21. Siapa?

17 2 0
                                    

Lili tak pernah merasa setakut ini untuk memasuki gerbang sekolah. Ia adalah salah satu anak yang selalu bersemangat pergi ke sekolah. Namun hari ini rasanya ia seperti ingin pulang saja.

Ia turun dari mobil yang kemana-mana selalu mengantarnya. Kaki kecilnya ia langkahkan dengan malas-malasan. Sepertinya ia harus segera bertemu dengan teman-temannya agar ia tak merasa sendirian.

Dan kebetulan saja saat hendak menuju kelasnya, ia berpapasan dengan Agata yang sedang sibuk dengan dokumen-dokumen ditangannya. Gadis itu memang tak pernah mengenal waktu. Di padi hari seperti ini ia sudah mengurusi tugas osis.

Lili hendak menyapa gadis itu. Namun ia urungkan ketika melihat seorang laki-laki menghampiri Agata terlebih dahulu.

Ia jelas kenal siapa laki-laki itu. Tapi ada yang aneh dengan interaksi mereka. Laki-laki itu seperti mengelus puncak kepala Agata dengan hangat. Tak hanya itu, tatapannya juga berbeda dari biasa.

Koridor masih terbilang sangat sepi. Bahkan hanya ada dirinya dan kedua sejoli itu. Lili penasaran. Tapi sepertinya ia harus menahan rasa penasarannya itu tatkala seseorang menepuk pundaknya dengan keras.

"Anjing!" serunya. Ia membalikan badan dan melihat siapa orang itu.

Disana sudah ada Nicky yang menyengir lebar hingga melihatkan deretan giginya.

"Diem-diem bae, lu," ucap Nicky sambil membenarkan tali tasnya yang sedikit melorot.

"Ganggu amat, sih, lo!" nyolot Lili sebelum gadis itu membalikan badannya untuk memastikan hal yang baru saja dilihatnya.

Tapi bagaikan sekelebat angin, kedua sejoli itu sudah hilang bak di telan bumi. Lili bingung, apakah mereka berdua terbang?

Nicky yang melihat Lili seperti kebingungan pun lantas mendorong pundak gadis yang lebih kecil darinya beberapa centi itu dengan sedikit keras.

"APAAN, SIH?!" teriak Lili.

"Lo cari apaan?" Nicky bertanya dengan santai tanpa rasa bersalah.

"Rahasia!" Setelah itu Lili meninggalkan Nicky sendirian ditempatnya. Ia sudah terlampau kesal dengan gadis itu!

"Yeuuu, bocil!"

*****

Sedari tadi Lucia hanya memperhatikan pergerakan Agata yang sangat serius berkutat dengan laptopnya. Ia menghela napas pelan.

"Lo kalau lagi sumpek, jangan paksain diri buat ngerjain semua pekerjaan!" ucap Lucia.

Agata tak membalas. Jika sudah seperti ini, tak ada siapapun yang dapat mengganggunya.

Lucia yang kesal pun lantas menutup laptop Agata dengan sedikit keras. Membuat gadis dengan kaca matanya itu menatapnya terkejut.

"Cukup, Ta. Lo dari semalem udah pacaran terus sama laptop. Gak bosen, lo?" ujar Lucia.

"Sorry." Hanya itu yang keluar dari mulut Agata.

"Jangan say sorry ke gue. Tapi ke diri lo." Lucia menyodorkan sebotol air mineral kehadapan temannya yang sudah seperti orang gila itu.

Agata menerima air mineral itu dengan terpaksa. Ia meneguknya beberapa kali dan menutupnya kembali.

"Hilangin kebiasaan jelek lo, Ta. Semua ngga bakal selesai dengan cara lo nyibukin diri." Lucia memberi nasehat. Ia juga kesal dengan temannya yang selalu menyibukkan diri ketika pikirannya dengan kacau.

Gadis berkacamata itu hanya terdiam. Ia berusaha menenangkan dirinya dan menghilangkan perkiraan negatif yang terus menghantuinya.

"Percaya aja. Cepat atau lambat, kita bakal temuin orang yang buat laporin semua ini." Lucia kembali menenangkan temannya.

"Gimana mau santai, Cia? Bahkan alumni udah denger berita kita. Kalau mereka udah denger, kemungkinan besar sebentar lagi guru BK juga bakal denger." Agata melemas ditempatnya. Kepalanya benar-benar merasa penuh.

