Chapter Ten - Male With Silver Hair

7K 635 20
                                    

Keheningan mencekik menguasai kediaman Duke Vaske. Bahkan Count Lisseles, yang biasanya tenang, tampak gelisah tak menentu. Damiane terpana melihat ekspresi sang Duke dan Duchess yang begitu berbeda dari biasanya. Seakan topeng kesopanan mereka tercabik, memperlihatkan amarah yang mendidih di bawah permukaan.

Teringat kembali tatapan tajam duchess Seraphina saat keluar dari ruangan Duke Aaron seolah sedang membawa badai sedangkan sang duke keluar dengan langkah gontai, tubuhnya tegang seperti busur yang siap melenting. Tangannya mengepal, buku-buku jarinya memutih. Damiane tahu bahwa Duke sedang berusaha keras mengendalikan amarahnya.

Akan tetapi, sorot dari kedua iris hitam milik Duke Aaron seolah mengatakan hal yang berbeda. Terdapat kesedihan dan juga kecewa di dalamnya, seakan dunia yang ia kenal telah runtuh di hadapannya. Tatapannya yang biasanya tajam dan penuh percaya diri kini redup, bagai lilin yang hampir padam.

Damiane yang sejak tadi berdiri didepan kamar sang Duke hanya bisa memejamkan mata, mencoba menebak apa yang terjadi.

Mengapa sang Duke bisa sampai seperti ini? Mengurung diri selama berhari-hari didalam kamarnya dan tidak memperdulikan tumpukan dokumen penting dikantornya.

Sikap ini sangat berbeda dari duke yang biasanya tidak pernah mengabaikan tugas-tugasnya.

Dia adalah sosok yang gila kerja. Damiane sampai berpikir bahwa sang Duke tidak pernah tertarik pada hal lain selain dokumen-dokumen membosankan itu dan.. para wanita?

Namun, disisi lain, Damiane menduga bahwa sang duke sengaja menyibukkan dirinya dengan pekerjaan agar bisa melupakan atau bahkan mengalihkan pikirannya dari sesuatu yang tidak dia ketahui.

Damiane terus menerawang, pikirannya melayang berusaha menebak-nebak apa yang sang Duke sembunyikan sehingga mengusik dan membuat dirinya tidak tenang. Apakah sang mendiang duchess terdahulu? atau ternyata, keberadaan duchess saat ini?

Saat tengah tenggelam dalam lamunan, langkah kaki tergesa-gesa memecah kesunyian. Seorang pelayan dengan wajah yang pucat pasi, berlari mendekat.

"T-tuan Lisseles!" seru pelayan itu, napasnya tersengal-sengal.

Damiane mengernyit, lalu membuka matanya menatap kearah seorang pelayan yang gelisah.

"Ada apa?"

"Nyonya duchess! Te-telah melarikan diri! saya, sudah mencari di seluruh tempat tapi sama sekali tidak menemukan beliau. Lalu.. di kamarnya hanya ada-"

Cklek!

"Apa yang kau katakan?!"

Pintu kamar sang duke terbuka dengan tiba-tiba. Sosok tinggi besar itu berdiri di ambang pintu, wajahnya menegang.

Sosok Aaron yang biasanya begitu rapi dan penuh wibawa kini berubah drastis. Rambutnya acak-acakan, kemeja yang tak terkancing dengan benar mencuat keluar dari celana, dan sorot mata yang biasanya tajam kini tampak kosong. Bahkan Damiane pun terperangah melihat perubahan drastis majikannya itu.

"Katakan padaku, apa yang baru saja kau katakan? Kau tidak mendengar?!" Suara Aaron menggelegar, penuh amarah.

Pelayan itu menunduk, suara lirihnya memohon maaf.

*M-maafkan saya, Tuan."

"Kau ingin mati?!" Suara Aaron meninggi, terdengar mengancam. "Cepat katakan apa yang telah terjadi!"

"Yang mulia duchess.. melarikan diri. Kami sudah mencari diseluruh penjuru kediaman tapi tidak menemukan beliau. Kami.. hanya menemukan sebuah surat.."

DEFYING FATE: SERAPHINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang