“𝗔𝘀𝘀𝗮𝗹𝗮𝗺𝘂'𝗮𝗹𝗮𝗶𝗸𝘂𝗺 𝘄𝗮𝗿𝗮𝗵𝗺𝗮𝘁𝘂𝗹𝗹𝗮𝗵𝗶 𝘄𝗮𝗯𝗮𝗿𝗮𝗸𝗮𝘁𝘂𝗵!
𝗕𝗶𝘀𝗺𝗶𝗹𝗹𝗮𝗵𝗶𝗿𝗿𝗮𝗵𝗺𝗮𝗻𝗶𝗿𝗿𝗮𝗵𝗶𝗺..”اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ مُحَمَّدٍ{◆}
.
.
."Kenapa bapak panggil saya?"
Fathan menyodorkan segelas teh hangat pada sosok pria di hadapannya. "Saya mau bertanya sama kamu nak. Kemarin saya tidak berpikir panjang makanya saya sembarangan meminta kamu untuk menikahi anak saya,"
"Saya mengerti kok pak, itu memang salah saya."
"Sekarang saya mau bertanya, saya tau kamu sama sekali tidak memiliki perasaan terhadap putri saya, tapi pertanyaannya... akankah kamu bisa mencintainya?"
Ryan tertegun mendengar pertanyaan yang di lontarkan Fathan. "Saya yang sudah menjaganya sejak ia bayi, saya yang merawatnya, saya yang membesarkannya. Bagi saya, kebahagiaannya adalah segalanya dari pada kebahagiaan saya sendiri."
"Saya takut kalau saya menyerahkan dia padamu, apa yang akan anak saya rasakan? Kebahagiaan kah? Atau malah kesengsaraan?" ucap Fathan.
"Bapak tenang saja saya pasti bisa membiayai hidup anak bapak, lagipula saya dan anak bapak baru akan menikah setelah dia lulus sekolah 'kan?"
Fathan menggeleng mendengar penuturan Ryan yang sepertinya salah mengartikan. "Bukan kesengsaraan materi yang saya maksud nak, yang saya maksud adalah perihal batinnya."
"Setiap kali dia sedih, dia selalu berlari ke pelukan saya dan menangis, apakah kamu bisa melakukannya? Setiap kali dia marah, dia selalu datang pada kakaknya untuk sekedar berbagi, apakah kamu bisa melakukannya? Bisakah kamu berikan semua itu?"
"Gimana pun gak ada manusia yang sempurna pak,"
"Saya tidak menuntut kamu sempurna nak, anak saya juga memiliki banyak kekurangan. Tapi satu yang saya minta dari kamu, sayangi anak saya. Jika dalam waktu lama setelah menikah dengannya nanti kamu masih belum bisa tulus menyayanginya, katakan pada saya biar saya yang membawanya kembali ke rumah ini."
"Renungkan lah lagi keputusanmu, jika kamu ikhlas ingin menikahinya katakan pada saya, dan jika kamu berubah pikiran... silahkan katakan juga pada saya."
Ryan menghela nafas. "Akan saya pikirkan baik-baik,"
"Terima kasih atas pengertianmu."
"Saya pamit. Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumussalam..."
ᨏᨐᨓ 𝑨𝒀𝑨𝑵ᨓᨐᨏ
"Abang bisa gak kalau keluar rumah jangan rapih-rapih banget?" tanya Afifah membuat Gavin menautkan alisnya bingung.
"Emangnya kenapa?"
"Menabung dosa kaum hawa." celetuk Afifah.
"Hahaha!" Gavin tertawa mendengar ucapan Afifah itu. "Mana ada nabung dosa,"
"Ada kok, 'kan mereka jadinya pada salfok gara-gara terpesona sama abang,"
Gavin terkekeh geli. "Itu mah salah temen-temen kamu bukan salah abang,"
"Iya deh iya, makanya cepet-cepet halalin perempuan yang abang suka, gak baik tau mendam perasaan lama-lama,"
"Apa sih, orang kamu sendiri 'kan yang bilang sama abang, tunggu aja kalau jodoh pasti bersama." balas Gavin.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Home Is My Heaven
Teen Fiction𝑨𝒔𝒔𝒂𝒍𝒂𝒎𝒖'𝒂𝒍𝒂𝒊𝒌𝒖𝒎 𝒘𝒂𝒓𝒂𝒉𝒎𝒂𝒕𝒖𝒍𝒍𝒂𝒉𝒊 𝒘𝒂𝒃𝒂𝒓𝒂𝒌𝒂𝒕𝒖𝒉... . . . "𝑴𝒚 𝒉𝒐𝒎𝒆 𝒊𝒔 𝒎𝒚 𝒉𝒆𝒂𝒗𝒆𝒏" 𝑺𝒆𝒃𝒖𝒂𝒉 𝒌𝒂𝒕𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒎𝒖𝒏𝒄𝒖𝒍 𝒌𝒆𝒕𝒊𝒌𝒂 𝒌𝒂𝒎𝒖 𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓-𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓 𝒎𝒆𝒓𝒂�...