melodi lagu dengan isyarat tangan

3 2 0
                                    

Note :
Untuk dialog Raila dan Rinai yang berkomunikasi, pada dialog yang diucapkan Raila menggunakan teks miring dan tanda petik.

———

Keesokan harinya di hari Minggu pagi yang sepertinya sedikit kelabu, Raila kembali lagi ke rumah sakit untuk menjalani rutinitasnya menjenguk Januar. Saat bus yang ditumpanginya tiba di halte depan rumah sakit, Raila tidak langsung masuk ke dalam melainkan memilih untuk mampir ke sebuah supermarket yang terletak di sebrang rumah sakit. Karena di sana ia melihat sosok gadis yang dikenalnya sedang duduk di kursi depan supermarket tersebut. Wajahnya terlihat murung dan lesu. Rinai terlihat duduk di sana dengan headphone yang terpasang di telinga. Headphone itu rusak sebenarnya, tapi ia kerap menggunakannya ketika di tempat umum supaya tidak ada orang yang mengajaknya berbicara.

Karena ia telah kehilangan kemampuan untuk mendengarkan suara-suara di dunia ini.

Raila menepuk pundak gadis itu pelan membuat sang empu menolehkan kepalanya. Raila mengambil tempat duduk di sampingnya lantas menunjukkan kalimat yang ada di ponselnya.

Sedang apa disini sendirian?

Rinai tersenyum lebar kala melihat presensi Raila. Ia mengeluarkan buku kecilnya lalu menuliskan sesuatu di sana.

Hanya ingin saja.

"Wajahmu terlihat lesu."

Rinai terkejut kala Raila menyadari dengan detail ekspresi wajahnya sedari tadi.

Kamu menyadarinya? Kalau begitu apakah aku boleh menceritakan sesuatu? Kata Mas Janu kamu pendengar yang baik.

Raila yang melihat tulisan dari Rinai menganggukkan kepala membiarkan gadis itu bercerita melalui tulisannya.

Tadi aku sempat melihat brosur berisi tentang lomba melukis. Lombanya berpasangan dan hadiahnya berupa uang. Aku ingin sekali ikut lomba itu tapi nggak tau mau sama siapa. Jika menang kan uangnya lumayan untuk membantu Mas Janu.

Rinai menyerahkan brosur yang didapatkannya kepada Raila. Gadis berambut sebahu itu membacanya dengan saksama. Pendaftarannya ditutup besok dan pengumpulan karyanya satu minggu lagi. Cukup mendadak sebenarnya tapi sepertinya Raila akan tertarik mengikuti lomba ini bersama Rinai.

"Ayo kita ikut lomba ini Rinai."

Melihat apa yang Raila ketik membuat Rinai menampilkan binar mata bulatnya.

Serius? Kamu mau ikut ini? Kamu juga suka melukis?

Raila menganggukan kepala lantas jemarinya membuka galeri foto di sana. Ia memang sempat beberapa kali memotret hasil gambarnya. Rinai yang melihat hasil gambar Rinai tersenyum takjub.

Wah bagus sekali.

Rinai kemudian membalik halaman belakang buku kecil miliknya lalu nampak ilustrasi yang sebelumnya pernah ditunjukkan kepada Kenan beberapa waktu yang lalu.

"Gambarmu juga bagus sekali. Aku nggak asing dengan bentuk-bentuk ini. Apa itu diambil dari novel?"

Iya. Novel yang ditulis oleh Kenan.

Raila akhirnya bisa mengangguk paham. Pantas saja nama-nama karakter di sana seperti pernah ia kenali sebelumnya.

"Aku juga suka membaca novel karyanya."

Aku suka karyanya dan aku juga suka kepribadiannya. Dia baik, pernah menolongku.

"Aku teman satu kelasnya. Kamu pernah bertemu dengannya?"

Pasti menyenangkan berteman dengannya. Kami pernah bertemu hanya sekali. Sewaktu itu dia membelaku karena aku dituduh mencuri. Lalu setelahnya kita berjalan bersama ke rumah sakit karena kebetulan ibunya dokter di rumah sakit tempat Mas Janu di rawat dan kebetulan aku juga sedang menemani Mas Janu cuci darah. Ternyata mereka saling kenal, wah dunia sempit sekali.

Unspoken ScriptTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang