5. FORZANA

22 1 0
                                    

"WOY! ADA RAZIA! CEPET KABUR!!"

Seorang laki-laki dengan perawakan urakan berlari dengan cepat untuk mencari tempat yang aman. Ia tak sendirian, terdapat beberapa temannya yang ikut lari berhamburan dibelakangnya.

"MARCO! BELOK KANAN!" teriak salah satu dari mereka menginstupsi temannya yang berada dipaling depan.

"Shit!" Pria paling depan mendesis. Lantaran terdapat beberapa balok kardus yang berada di hadapannya sekarang. Mau tak mau dirinya memanjat kardus kardus itu dan melompati dinding pembatas yang lumayan tinggi.

"Gila, lompatan kijang gue masih berfungsi." Ia tersenyum bangga.

Sepertinya senyuman bangga itu hanya sempat bertahan tidak sampai 20 detik. Karena didetik berikutnya, ia sudah melihat seorang pria dengan bertubuh besar sedang melotot kearahnya.

Siswa ber name tag Marco Ziven itu reflek memutar balikkan badannya. Memunggungi pria berwajah seram dibelakangnya.

"Marco!!!"

Teriakan pria itu berhasil membuat tubuh Marco mengeluarkan keringat dingin.

"Mau kemana kamu?!"

Tolong selamatkan Marco sekarang juga!

"Marco! Hadap saya!"

Perlahan, laki-laki itu memutarkan tubuhnya. Walau dengan keringat yang sudah bercucuran.

"Anu pak. Hehehe." Marco hanya bisa menggaruk rambutnya yang tak gatal sambil menyengir lebar.

"Hitungan ke tiga, kalau kamu ngga lari ke BK, bapak yang akan seret kamu ke neraka!"

Sepertinya tak ada hitungan detik untuk laki-laki itu berdiam diri. Kini ia sudah berlari dengan kencang menuju ruangan keramat itu.

*****

"Lo lagi, lo lagi!!!"

Marco mengusap telinganya yang terasa panas.

"Bisa ngga, sih, lo ngga usah bertingkah sehari aja! Bosen gue lihat wajah lo!" omel gadis yang kini sedang berada tepat dihadapan Marco.

"Jujur gue juga bosen lihat wajah lo!" balasnya. Membuat gadis itu melotot tak terima.

"Heh kutu air! Kalau bukan disuruh Agata, gue juga ngga mau ngurusin kutu air kaya elo!" balasnya mengegas.

"Kenapa lo mau disuruh suruh? Emang lo babunya Agata?!" Marco memutar bola matanya.

"MARCO ZIVEN!!! SEKARANG LO BERDIRI DIDEPAN TIANG BENDERA SESUAI PERINTAH PAK CIPTO!!!" Gadis itu berteriak hingga membuat seluruh ruangan yang kerap kali disebut keramat itu menggema.

"Males! Emang lo siapa gue, Lucia?" ujarnya yang kini ia malah menumpakkan kakinya.

Gadis itu semakin emosi. Dengan kuat ia menarik rambut Marco hingga membuat laki-laki itu oleng.

"IYA OKE! LEPASIN RAMBUT GUE CEWEK GILA!!!" Marco berteriak kesakitan.

Dengan perasaan dongkol akhirnya Lucia melepaskan cengkramannya dan menggiring laki-laki itu untuk bergabung dengan temannya yang lain.

*****

"Forzana."

Sebut seorang guru yang sedari tadi berjalan layaknya setrika dihadapan ke empat laki-laki yang sedang bercucuran keringat.

"Nama gengnya bagus. Bapak boleh gabung?" tanya pria tua itu.

Bukannya tersenyum, keempat laki-laki itu justru meringis ketakutan.

"Ada berapa anak yang gabung sama komunitas kalian itu?" tanyanya.

Namun semua dari mereka enggan untuk membuka mulutnya.

"JAWAB!"

"Hanya 4 anak, pak!" Laki-laki yang berposisi paling ujung dengan name tag Vanesya Dewangga berseru dengan lantang.

"Dikit sekali," ejek guru tersebut.

"Pak Cipto mau gabung juga?" tanya laki-laki yang paling putih diantara semuanya. Namanya Billy Arevan.

"ANJENG! SAKIT GOBLOK!" pekik Billy tiba-tiba.

Sedangkan Marco sang pelaku hanya meringis setelah menginjak kaki temannya dengan kencang.

"Billy! push up 50 kali!" Wajah Billy langsung berubah pias saat itu juga.

"Nak, tolong kalian jaga 4 anak ayam ini, ya? bapak pergi ngajar dulu," ucap Pak Cipto kepada dua orang yang sedari tadi berdiam diri dibawah pohon.

Lucia memberikan sikap hormat sebagai jawaban.

Tak lama pria tua itu pergi. Lantas Lucia dan Cello dengan sengaja berdiri didepan keempat cowok itu sambil tertawa.

"Panas ngga? Mau duduk?" ucap Cello tengil.

Cowok dengan kulit coklat menatap sebal ke arah Cello. Tubuhnya pendek, namanya Gwevara Erlangga.

"Bacot!" Marco menyahut.

"Diem, lo, kutu air!" sahut Lucia.

"Kalian cocok, kenapa ga jadian aja?" celetuk Billy dengan wajah polosnya.

Mendengar itu menbuat Lucia dan Marco melotot kaget. Sekali lagi Marco menginjak kaki Billy. Kali ini lebih kencang dibanding tadi.

"ANJING LAH!" Billy meringis kesakitan. Karna sudah tak betah, akhirnya ia menggeser posisi Erlangga dan menjauh dari Marco.

Kedua gadis yang sedari tadi menyaksikan perdebatan itu hanya diam memperhatikan. Lucia merasa kakinya sudah kram karena terlalu banyak berdiri, lantas ia menggeret Cello untuk duduk dikursi yang tak jauh dari posisi ke empat cowok itu.

"Udah, nih? Tugas kita cuma liatin tuh bocah doang?" tanya Cello setelah menempelkan bokongnya ke kursi.

Lucia hanya mengangguk. Ia membuka ponselnya karena sedari tadi tak henti-hentinya berbunyi.

Agataa ror
Cia
Feli cari gara-gara lagi
Lo take care ya?

SUNNY 7Where stories live. Discover now