31. Kopi

10 1 0
                                    

Seorang gadis dengan celana trining dan jaket hitam membalut tubuhnya sedari tadi terus menggerutu tanpa henti.

Tangannya ia masukan kedalam saku jaket, dan kepalanya ditutupi oleh kupluk jaket itu.

Anna, gadis itu sedang berada disebuah kedai kopi langganan mamanya.

Tadi saat ia sedang bermalas-malasan di kamarnya, tiba-tiba saja mamanya masuk dan menyuruhnya untuk membeli kopi. Padahal, kan, bisa pesan kewat online. Kenapa harus ia yang disuruh keluar?!

Dirinya berjalan kearah meja kasir untuk memesan. Kedai ini terbuat dari kontainer, dihiasi dengan lampu-lampu berwarna kuning dan beberapa kursi dan meja yang ada didepannya.

Anna melihat-lihat menu yang tertempel di meja. Selain ia memesan untuk ibunya, ia juga ingin membeli untuk dirinya sendiri. Mumpung uang yang diberikan ibunya lumayan banyak. Enak saja tidak dimanfaatkan dengan baik!

"Mas, menu yang paling enak disini apa, ya?" tanya gadis itu kepada pegawainya.

"Mungkin kalau kakaknya suka pahit, coffe latte disini sangat best seller, kak," jawab pegawai laki-laki itu memberikan rekomendasi.

"Yaudah, itu aja, deh, sama pandan coffenya satu, ya, mas."

"Totalnya jadi 54 ribu, kak."

Anna mengeluarkan uang dari dalam dompetnya. Untung saja ia memiliki uang pas. Jadi uang 100 ribu yang diberikan ibunya bisa ia simpan.

Jangan ditiru, ya!

"Udah lama, mas, kerja disini?" tanya Anna basa-basi.

"Alhamdulillah sekitar satu tahunan, kak," jawab pegawai itu tersenyum sambil membuat pesanan.

"Ini kopi langganan mama saya, tau, mas, mama saya yang gendut terus sering pakai kacamata coklat meskipun malem." Anna mengobrol layaknya seperti sudah kenal lama. Padahal baru pertama ia datang kemari. Itupun karna perintah mamanya.

"Oh, tante Mimi, bukan? Beliau memang suka ngopi disini, kak, kadang sama teman-temannya." Pegawai itu menjawab dengan antusias.

"Emang sok gaul orang itu, mas. Nanti kalau ada yang macem-macem sama mama saya bilang aja, anaknya galak bisa gigit rabies!" ujar Anna. Pegawai itu hanya tertawa.

"Yaudah, saya duduk dulu, ya, mas." Anna menjauh dari kasir. Lalu duduk disalah satu kursi stainlees yang sudah disiapkan.

Kakinya ia ketuk-ketukan di tanah. Matanya memperhatikan sekitar sambil menunggu pesanannya selesai.

Tak lama sebuah motor datang tak jauh darinya. Motor itu terpakir tepat disebelah motornya berada.

Anna sedikit memicingkan matanya. Dia seperti kenal dengan pengendara motor itu. Dan, Agata?

Gadis itu hendak memanggil temannya. Namun laki-laki itu terlebih dahulu melihat kearahnya.

"Anna?" lirih Nando.

Hal itu sontak membuat Agata ikut mengikuti arah pandang Nando. Dan benar saja. Disana Anna berdiri dengan wajah super terkejutnya.

Kunci motor yang semula dipegang gadis itu hingga terlepas dari cekalannya. Anna benar-benar terkejut.

"Agata? Lo..." Anna tak melanjutkan perkataannya.

Sedangkan Agata juga sama terkejutnya. Ia belum siap untuk memberi tahu teman-temannya. Kenapa gadis itu bisa disini?!

"Anna, sorry," ucap Agata. Gadis itu maju mendekati temannya.

"Lo pacaran sama Kak Nando?" tanya Anna ingin memastikan.

"Iya, sorry, An." Agata menatap sendu kearah temannya. Ia takut mengecewakan temannya.

"Kenapa lo ngga pernah bilang ke kita, Ta?" ucap Anna.

"Gue berniat cerita ke kalian. Tapi gue nunggu waktu yang pas," jawabnya.

Agata memegang lengan Anna, namun segera ditepis oleh gadis itu.

"Berarti selama ini Kak Nando tau soal kita?!" Suara Anna sedikit meninggi.

Agata tak segera menjawab. Ia hanya diam. Hal itu membuat Anna semakin yakin jika pertanyaannya benar.

"Tega, lo, bohongin kita semua, Ta." Anna melirih. Dirinya merasa dibohongi oleh sahabatnya sendiri.

Hal sepenting ini bisa-bisanya Agata tak bercerita kepada teman-temannya? Apalagi gadis itu berpacaran dengan Nando. Mantan ketua osis di sekolah mereka.

Seorang ketua osis berpacaran dengan mantan ketua osis juga?

"Ta, lo anggap kita apa, sih?" Anna menatap mata Agata yang lebih tinggi darinya itu.

Agata dapat melihat betapa kecewanya temannya itu. Ia menyesal. Sangat menyesal. Kenapa waktunya sangat tidak pas gini?!

"Gue bakal cerita ke kalian, An. Tapi tunggu waktu yang pas!" jawab Agata.

"Kapan?!" Anna kembali meninggikan suaranya.

"Sehabis gue lepas jabatan," jawab Agata.

"Lo samain kita sama anak yang lain, Ta? Beneran?" Gadis itu menatap tak menyangka.

Agata tak lagi menjawab. Ia terpojokan oleh jawabannya sendiri.

Bodoh Agata. Bodoh.

"Anna, please jangan bilang yang lain dulu, ya?" Agata kembali berusaha memegang tangan Anna. Kali ini lebih kuat hingga gadis itu tak bisa melepaskannya kembali.

"Lo mau bohongin mereka sampai kapan, Ta? Gue yakin mereka juga pasti bakal kecewa banget sama lo!"

"Gue tau, tapi biar mereka tau dari mulut gue sendiri."

Anna benar-benar tak habis pikir dengan temannya itu. Ia melihat kearah Nando yang hanya terdiam dibelakang sana. Wajah laki-laki itu juga sama terkejutnya.

Lantas ia kembali melepaskan cekalan Agata dan kini ia berjalan kearah laki-laki itu.

Ia berdiri dengan dahu yang diangkat. Anna menatap mata kakak kelasnya itu dengan berani kali ini.

"Lo yang nyuruh Agata buat tutupin hubungannya dari kita, kan?!" tuduhnya.

Nando merasa gugup. Baru kali ini ia ditatap seberani ini oleh Anna.

"Anna, itu mau gue, bukan Kak Nando." Agata berjalan menghampirinya.

"Sekarang lo belain dia dibanding temen lo sendiri, Ta?"

"Ng-ngga gitu, Anna. Tolong, tenang dulu, ya. Gue jelasin pelan-pelan." Agata berusaha menenangkan emosi Anna.

Diantara semuanya, Anna paling keras kepalas. Hatinya tak mudah untuk diluluhkan.

"Ga perlu, Ta. Lo jelasin ke gue setelah lo jelasin ke semuanya!" Setelah itu Anna pergi meninggalkan Agata dan Nando ditempatnya.

Agata menangis. Ia tak mengira jika hubungannya akan terbuka secepat ini.

SUNNY 7Where stories live. Discover now