1. Pamali

3 2 0
                                    

"Aku  mau keluar beli kopi, ada yang mau nitip?" laki-laki berpawakan tinggi itu menawarkan kepada sesama rekan nya saat tiba di resepsionis.

"Aku mau dong, yang seger - seger." Dia tampak berfikir, bingung apa yang akan dia beli. "Lemon ade. Itu aja." putusnya cepat.

"Kamu mau apa?" pertanyaan ini ditujukan untuk seseorang yang sibuk dengan komputer dihadapannya.

"Americano, extra shot air dikit esnya banyak." jawabannya tanpa menatap lawan bicaranya. "Jangan lama - lama."

"Santai aja sepi gini."

"Shuttttt. Jangan ucapkan kata - kata itu." Dia membungkam mulut temannya.

"Mitos, masih aja 2023 percaya gituan."

"Kamu nggak inget kejadian seminggu yang lalu?"

"Kebetulan aja itu. Udah aku pergi dulu, kamu jangan kebanyakan nonton takhayul."

Selang beberapa saat setelah temannya keluar untuk membeli kopi. Alarm berbunyi dengan bersahutan, sesuatu yang tidak diharapkan terjadi.

Mereka berdua yang sedang berjaga di ruangan tersebut saling menatap. "Telpon dia suruh balik. Cepet. "

"Woi, cepet balik ke sini, urgent." Setelah mengucapkan satu kalimat itu dia langsung menutup telponnya sepihak.

Yang mereka telefon juga tidak kalah panik. Minuman yang dia pesan belum sepenuhnya jadi.

"Nggak jadi mbak." ditinggalkannya uang dan dia cepat - cepat pergi. Mereka yang melihat hanya bingung.

Selagi menunggu temanya kembali, mereka bersiap-siap. Entah berapa orang yang datang kali ini. Semua bersiap diposisi masing-masing.

Dia Davin sudah bersiap, dia membawa peralatan dokternya ke ruangan Unit Gawat Darurat. disana dia ditemani oleh 2 perawat yang selalu berkerja dengannya. Jayen, rekannya? Entahlah, dia pasti sedang lari menyusul.

"Asihhh sial, aku minta maaf atas semua omongan ku tuhan. Lagian siapa sih ini yang mengucapkan kata-kata terlarang." Katanya dengan lari terbirit-birit mengejar waktu dia tidak tahu apa yang akan dihadapinya saat sampai di rumah sakit.

Kebetulan Jayen saat itu sedang menikmati makanannya yang lima menit lalu baru sampai. Orang yang melihatnya merasa aneh, bagaimana tidak. Jayen sendiri masih memakai jas dokternya dan sekarang dia berlarian.

Memasuki pintu rumah sakit, semua orang sudah bersiap. Sirine ambulance semakin dekat dan bersautan.

"Davin mana?" Kata Jayen dengan nafas yang tersengal-sengal.

"Dokter Davin sudah siap didalam." Mendengar itu Jayen berlari lagi untuk bergabung dengan Davin.

Dia segera membersihkan diri dan berganti pakaian dengan yang steril.

Jayen masuk dengan 2 perawat dibelakangnya. Sama dengan Davin, Jayen juga punya orang yang bekerja dengannya.

"Lambat kau larinya." Davin mulai menyerang Jayen.

"Kayaknya aku harus olahraga buat meningkatkan kecepatan."

"Dibilang kalo lagi ditempat kerja cari makan yang simpel, jangan pemilih."

"Bersiap korban mulai berdatangan, ruang UGD semuanya bersiap." Suara dari pengeras suara mulai memenuhi ruangan itu.

"Dua pasien masuk ke sini, dok." Kata perawat yang bertugas dibalik komputer.

"Oke bersiap semuanya." Davin memberikan arahan.

Suara riuk priuk orang mulai memenuhi lorong rumah sakit berbarengan dengan suara roda yang melaju cepat. Banyak ucapan yang diharapkan, doa dan tangis menjadi satu, mereka berharap keluarganya ini selamat dari maut.

Beautiful Goodbye Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang