7-

349 53 9
                                    

"Buset, habis dikeroyok warga lu bang? Muka sampe babak belur begitu."

Minho mengalihkan pandangannya dengan tatapan lelah. "Saya habis di pukul sama temen kamu, lix."

Felix terdiam. "Dipukul? Emang lu ngapain?"

"Saya cuma nanya kalau dia beneran mau jadi pacar saya waktu dia habis berantem hebat sama mantannya."

Pemuda cantik yang kini menghampiri sang kakak hanya dapat menggelengkan kepalanya.

Meratapi betapa bodohnya pria yang 10 tahun lebih tua darinya itu dalam hal percintaan.

"Makanya selama 27 tahun hidup, kali-kali pacaran kek. Biar ga keliatan begonya."

"Saya ga punya banyak waktu, lix. Kerjaan saya banyak."

"Yeuu, sekalian aja lu nikahin lu halalin tuh kerjaan." Ujar Felix kesal sembari menonyor kecil luka pada pipi kiri Minho.

"Aduh, lix. Sakit."

"Bodoh amat."

Niat awal ingin membantu sang kakak, malah berujung dirinya yang kesal dengan ketidakpekaannya.

"Pulang sekolah besok gua mau ngedate ama si boncel jadi lu gausah jemput gua. Tapi kalo lu mau jemput dia, jemput aja."

"Kenapa saya? Saya kan bukan siapa-siapa dia."

"Bang, pipi kanan lu masih oke. Mau gua pukul sekalian juga gak?"

Minho menggeleng.

"Saya takut dia nolak terus maki-maki saya lagi, lix. Sayanya mah gak papa di maki-maki gitu. Cuma kasian sama suara dia. Emosinya juga pasti ikut ga stabil karena saya."

"Lu kalo mau dapet cintanya ya harus kejam dong, bang. Kalo klemer-klemer gitu, dianya juga ogah sama lu."

"Kamu kalau lagi ngomong sama saya bisa ga gunain bahasa yang saya paham juga?"

Felix menarik rambutnya frustasi. "Kuper bangsat!"

"Iya maaf."

"Gua panggilin bang Chan aja ya bang. Berguru sama dia supaya bisa jadi buaya darat yang pro."

"Kok bua-"

"Udah diem aja lu, sat. Kalo mau dapetin si Jisung, mending lu nurut aja ama gua."

Minho langsung terdiam. Kepala yang lebih tua mengangguk patuh.

"Besok, jadwalnya Bu Jihyo. Guru sejarah yang punya 'melon' gede itu. Gua yakin Jisung milih bolos. Kalo mau lu tungguin dia di halaman belakang sekolah."

"Tapi saya besok kerja."

"Ijin aja lu besok. Alesannya sakit kek habis di keroyok warga atau apa."

"Sekretaris saya terus gimana? Masa iya saya ninggalin dia sendirian ngurus pekerjaan."

"Gua capek bang. Intinya lu mau dapetin Jisung apa kagak?"

"Saya mau."

"Yaudah. Tinggalin nurut apa kata saran gua."

Minho menghela napas. "Iya, nanti saya ijin alasannya mau nyari pacar."

"Seterah lu bang. Dah, gua mau ke taman dulu. Ada janji ama si boncel."

"Hati-hati, lix. Pulangnya jangan malam-malam, besok kamu sekolah."

Felix hanya mengacungkan ibu jarinya.

"Habis ini pelajaran siapa, lix?"

"Hmm? Bu Jihyo."

"Gua bolos lah. Ga tahan sama bacotan dia tiap giliran gua baca materinya."

Felix yang tengah menyalin catatan milik Seungmin mengalihkan pandangan.

"Lewat halaman belakang sekolah aja, sung. Di jamin aman. Soalnya di jam pelajaran kayak gini, guru pada jarang lewat sono."

"Beneran? Sip, makasih sarannya lix. Gua otw."

Pemuda tupai itu lantas bergegas menuju halaman belakang sekolah.

Sepi. Seperti apa yang dikatakan Felix.

Dengan mudah Jisung memanjat dinding perbatasan, namun sedikit tidak mulus saat mendarat, membuatnya meringis kecil.

"Hannie."

Jantung milik si tupai hampir loncat dari tempatnya.

"Bangsat! Om, lu ga kapok apa gua pukul kemaren? Masih berani-beraninya muncul di depan gua."

"Saya cuma mau ngajak kamu ke kafe."

"Kenapa? Butuh temen? Kan lu bisa nyari orang lain. Kenapa harus banget ama gua?"

Minho menarik tangan yang lebih kecil. "Karena saya nyamannya sama kamu, Hannie."

Jisung melemparkan tatapan jijiknya.

"Seberapa besar emangnya lu suka sama gua, om?"

"Saya ga bisa ungkapin itu, Hannie. Karena saya sendiri ga yakin seberapa besar saya cinta sama kamu."

Decakkan kesal terdengar keluar dari bibir mungil itu.

"Om, jujur gua sebenernya ga masalah mau orang yang suka gua itu cewe apa cowo. Tapi masalahnya kalo orang yang suka sama gua modelan orang tua kaku kayak lu, gua juga ga mau."

"Tapi saya bisa belajar. Saya usahain buat kamu nyaman sama saya, Hannie."

Minho semakin erat menggenggam tangan milik Jisung.

"Dari pada pacaran, mending lu sama gua ngejalanin hubungan simbiosis, om."

Kedua alis yang lebih tua tampak menukik kedalam. "Hubungan simbiosis?"

Jisung mengangguk. "Lu boleh jadiin gua baby sugar lu, atau jadiin gua pacar lu. Tapi timbal baliknya buat gua, lu harus mau nurutin semua yang gua bilang."

"Kalau saya ngelangar atau gak bisa nurutin apa yang kamu mau, resikonya apa?"

Otak kecil Jisung sejenak berpikir keras. "Oh, mereka yang ngelangar harus dikasih hukuman."

"Hukuman?"

Si tupai mengangguk. "Hukumannya bebas. Tergantung sama pihak yang bersangkutan. Gimana?"

"Tapi saya boleh minta kamu nurutin apa yang saya bilang juga gak?"

"Selama lu mau nurutin apa yang gua bilang." Ujar Jisung sembari mengedikan kedua bahunya acuh.

"Kalau gitu, mulai sekarang kamu milik saya."

Anggukan malas Minho dapatkan.

"Saya mau kamu temenin saya di kafe pinggir jalan. Saya traktir kamu."

Senyum sumringah dari Jisung terpatri jelas.

"Nah, gitu dong."

Tangan Minho terulur. Jisung yang melihatnya sejenak nampak kebingungan, namun detik berikutnya sang empu menerima uluran tangan tersebut.

Keduanya berjalan menuju kafe yang terletak tidak jauh dari posisi mereka berada.

TBC

Damaiin dulu, sebelum ku guncang lagi :')

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Damaiin dulu, sebelum ku guncang lagi :')

27/07/24

[1] 𝗦𝗧𝗥𝗔𝗜𝗚𝗛𝗧 || MinSungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang