benda yang tadi mereka perdebatkan.

...

Hinata menuju ke ruang kerja suaminya, membawakan kopi pahit yang tadi Naruto minta, juga satu toples roti kering untuk menemani suaminya yang sibuk bekerja.

Naruto tersenyum, menarik Hinata, memangku istrinya itu berhadapan di atas sofa. "Terimakasih"

Hinata mengangguk. "Sama-sama" dia membelai dahi suaminya itu. "Kau sangat lelah, matamu sudah memerah"

Naruto menatap istrinya. "Sebentar lagi, Temani aku"

Hinata mengangguk. "Baiklah"

Naruto membelai pipi Hinata, mengecup bibir istrinya itu berkali-kali. "Cantik"

Hinata tersenyum. "Memang"

Kemudian Mereka tertawa bersama. Naruto bangkit, membawa istrinya kedalam gendongan lalu duduk dikursi kebesaran miliknya. Pria itu kembali bekerja, dengan Hinata yang menengelamkan kepala di leher suaminya.

Hinata membelai surai Naruto, bibirnya menjelajahi leher sebelah kanan suaminya itu, memberikan ciuman dan kecupan disana. Wanita itu berganti posisi, menghisap leher Naruto sebelah kiri, menggigitnya pelan.

Naruto berdehem, membelai punggung istrinya. "Jangan menggodaku, sayang"

Hinata memukul bahu Naruto, tertawa pelan. Turun dari pangkuan Naruto, keluar ruang kerja suaminya itu, melambaikan tangan, satu ciuman jauh dan kedipan mata sebelah. "Love You"

...


Your Majesty ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang