FOURSOME KE DUA (1) 🔞

4.3K 127 5
                                    

Ditengah Bian sedang menikmati es tehnya diwarung yang cukup luas itu masuklah tiga pemuda yang asing dimata Bian. Tiga pemuda itu ditaksir seumuran. Yang satu perawakanya rapi berkulit putih dan tampan. Pemuda itu yang dipanggil bos oleh kedua temanya. Sedangkan dua pemuda lainya yang ditaksir sebagai anak buah mempunyai perawakan badan kekar berkulit sawo matang dengan wajah tampan khas pemuda desa. Sedangkan yang satunya tak kalah tampan lagi dengan anak buah yang satunya.

Bian yang sangat doyan dengan kontol dan pemuda gagah tampan seolah cuek saja dengan keadaan. Sedangkan dua pemuda yang mengapit bosnya sedang berbisik-bisik sambil melirik kearah Bian.

"Mangsa baru bos. Empuk lagi kayanya!" Setelah mengucap, ketiganya duduk berpindah menghampiri Bian yang duduk sendirian.

"Boleh duduk disini, Dek?"

"Owh, boleh mas. Silahkan!"

Setelah ketiganya duduk disamping kiri Bian, kini sang Bos yang bertanya "Sepertinya bukan orang sini ya? Soalnya baru pertama lihat!"

"Iya, Mas. Saya dari kota sebelah. Kesini mau menghadiri sekaligus bantu-bantu saudara mau nikahan!" Jawab Bian tetap sopan.

"Owh, pantesan baru lihat!"

"Terus adek disini sendirian lagi ngapain?" Lanjutnya.

"Owh, saya disini mau jalan-jalan aja, Mas. Bosen dirumah terus"

"Kenalin, saya Fandi. Dan dua teman saya ini namanya Luki dan Bagas"

Pemuda yang bernama Luki dan Bagas tersebut kemudian bergantian menjabat tangan Bian.

"Saya Bian, Mas!".

"Owh iya, katanya tadi pengen jalan-jalan ya? Disini ada tempat yang bagus loh, Dek. Ada air terjun cantik banget. Airnya bersih sejuk lagi. Sayang banget kalo Bian ga liat!" Ucap Fandi.

"Beneran, Mas? Boleh dong saya lihat!"

"Tentu saja boleh, dek. Ya udah kita kesana"

"Bu, jajanan adeknya biar saya yang bayar ya!" Saat Fandi hendak membuka dompetnya, Bian segera menyela.

"Eh, ga usah mas. Biar saya aja yang bayar. Lagian saya yang makan dan saya juga bawa duit sendiri kok!"  Ucap Bian tidak enak hati.

"Sstt... Ga boleh nolak rejeki!"

Bian hanya pasrah saja menerimanya. "Duapuluh satu ribu, Mas!" Ucap Ibu Warung.

Fandi mengeluarkan lembaran uang berwarna biru tua pcahan limapuluh ribuan satu lembar. "Kembalianya ambil aja, Buk!"

"Wah makasih ya, mas fandi!"

"Sama-sama, Bian"
"Ya udah yok, berangkat sekarang!"

Bian akhirnya berdiri mengikuti langkah kaki Fandi keluar warung. Sedangkan dua anak buahnya, Luki dan Bagas berjalan dibelakang Bian.

"Ga naik motor aja, Mas?" Tanya Bian yang melihat Fandi berjalan tanpa menghampiri motornya.

"Owh, ngga usah, Bi. Lumayan deket kok. Lagian kalo pake motor ga bisa masuk. Harus ngelewatin jalan setapak soalnya!"

"Owh, gitu. Ya udah deh. Ayo!" Ucap Bian tanpa menyadari gelagat aneh dari tiga pemuda tampan yang bersamanya.

Mula-mula Bian dan ketiga pemuda lainya berjalan menyusuri jalanan pemukiman. Selang sepuluh menit kemudian berbelok ke arah kiri tepatnya disebuah pertigaan besar. Barulah berjalan lima menit lagi berbelok kejalanan cor beton khusus akses bagi orang-orang yang ingin pergi ke ladang.

Melewati perkebunan singkong, terus saja mereka berjalan dan menjumpai kebun sengon. Setelah melewati kebun-kebun milik warga, keempatnya berbelok kearah kanan tepatnya dijalan setapak.

GAIRAH PARA PEMUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang