“Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!
Bismillahirrahmanirrahim..”اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ مُحَمَّدٍ{◆}
.
.
."Eh Humta, udah dateng?"
Afifah yang saat ini sedang duduk di kursinya sambil membaca sebuah buku menoleh pada seorang wanita berseragam siswa SMA sama sepertinya.
"Assalamu'alaikum, pagi Reva," Afifah menyapa balik.
Dia, Revalina. Seorang siswa sekolah menengah atas yang dikenal sebagai teman dekat dari Afifah. Mereka sudah bersama sejak kelas satu SMA, namun mereka dipisahkan saat kelas sebelas dan dipertemukan kembali di kelas tingkat tertinggi ini.
Revalina menunjukkan cengirannya, ia meletakkan tasnya di meja dan duduk di kursinya tepat di depan Afifah.
"Wa'alaikumussalam, oh iya, Ta, lo udah selesai ngerjain tugas yang kemarin?" tanya Revalina mulai mengeluarkan bukunya.
Afifah mengangguk. "Udah dari minggu lalu, kamu ini kebiasaan banget lho... kita bentar lagi ujian kelulusan, jangan menunda-nunda tugas bahaya kalau nanti gak lulus..."
Revalina menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ya gimana ya... gue ini anak bungsu, kakak kakak gue udah pada sukses gue jadi gak semangat buat sukses pengen memecahkan rekor jadi satu-satunya anak yang gagal!"
"Salah itu cita-citanya! Kalau kakak kakak Reva udah berhasil, udah sukses ya.. berarti Reva harus termotivasi biar lebih sukses."
Revalina menatap sosok wanita bermasker di hadapannya. Meski begitu ia sadar betul jika temannya itu kini tengah tersenyum, bisa ia lihat mata gadis di hadapannya ini menyipit karena senyumnya.
Ya, benar sekali saat bersekolah Afifah akan menggunakan masker karena adanya batasan berpakaian bagi siswa.
"Makasih ya Hum, lo selalu bisa bawa gue ke jalan yang benar." ucap Revalina tiba-tiba.
Afifah menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, Afifah gak pernah berbuat apapun. Kalau memang Revalina merasa lebih baik, lebih lega setelah mendengar ucapan Afifah, itu karena Allah yang mengijinkan. Bukan karena Afifah." sangkal Afifah.
"Iya dah iya, serah lo aja." Revalina kini menarik kursinya mendekati Afifah. "Ngomong-ngomong kok ini kelas sepi amat ya? Jadi aneh deh rasanya,"
Afifah melirik Revalina heran. "Aneh gimana?"
"Gak tau kayak ada yang ilang aj--"
"Assalamu'alaikum guys! Teo ganteng is back!" seru seorang siswa pria yang mengakui bernama Teo memasuki kelas mereka.
"Pantesan kayak ada yang kurang, toanya baru dateng ternyata." monolog Revalina.
"Wa'alaikumussalam," ucap Afifah menjawab salamnya.
"Eh, Humta met pagiii!" sapa Teo.
"Jangan gak tau diri deh lo." ucap seorang siswa lain menyeret baju Teo yang mendekati Afifah agar menjauh dari sana.
"Jadi... Humta cantik~ gue mau liat tugas lo dong!" Revalina menunjukkan puppy eyes-nya.
Afifah mengeluarkan bukunya. "Fifah gak bisa kalau langsung kasih jawabannya, mending Reva baca aja catatan Afifah, insyaa Allah ada kok jawabannya di sini." ucap Afifah menepuk buku catatan pelajaran Biologi miliknya.
Senyum Revalina yang awalnya sangat lebar kini mulai melengkung ke bawah. "Lo mah..."
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, pagi anak-anak. Bagaimana tugasnya sudah selesai?" ucap seorang wanita yang diketahui sebagai guru tersebut begitu memasuki kelas.
"J*rr! Kok udah dateng aja sih tuh guru! Belum bel juga!" umpat Revalina berbisik.
Afifah menggeleng lelah. "Tunggu dua menit juga bel kok."
"Bu! Si Reva belum ngerjain nih bu!"
"Iya bu dia malah mau nyontek tugas Afifah!"
Revalina menoleh dan menatap garang sekumpulan lelaki yang malah menyudutkan dirinya. Dan yang paling membuatnya kesal adalah, bisa-bisanya Teo dan Ryo ikut-ikutan.
"Anj*ng kata gue teh!"
ᨏᨐᨓ 𝑨𝒀𝑨𝑵ᨓᨐᨏ
"Terima kasih cikgu!"
"Terima kasih kembali budak-budak Tadika, cikgu nak balik, dadah!"
Revalina terkekeh geli dengan tingkah random gurunya itu. "Beneran deh Ta, guru disini gak ada yang bener,"
"Gitu gitu juga mereka guru yang udah kasih kita ilmu kok,"
"Ilmu ngelawak sih iya." sahut Teo.
Revalina memukul pelan tangan Teo. "Hum ayo balik," ajaknya.
"Ayo."
Revalina dan Afifah duduk bersama di halte sekolah mereka menunggu jemputan. "Lo hari ini dijemput gak?"
Afifah menggedikkan bahu. "Kalau abang gak sibuk pasti jemput, kalau abang sibuk ya nggak," jelas Afifah.
"Terus kalau abang lo gak jemput, lo pulang sama siapa?" tanya Revalina.
"Reva kepo banget sih hari ini,"
"Hehe... ya gue pengen tau makanya gue kepo."
"Kalau abang gak jemput kayaknya jalan kaki, lagian jaraknya gak jauh kok, cuman tiga kilo." gurau Afifah.
"Lucu banget sih Humta! Sumpah!" balas Revalina. "Lagian kenapa lo gak bawa motor?"
"Oh itu... kunci motor Afifah patah, makanya harus di taro bengkel dulu," entengnya.
"Kok bisa?!"
"Ya bisa,"
"Afifah! Ayo pulang!" seru Gavin dari mobilnya.
"Tuh abang udah dateng, Afifah duluan ya!" pamit Afifah.
"Eh, eh! Humta!"
"Kenapa?"
Revalina berlari kearah Afifah dan merangkulnya membuat Afifah hampir terjatuh. "Gue ikut sama lo ya,"
"Ngapain?"
"Mau caper sama abang lo!" bisik Revalina.
"Ih! Gak boleh!" Afifah langsung berlari ke dalam mobil. "Abang ayo pulang!"
"Humta! Kok gue di tinggal?!"
༻꫞ 𝑇𝑜 𝐵𝑒 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑖𝑛𝑢𝑒꫞༺
𝐴𝑠𝑠𝑎𝑙𝑎𝑚𝑢'𝑎𝑙𝑎𝑖𝑘𝑢𝑚 𝑤𝑎𝑟𝑎ℎ𝑚𝑎𝑡𝑢𝑙𝑙𝑎ℎ𝑖 𝑤𝑎𝑏𝑎𝑟𝑎𝑘𝑎𝑡𝑢ℎ!
𝑆𝑒𝑘𝑖𝑎𝑛 𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑝𝑎 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙𝑘𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑗𝑎𝑘
(𝑀𝑒𝑠𝑘𝑖 𝑐𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑔𝑎𝑘 𝑏𝑎𝑔𝑢𝑠)
𝑉𝑜𝑡𝑒 ⭐
𝐶𝑜𝑚𝑚𝑒𝑛𝑡 💬𝑇𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑘𝑎𝑠𝑖ℎ 𝑤𝑎𝑠𝑠𝑎𝑙𝑎𝑚𝑢'𝑎𝑙𝑎𝑖𝑘𝑢𝑚 𝑤𝑎𝑟𝑎ℎ𝑚𝑎𝑡𝑢𝑙𝑙𝑎ℎ𝑖 𝑤𝑎𝑏𝑎𝑟𝑎𝑘𝑎𝑡𝑢ℎ ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
My Home Is My Heaven
Teen Fiction𝑨𝒔𝒔𝒂𝒍𝒂𝒎𝒖'𝒂𝒍𝒂𝒊𝒌𝒖𝒎 𝒘𝒂𝒓𝒂𝒉𝒎𝒂𝒕𝒖𝒍𝒍𝒂𝒉𝒊 𝒘𝒂𝒃𝒂𝒓𝒂𝒌𝒂𝒕𝒖𝒉... . . . "𝑴𝒚 𝒉𝒐𝒎𝒆 𝒊𝒔 𝒎𝒚 𝒉𝒆𝒂𝒗𝒆𝒏" 𝑺𝒆𝒃𝒖𝒂𝒉 𝒌𝒂𝒕𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒎𝒖𝒏𝒄𝒖𝒍 𝒌𝒆𝒕𝒊𝒌𝒂 𝒌𝒂𝒎𝒖 𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓-𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓 𝒎𝒆𝒓𝒂�...