Lucia terdiam ditempatnya. Saat ini ia juga tak bisa melakukan apa-apa. Ia hanya bisa berharap semuanya akan selalu baik-baik saja.

*****

+62958*****
Gimana?
Selamat menikmati hidup setelah lepas jabatan😘

Agata membanting ponselnya dengan kencang setelah membaca pesan itu.

Orang-orang disekitarnya jelas terkejut karenanya. Terutama Nicky yang tepat berada disampingnya.

"Lo kenapa, anjir?!" teriak Nicky ditengah kebisingan kantin.

Cello tak banyak bertanya lantas langsung mengambil ponsel Agata yang tergeletak. Gadis itu ikut kesal melihat pesan dengan nomer asing itu.

"Kurang ajar emang si Feli!" ujarnya.

"Lagian, gimana bisa dia cepuin kita ke alumni? Segitu dendamnya, kah?" Ertha menyahuti.

"Kaya ngga ada kerjaan lain aja, deh!" timpal Lili. Gadis itu moddnya sudah sangat-sangat jatuh.

"Tapi, menurut gue bukan tuh curut yang cepuin langsung," ujar Anna.

Cello menganggukan kepalanya setuju. "Ngga mungkin dia sedekat itu sama alumni."

Mendengar itu mereka semua terdiam. Yang dibilang oleh temannya ada benarnya juga. Yang mereka tau juga, alumni tak ada yang tahu keberadaan Feli selama ini. Alias tak ada yang kenal ataupun akrab dengan gadis itu.

"Terus, siapa?" tanya Lili dengan kesal.

"Bentar, deh." Nicky membuka ponselnya dengan cepat. Ia menggulir media sosialnya dengan cepat. Tak lama, ia menyodorkan ponselnya ke arah keenam temannya.

"Ini kak Angel, bukan?" tanyanya.

Ertha menyahut ponsel itu dari pemiliknya dengan cepat. Ia membesarkan foto itu agar bisa melihatnya dengan jelas.

"ANJING?!" Wajah Ertha berubah tak menyangka.

Melihat perubahan wajah temannya, Anna segera mengambil alih ponsel yang berada digenggaman Ertha. Tak lama wajahnya ikut terkejut.

"Feli temenan sama kak Angel? Sumpah?" Ertha berkali-kali memastikan.

Mendengar itu, Agata melengoskan wajahnya. Gadis itu tertawa kecil mendengarnya. Sebenarnya ia sudah menebak hal ini terjadi. Mulai dari foto itu tersebar, hingga terdengar ke telinga para alumni.

"Gila. Pantes aja tiba-tiba tuh nenek lampir tau?" Lili menggeleng-gelengkan kepala.

"Tapi jangan teriak juga, guys. Lihat kondisi. Lo semua lagi ada di kantin," ingat Cello.

Anna refleks menutup mulutnya tak menyangka.

"Dan sekarang, kita harus bersiap mental untuk menghadapi mereka sepulang sekolah nanti," ucap Agata.

Mereka semua langsung menurunkan pundaknya dengan lesu. Jujur sangat malas meladeni alumni kurang kerjaan seperti itu.

Tak hanya senior yang memantau mereka selama ini, namun alumni yang baru saja lulus pun masih memantau pergerakan mereka. Ntah lah, apakah kehidupan seorang mahasiswa sesenggang itu untuk mengurusi organisasi anak sma?

Agata tak paham. Bukankah jika sudah menjadi alumni, semua urusan organisasi sudah tak ada sangkut pautnya dengan mereka? Agata pernah diberi tahu, jika alumni akan terus ikut memantau mereka. Bahkan jika terjadi masalah seperti ini, tak segan-segan mereka menyempatkan diri untuk datang ke sekolah dan mengevaluasi secara langsung.

Pernah sekali Agata di salahkan habis-habisan oleh alumni, hanya karena salah satu anggotanya melakukan sebuah skandal.

Dan sekarang? Ia sendiri yang terkena skandal itu. Agata benar-benar tak bisa membayangkan betapa marahnya mereka mengetahui hal itu.

Namun sepertinya nasi sudah menjadi bubur. Jadi mereka nikmati saja ini. Dan menyerahkan semuanya pada sang kuasa.

SUNNY 7Where stories live. Discover now