arunika di horizon timur

7 3 0
                                    

Tahun 2020.

Di sebuah kontrakan kecil yang terletak di dalam gang kecil pinggiran ibu kota, terlihat aktivitas manusia di dalamnya yang sudah sibuk sekali. Ketika jarum jam smenunjukkan pukul 05.00 Januar sudah beranjak dari tempat tidurnya. Langkahnya bergerak menuju dapur dimana sudah ada Rinai yang tampak sibuk berkutat dengan alat masak di hadapannya.

Selamat pagi Mas Janu, ayo kita sarapan sama-sama.

Rinai menggunakan gerakan tangannya menyapa Januar.

"Maaf Mas Janu agak kesiangan ya jadi kamu yang harus masak sarapannya."

Mulai besok Rinai saja yang memasak. Sekarang kemampuan memasak Rinai sudah bagus kok diajarkan oleh kakek.

Lantas keduanya sudah duduk berhadapan di sebuah tikar yang tergelar di ruang tengah. Saat satu suapan nasi goreng masuk ke mulutnya, Januar akhirnya bisa mempercayai kemampuan memasak Rinai yang berkembang tidak seperti saat pertama kali mereka pindah ke kontrakan ini. Januar ingat kala itu Rinai hampir saja membakar dapur karena mencoba untuk memasak.

Setelah membereskan semua peraltan masak dan makan masing-masing, Rinai segera berpamitan untuk pergi menuju sekolahnya menggunakan bus kota. Januar memang mendaftarkan Rinai ke sekolah khusus yang menerima kekurangannya, Sekolah Luar Biasa. Mendiang ayahnya dahulu selalu berpesan untuk menamatkan sekolah sebaik mungkin maka dari itu Januar selalu berusaha untuk mendukung kelangsungan sekolah adiknya. Ketika adiknya sudah menghilang dari pandangannya, Januar segera mengunci pintu rumah dan mengayuh sepedanya menuju ke sebuah rumah sederhana yang terletak di gang sebelah. Di rumah itu terdapat banyak sekali kayu rotan yang akan digarap menjadi sebuah kerajinan anyaman.

Begitulah rutinitas Januar dan Rinai ketika hari biasa. Diawali sarapan bersama kemudian keduanya berpisah untuk melakukan kegiatan masing-masing. Sang kakak akan bekerja sedangkan sang adik menuntut ilmu. Jika pada hari Sabtu dan Minggu di saat sekolah libur, Rinai akan turut serta ikut ke sebuah rumah yang memproduksi anyaman rotan. Dengan bakat melukis miliknya, Rinai akan membuat desain lukis di rotan tersebut.

Setelah pintu diketuk muncul daksa seorang pria usia senja dengan senyumnya menyapa Januar. Sang kakek yang dimaksud dengan Rinai tadi adalah pria usia senja pemilik sebuah toko kerajinan anyaman rotan sekaligus kontrakan yang Januar tempati sekarang.

"Eh Nak Janu ayo masuk. Sudah sarapan belum? Kalau belum ayo sarapan sama-sama."

"Janu sudah sarapan kok, Kek. Janu langsung mulai lanjutkan menganyamnya ya."

Pria dengan usia kepala tujuh itu mengangguk membiarkan Janu menyelesaikan pekerjaannya. Tangan keriputnya menepuk pundak Januar pelan.

"Bagaimana kondisi kesehatan kamu? Kata Rinai kemarin kamu sempat dirawat di rumah sakit."

"Oh kemarin Janu hanya cuci darah biasa kok. Sekarang Janu sudah lebih baik."

Sang kakek mengangguk mendengar penuturan Januar, "Kalau ada masalah dengan biaya pengobatan–"

"Kakek, Janu kan sudah bilang berkali-kai jika kakek tidak perlu khawatir dengan biaya pengobatan Januar. Januar masih ada tabungan kok. Kakek sudah banyak membantu Januar, Januar tidak ingin merepotkan kakek lebih jauh lagi."

Januar tentu sangat berhutang budi dengan sang kakek karena bantuannya kala itu saat Januar dan Rinai pertama kali merantau ke Jakarta. Saat itu mereka baru saja tiba di Jakarta pada dini hari ditambah Rinai yang diserang demam membuat mereka terpaksa untuk beristirahat di sebuah pelataran toko anyaman rotan. Saat mereka tiba disini, mereka memang tidak memiliki tempat untuk dituju. Paginya, Sang kakek yang menemukan mereka tertidur di pelataran toko awalnya mengira mereka adalah kedua anak pembangkang yang kabur dari rumah. Namun setelah mendengar cerita dari Januar, sang kakek lantas menawarkan bantuan dengan mengizinkan mereka untuk tinggal di kontrakannya yang memang saat itu tidak ada yang menempati. Karena uang yang dibawa Janu masih kurang untuk membayar sewa, maka Januar menawarkan diri untuk bekerja sebagai pengrajin rotan membantu sang kakek sebagai bayaran untuk sewa kontrakan. Januar tentu tidak akan merepotkan sang kakek lagi dengan membayar biaya pengobatannya kendati Januar tau jika kini sedang masa sepi pesanan.

Unspoken ScriptTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang