"Gue... gue suka sama lo Ryan!"
Ryan. Lelaki yang tengah duduk diatas motor balapnya dengan helm full face-nya itu menoleh dan langsung turun dari motornya. Ia lepas helmnya menunjukkan wajah sempurna dengan rahang tegasnya. "Sorry, gue punya tipe cewek gue sendiri. Dan lo... jauh dari apa yang gue mau. Gue lebih suka ukhty yang bisa jaga diri dari pada cewek yang gak bisa jaga diri kayak lo."
Ryan tersenyum smirk. "Sampai kapan pun lo, gak akan bisa masuk kategori tipe gue."
"Haha! Cerdas banget cara lo nolak dia! Rasain lo cewek murahan!" Batin Ryan.
Ryan melajukan motornya dengan kecepatan tinggi menuju sebuah bangunan yang memiliki papan reklame bertuliskan "Night Club".
"Good night guys! Gue dateng, oh iya lo semua inget sama cewek yang dikejar-kejar Kevin 'kan?" Tanya Ryan begitu masuk ke dalam sebuah ruangan VVIP yang sudah ia pesan untuk nongkrong bersama teman-temannya.
"Ngapain juga lo bahas Ruby?" Sinis Kevin.
Ryan duduk disamping Kevin, tangan kirinya ia gunakan untuk merangkul Kevin, sementara tangan kanannya menggapai segelas wine dan meminumnya. "Hah... tadi cewek murahan itu nyatain perasaannya ke gue!" Serunya.
"Hah? Jinjja?! Terus gimana?" Hero ikut menanggapi.
"Ya... gue tolak sarkas sebagai pembalasan Kevin ke dia. Lagian dia pikir cewek macam dia pantas buat cowok sempurna macam gue? Nggak lah!"
Kevin menuangkan wine pada gelas Ryan seraya tersenyum puas. "Gue sih udah duga lo gak bakalan nerima perasaan dia." Ucapnya seraya bersulang dengan ke empat temannya.
"Malam ini cuman kita berlima yang datang. Oh iya Ryan, lo gak bakalan diomelin mama lo lagi 'kan?" Ucap seorang pria bernama Xion. Pria ini berbeda dengan teman-temannya yang lain. Jika teman-temannya sangat kekanak-kanakan sehingga semua yang mereka lakukan bisa menyebabkan masalah, maka katakanlah Xion adalah sang penyelamat yang selalu meloloskan mereka dari masalah. Tentu saja karena ayahnya adalah seorang anggota kepolisian.
"Mama gue lagi pergi sama papa. Gak tau sih mau kemana, bodo amat gue mah gak bakal mikirin. Lagian mereka punya anak berasa gak punya anak kali ya, gue gak pernah diperhatiin sama mereka." Jawab Ryan. "Gue bilang begini bukan berarti karena gue pengen orang tua gue perhatian atau apapun itu ya sama gue, cuman... gue muak! Oke gue tau mereka sibuk nyari cuan buat gue hidup enak. Tapi... gue baru sadar ternyata duit doang gak bisa bikin masa kecil gue bahagia. Dan sekarang... gue gak akan bisa balik jadi kayak dulu." Ocehnya.
Lean yang mendengar keluh kesah temannya itu hanya bisa menghela nafas berat. Entahlah sudah berapa kali pria itu menceritakan ini semua, ya memang apa yang Ryan katakan itu benar, hanya saja mereka berempat sudah bingung harus merespon bagaimana.
"Gak ada yang mau ngomong nih? Ya udah lah, gue cabut aja." Putus Ryan.
"Lo mabuk. Jangan dulu pulang. Gue gak mau lo malah bikin masalah baru." Cegah Lean.
"Ck! Lo tenang aja, gue Ryan! Minum berapa botolpun gak bakal gue kehilangan kesadaran!" Seru Ryan.
"Suka-suka lo aja lah, kalau lo buat masalah tenang aja, papy gue gak akan ikut campur!" Celetuk Xion.
"Gue balik bye!" Ryan melambaikan tangannya. Ia berjalan dengan sedikit sempoyongan hingga hampir menabrak pintu di hadapannya.
"Yakin gak bakal buat masalah bro!" Seru Kevin.
"Yoi!" Balas Ryan.
✧༺♥༻✧
Malam ini sekelompok gadis sedang berjalan bersama di trotoar jalan. Masing-masing gadis itu memegang sebuah kitab suci Alquran yang sentiasa mereka peluk.
"Ayo cepat jalannya anak-anak!" Seru seorang gadis yang terlihat lebih tua. Kelihatannya dia sedang menjaga anak-anak yang baru pulang mengaji bersamanya.
