32. Suasana yang aneh

17 1 0
                                    

Cello sedang membereskan tongkat-tongkat sisa latihan wajib kemarin sore. Dirinya menangkat beberapa tongkat yang sudah diikat menjadi satu itu dengan sedikit kesusahan.

Entahlah dimana teman-teman pramukanya yang lain berada. Apakah ia perlu memanggil mereka menggunakan pengeras suara?!

Tubuh kurusnya bersusah paya mengangkat gulungan tongkat itu. Ini berat. Sangat. Astaga Tuhan tolong Cello.

Tak lama sepertinya Tuhan benar-benar menjawab doa Cello. Tongkat yang dibawanya berubah menjadi sangat ringan. Seperti membawa hanya 3 bulir tongkat saja.

Karena gulungan tongkat itu sangat besar, jadinya Cello sedikit kesusahan untuk melihat kearah depan.

Sebenarnya ia juga curiga kenapa rongkat-tongkat ini menjadi ringan? Ia sedikit mengintip lewat samping. Disana ada seseorang bertubuh tinggi dengan rambut sedikit acak-acakan.

Ia masih belum bisa melihat wajahnya. Akhirnya ia berhenti sejenak dan menurunkan gulungan tongkat itu.

"VALE?!" teriaknya.

Sedangkan laki-laki itu hanya menyengir.

"Halo, kak Cello," sapanya.

Cello hanya tertawa sambil menggelengkan kepalanya. Laki-laki itu benar-benar berada dimana-mana.

"Aku aja yang bawa. kak Cello jalan aja disamping aku," pintahnya.

"Beneran ngga apa-apa?" Cello bertanya memastikan. Karena ia tak enak juga. Karna ini memang pekerjaannya. Tapi disisi lain ia sangat senang ia tak jadi untuk mengangkat tongkat itu.

"Beneran. Ayo, kak. Ini ditaruh sanggar, kan?" tanyanya.

Mereka berdua mulai berjalan menuju sanggar. Tentu saja diselingi dengan obrolan dan jokes garing Vale.

Cello membuka kunci ruang sanggar pramuka itu. Lalu Vale memasukan gulungan tongkat itu dan Cello menunggunya di luar.

"Terimakasih, ya, Vale," ucap Cello.

"Sama-sama, kak. BTW, kak Cello ada temen dekat, ngga?" tanya laki-laki itu tiba-tiba.

Cello menatap Vale curiga. Ia menyipitkan matanya.

"Ada. Gwencana," jawabnya.

"Bukan, kak. Maksudnya, temen dekat laki-laki," ujarnya.

"Ngga ada. Kenapa?"

"Ngga kenapa-napa. Yaudah. Aku olahraga dulu, ya, kak. Dadah kak Cello!" Laki-laki itu langsung berlari begitu saja meninggalkan Cello.

Gadis itu hanya menggeleng melihat tingkah adik kelasnya itu. Sikapnya benar-benar seperti anak SD.

Setelah memastikan pintu sanggar kembali terkunci dengan rapat, lalu ia kembali melakukan aktivitasnya.

Ditengah perjalanan dia berpapasan dengan Agata, gadis itu sedang berjalan sendirian.

Cello berniat untuk menghampiri gadis itu.

"Woy, Ta!" panggilnya.

Gadis itu terkejut. Ia berusaha menunjukan senyumannya setelah kejadian malam itu.

"Are you okay?" tanya Cello khawatir. Keadaan Agata tak seperti biasanya hari ini. Wajah gadis itu terlihat pucat.

"I'm okay. Lo habis dari mana?" tanyanya balik.

"Habis dari sanggar." Cello menjawab. Dan selang beberapa detik, bel istirahat berbunyi. Lantas mereka berdua berjalan bersama menuju pojok kantin. Tempat biasanya mereka berkumpul.

Dari kejauhan terlihat tempat itu masih sepi. Sepertinya teman-temannya masih dalam perjalanan kemari.

Lantas mereka berdua duduk disalah satu kursi tersebut dan menunggu teman-temannya yang lain datang terlebih dahulu sebelum memesan.

Lihatlah, sangat solid, bukan?

Tak lama satu per satu temannya mulai datang. Kehadiran mereka membawa keramaian. Yang mulanya kantin sudah ramai, datangnya mereka menjadi semakin ramai.

"WOY, BERHENTI CUBIT GUE BANGSAT!" Itu suara Lili. Tubuhnya menggelinjat bak cacing kepanasan karena Nicky terus mencubiti pinggangnya.

"Awas, ya, lo, Nicky anjing!" lanjutnya sebelum balik membalas cubitan gadis itu.

Mereka berdua seperti anjing dan kucing sekarang. Saling membalas dan tak ada yang mau mengalah jika salah satunya belum ada yang marah.

Temannya yang lain hanya melihat. Tak mau mengangguk aktivitas dua anak itu karna jelas mereka takut akan kena juga!

Walaupun mereka sangat ramai, namun tetap saja. Rasanya seperti ada yang berbeda diantara mereka.

Cello memperhatikan Agata yang tiba-tiba saja menjadi pendiam. Padahal sebelum teman-temannya datang, ia bercerita dengan antusias kepadanya.

"Ayo, nanti malam ke Brizzy," ucap Lucia tiba-tiba.

"Maaf, gue ga bisa. Mau ngerjain tugas." Agata langsung menjawab.

Teman-temannya langsung menatapnya dengan heran. Biasanya gadis itu yang akan paling bersemangat jika sudah pergi ke Brizzy.

"Anjay, ibu ketos kita rajin sekali!" Nicky menepuk tangannya dengan kencang. Ia sudah menyelesaikan perdebatannya setelah mendengar topik perbincangan mereka.

"Tumben, lo, Ta?" tanya Ertha.

"Tugas gue lagi numpuk soalnya," balasnya lagi.

"Ngerjain tugas apa pacaran?" sindir Anna dengan sangat lirih. Hingga terkesan hanya sebatas gumaman.

"HAH, APA, AN?!" Lili yang berada dihadapan Anna berteriak dengan heboh.

Agata dapat mendengar dengan jelas perkataan Anna. Ia cukup panik dan takut jika gadis itu memberitahu teman-temannya yang lain.

"BTW, kalian udah tau keadaan Regan sekarang gimana?" Ertha tiba-tiba saja mengganti topik pembicaraan mereka.

Huh, syukurlah.

"Regan.... ada dipusat rehabilitasi," jawab Nicky. Semangat gadis itu tiba-tiba hilang ketika membahas Regan. Lagi dan lagi.

"Sumpah?! Lo tau dari mana?" Lucia bertanya dengan heboh.

"Kemarin gue ngobrol sebentar sama Regan," lirihnya.

Teman-temannya menatap iba gadis itu. Walaupun Regan sangat mengesalkan, tapi tetap saja, laki-laki itu adalah semangat hidup Nicky.

"Kita cari yang baru!" Lili berujar dengan semangat.

Mereka semua mengangguk. Mereka berjanji akan membantu Nicky untuk melupakan laki-laki itu. Ya, Nicky akan bisa melupakan Regan dan hidup dengan kebahagiaan yang ia ciptakan sendiri.

SUNNY 7Where stories live. Discover now