pertemuan tak disengaja - (revisi)

27 3 2
                                    

Tahun 2030. 14 Hari Sebelum Podcast.

Pria dengan dua ikat bunga aster di tangannya berjalan menuju kedua makam yang terletak bersebelahan. Ia meletakkan bunga aster di kedua makam, lantas dirinya duduk bersimpuh di depan makam tersebut dengan kedua air mata yang sudah mengalir deras.

Nyatanya, meskipun waktu sudah berlalu, perasaannya masih tetap sama.

"Kenan?" suara wanita yang menyerukan namanya membuat Kenan menolehkan kepala ke sumber suara.

Kejadian tak terduga setelahnya adalah ketika wanita yang menyerukan namanya justru menarik kuat kerah bajunya sehingga memaksa Kenan untuk berdiri menghadap sang wanita yang lebih pendek darinya. Wanita di depannya terlihat menahan tangis sekaligus kemarahan yang terpendam. Melihat hal tersebut, Kenan menundukkan kepalanya dalam, enggan melihat kekecewaan yang tertampang nyata di hadapannya.

"Lima tahun Nan, lima tahun lo hilang tanpa bisa dihubungi sama sekali," sang wanita tersebut akhirnya berhasil menumpahkan air matanya yang sudah ia tahan sedari tadi.

"Maaf, Maafin gue, Anna."

Kenan tau bahwa sikap gegabahnya dahulu membuat keadaan semakin runyam. Jadi disinilah dia, kembali pulang untuk berusaha menyampaikan penyesalannya.

Akhirnya Kenan dan Anna memutuskan untuk berbincang di salah satu cafe yang tak jauh dari tempat pemakaman.

"Gue kira lo beneran udah mati setelah nulis buku 5 bulan itu," ucap Anna sembari menyesap kopi hitamnya.

"Maaf gue udah menghilang tiba-tiba. Gue merasa perlu menata sedikit hati gue setelah kejadian itu."

"Terus apa tujuan lo kembali?" Anna bertanya dengan suara nya yang terdengar tidak ramah sama sekali.

"Gue mau bertemu kalian lagi, minta maaf atas sikap gegabah gue sekaligus—" Kenan menghentikan ucapannya, menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara.

"Berusaha mengikhlaskan dia yang sudah pergi."

Anna tersedak kopinya sendiri, melebarkan matanya setelah mendengar kalimat tersebut.

"After 5 years lo kabur ke luar negeri masih belum ikhlasin dia? Gila," Anna berucap sarkastik.

"Dia cinta pertama gue, Ann. Lima tahun memilih buat pergi dan seolah-olah lari sebagai cara gue melampiaskan kesedihan ternyata buat gue capek sendiri. Gue sadar bukan ini caranya berdamai sama keadaan."

Anna yang sedari tadi berusaha mati-matian untuk mempertahankan wajah ketusnya mendadak sirna digantikan dengan isak tangis serta air mata yang turun di kedua pipinya.

"Gue bertahan disini, mengunjungi makam mereka setiap hari seperti yang lo lakuin lima tahun lalu, berharap suatu saat lo ada di sana juga karena pasti makam itu yang menjadi satu-satunya alasan lo akan kembali."

****
Tahun 2020.

Pagi hari ini, Raila dengan tas sekolah dipundaknya melangkahkan tungkainya menuju salah satu halte bus. Tak menunggu lama, bus yang akan mengantarkannya ke sekolah tiba di halte tersebut. Raila lantas melangkah masuk, berbaur dengan orang lain di dalam bus. Pagi ini, bus sedikit padat. Mayoritas didominasi anak dengan seragam sekolah seperti dirinya, lalu ada juga yang sudah rapi menggunakan setelan jas kantoran dengan mata yang terkantuk-kantuk karena semalaman begadang menyelesaikan pekerjaan. Jalanan juga luar bisa padat dengan deru mesin kendaraan dan klakson yang dibunyikan saling bersautan seolah-seolah tergesa oleh waktu. Bus semakin memadat ketika pemberhentian halte selanjutnya, satu persatu orang ramai memasuki bus. Raila yang melihat seorang ibu hamil dengan segera berdiri dan merelakan tempat duduknya.

Unspoken ScriptTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang