Suasana hening diantara mereka berdua, perasaan tegang menyelimuti pada diri gadis itu. Mereka saling bertatapan mata satu sama lain. Rasya menatap Salsa penuh harap dengan jawaban baik yang akan ia dengar dari mulut gadis disukainya. Sementara Salsa menatap Rasya karena tak tahu harus memberi reaksi atau jawaban yang seperti apa, ia tak bisa berpikir jernih untuk saat ini.
Dengan perlahan Salsa melepas genggaman jemari tangan Rasya pada jemari tangannya. Gadis itu menatap lurus ke arah depan, ia terdiam.
Rasya bisa melihat reaksi Salsa tidak bersemangat sama sepertinya. "Kak?" lirihnya sembari memberi tatapan lekat kepada Salsa.
Gadis itu bungkam, ia tengah berpikir.
Salsa merasa bimbang. Ia merasa hatinya senang ketika Rasya menuturkan kalimat tersebut. Di sisi lain, Salsa takut ingin memulai kisah cinta yang ada di depan matanya.
Seperti yang kita tahu, bahwa Salsa sudah mengakhiri kisah asmaranya satu bulan yang lalu dengan Fidel dan berakhir menyakitkan.
Salsa kembali menatap wajah Rasya dengan memberikan pandangan sulit untuk diartikan. Gadis itu bisa merasakan pandangan Rasya kepadanya tulus, tapi ia takut perkiraannya salah lagi. Salsa pernah mengira bahwa Fidel dahulu juga tulus kepadanya, tetapi kenyataannya tak seperti dengan dugaannya. Ia takut hal yang sama terulang kembali dan hanya akan kembali menyakitinya.
"Rasya, pertanyaan kamu barusan, aku belum siap," ujar Salsa.
Apa maksudnya? Pikir Rasya. Laki-laki itu terdiam sejenak, dan akhirnya memberanikan dirinya untuk berucap. "Maksud kakak belum siap?" baliknya.
Salsa menelan ludahnya bulat-bulat, ia menarik kuat napasnya untuk ia buang. Setidaknya, perasaan yang mengganggunya sedikit berkurang. "Aku bilang begitu bukan karena aku nolak kamu, Sya. Tapi, karena aku pengen nyembuhin sakit di diri aku dulu." Gadis cantik itu mulai melipat bibirnya sekuat mungkin. Ia berusaha kuat untuk tidak terlihat lemah lagi di hadapan laki-laki ini.
Perlahan, Rasya menaikkan pandangannya. Ia melihat sekitar, memikirkan apa yang akan dilakukannya selanjutnya untuk meyakinkan gadis ini.
"Aku bisa bantu kakak," papar Rasya mencoba meyakinkannya.
Salsa menggeleng kepalanya pelan. "Enggak, Sya. Yang bisa nyembuhin diri aku, ya diriku sendiri," sahutnya susah payah, suaranya hampir tercekat.
"Untuk menyembuhkan rasa sakit itu harus ada seseorang yang selalu ada untuk kita, kak," ucap Rasya.
"Enggak, Sya. Itu salah," sanggah Salsa.
"Enggak, kak, itu-," sela Rasya cepat dan ucapannya terpotong.
"Sya, please. Aku mohon kamu ngertiin aku." Salsa menatap lekat wajah Rasya. Laki-laki itu hanya terdiam.
"Aku enggak mau kamu jadi pelarian," terang Salsa.
"Tapi, aku siap, kak. Aku mau jadi apapun jika itu berhubungan sama kakak. Manfaatin aku, dan aku enggak akan benci sama kakak," jelas Rasya.
"Aku yang enggak siap, Rasya. Aku enggak mau ngejalanin hubungan yang seperti itu, itu sangat egois untuk diriku sendiri," lirih Salsa.
Suasana saat ini terasa sedikit tegang, mereka beradu argumen dengan pemikiran yang berbeda.
Salsa menatap wajah Rasya dengan tatapan memelas, sedangkan Rasya memberi tatapan tak habis pikir dengan pemikiran gadis dihadapannya ini.
• • •
Terdengar suara gemercik air yang sengaja gadis itu mainkan dengan kakinya. Sore itu, Salsa bermain di kolam milik kakak sepupunya. Ia duduk santai di tepi kolam itu sembari menggerakkan kakinya di dalam air kolam tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into You
Подростковая литература100% fiksi! Just for fun guys On going [Sabtu & Minggu] "Rasya, kamu tau 'kan, kakak itu kakak kelas kamu? Dan kamu juga tau kalo kakak udah punya pacar, bukan?" - Luvera Salsabila "Iya, aku tahu. Emangnya kenapa?" - Rasya Maheswara