Afifah, gadis berniqab itu berjalan dipaling belakang untuk menjaga anak-anak. "Abang mana ya..? Katanya mau jemput..." Gumamnya. Kalau boleh jujur dia merasa takut berjalan sendirian seperti ini.
Biasanya dia akan ditemani oleh kakak laki-lakinya tapi sekarang, karena ada urusan rumah dia tidak bisa menemani Afifah.
Tidddd!
"Goodnight ladies..."
Afifah berdiri di hadapan anak-anak bermaksud melindungi mereka. "Jangan ganggu kami." Ucap Afifah dengan kepala yang masih tertunduk.
Pria itu yang tak lain adalah Ryan turun dari motornya. Ia membuka helm full face miliknya dan mendekat menatap Afifah. "Cantik cantik kok wajahnya ditutup? Gak rugi emang?" Ryan yang saat ini dalam kondisi mabuk menyentuh wajah Afifah yang tertutup niqab.
Afifah mundur. "Anak-anak, jangan pedulikan kakak. Kalian pergi sekarang." Titahnya meski sebenarnya diapun merasa takut dengan situasi saat ini.
"Tapi kak--"
"Pulang. Kasian orang tua kalian menunggu."
"Heh! Lo gak akan bisa pergi dari gue!" Ryan menggenggam tangan Afifah yang terbalut handsock.
Cairan bening dengan mulusnya berhasil lolos dari pelupuk mata Afifah. "Anak-anak. Pulang." Tegasnya. Anak-anak itu pun berlari pergi, tujuan mereka saat ini adalah rumah Afifah untuk memberitahukan apa yang terjadi disini, kepada abang Afifah.
"Waw... lo berani banget ya... memilih hadapin gue sendiri demi melindungi anak-anak itu..."
"Dengar. Saya tidak tau siapa anda dan saya tidak berniat mengetahuinya. Tapi, apa yang anda lakukan salah. Lepaskan tangan saya. Saya haram untuk anda sentuh."
Ryan terkekeh geli. "Emang lo bab*?"
Afifah menggunakan tangan kirinya yang tidak berada dalam genggaman Ryan untuk melepaskan tangannya dari Ryan. "Saya manusia. Bukan hewan."
Ryan tersenyum smirk dengan cekatan ia meraih tangan Afifah menyebabkan kedua tangannya gadis itu berada dalam genggamannya. "Gue suka ini... kedua tangan lo... bisa gue genggam dengan satu tangan..."
"Astaghfirullah... Astaghfirullah..." Afifah terus beristighfar dalam hatinya.
Sebelah tangan Ryan bergerak naik menuju kepala Afifah dimana tali niqab yang ia kenalan berada. "Mau apa anda?! Jangan lancang! Demi Allah saya tidak ikhlas anda melecehkan saya seperti ini!" Air mata Afifah turun semakin deras.
Ryan berdecak kesal. "Gak usah bawa-bawa Allah deh lo! Cadar ini cuman jadi penghalang gue buat liat wajah lo... seharusnya lo gak usah pake ginian.." Ryan menarik tali niqab Afifah dengan kasar.
Degh!
"Damn!"
-------------------------
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh...
Wellcome to my new story!
Cukup sampai disini episode kali ini, akankah Afifah benar-benar dilecehkan oleh Ryan yang mau melihat wajahnya dengan lancang?
Bagi seorang wanita yang memiliki harga diri dan cita-cita berkumpul bersama, putri baginda Rasulullah seperti Afifah, tentu saja hal yang bisa kita bilang hal 'kecil' itu bisa sangat membuatnya kecewa pada dirinya sendiri.
Maka apa yang akan terjadi berikutnya? Saksikan di episode berikutnya hanya di "My Home Is My Heaven"
So... jangan lupa vote dan coment utamakan adab sebelum ilmu. Ana mungkin gak tau siapa aja yang baca tapi utamakan adab ya...
Terima kasih, syukron!
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Home Is My Heaven
Fiksi Remaja𝑨𝒔𝒔𝒂𝒍𝒂𝒎𝒖'𝒂𝒍𝒂𝒊𝒌𝒖𝒎 𝒘𝒂𝒓𝒂𝒉𝒎𝒂𝒕𝒖𝒍𝒍𝒂𝒉𝒊 𝒘𝒂𝒃𝒂𝒓𝒂𝒌𝒂𝒕𝒖𝒉... . . . "𝑴𝒚 𝒉𝒐𝒎𝒆 𝒊𝒔 𝒎𝒚 𝒉𝒆𝒂𝒗𝒆𝒏" 𝑺𝒆𝒃𝒖𝒂𝒉 𝒌𝒂𝒕𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒎𝒖𝒏𝒄𝒖𝒍 𝒌𝒆𝒕𝒊𝒌𝒂 𝒌𝒂𝒎𝒖 𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓-𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓 𝒎𝒆𝒓𝒂�...