22. Come and go(?)

197 32 4
                                    

Suara derap langkah kaki terdengar ramai disalah satu rumah sakit. Orang-orang sekitaran diminta untuk menepi oleh perawat.

Sembab, itulah yang saat ini terjadi pada kedua kelopak mata gadis cantik. Mata dan hidungnya memerah. Suaranya terdengar sangat lirih mendesis nama orang dalam bagian hidupnya.

Jemari tangannya berpegangan kuat pada jemari yang terbaring lemah. Pandangannya tak lepas menatap wajah pucat yang tak sadarkan diri milik temannya, Eli.

Jemari yang menganggur terulur mengelus pipi putih. "Eli..." Suaranya melemah karena ulah menangis yang sedari tadi tak kunjung berhenti.

Anak-anak remaja itu dihentikan oleh perawat. Salsa menatap lemah perawat tersebut. "Kak, saya mau lihat teman saya," lirih Salsa.

"Tidak bisa, yang diizinkan masuk hanya dokter dan perawat. Permisi." Perawat tersebut menutup pintu ruangan operasi yang baru saja Eli masuki.

Salsa kembali menangis, ia berusaha memaksa masuk disaat Gito berusaha menahannya. "Kak, aku mau lihat keadaan Eli, aku mau temenin Eli," ucapnya tak bertenaga.

"Iya, aku tau kamu khawatir sama Eli. Kita disini juga khawatir sama Eli, Sa. Tenang, ada dokter yang nanganin, Eli bakal baik-baik aja," papar Gito sembari membantu Salsa untuk duduk.

Drtt... Drtt...

"Halo..."

...

"Baik, pak. Saya ke sana sekarang." Gito mengakhiri panggilan telepon tersebut.

Netra memandang Gito kembali melihat ke arah Salsa. Gadis cantik menunduk tak bersuara sedikitpun.

Gito menghela napasnya, lalu memandang gadis yang berdiri di hadapannya. "Shel, tolong jaga Salsa. Aku harus pergi ke kantor polisi buat kasih kesaksian." Gadis itu berdehem pelan sebagai respon.

Pandangan mata Ashel melihat ke arah gadis yang duduk melihat kedua tangannya penuh bersimbah darah temannya. Tak lama kemudian, gadis cantik kembali menangis. "Eli, maafin aku." Ia merasa bersalah atas semua yang telah menimpa Eli saat ini.

Salsa menaikkan pandangan ketika melihat orang telah berdiri di depannya. Salsa benar-benar lupa ia tak sendirian. "Shel, aku... aku takut," ucapnya yang hampir tak terdengar diindera pendengaran.

Alih-alih mengucapkan kata-kata penenang, Ashel lebih memilih memeluk gadis di depannya. Ashel merasa kasihan dengan keadaan Salsa saat ini.

Salsa kembali menangis sejadi-jadinya, wajahnya bersembunyi pada dada Ashel. Tak dipungkiri baju Ashel basah karenanya.

Tahun lalu...

Di bawah pohon rindang terdapat salah seorang gadis cantik duduk tenang sendirian. Rambut panjangnya dikepang dengan pita di ujung rambutnya. Ia menilik setiap sudut sekolah dengan pemandangan gelak-tawa siswa-siswi bersama temannya.

Gadis cantik merasa sedikit iri dengan kebersamaan orang-orang bersama dengan temannya. Bohong jika dibilang ia tak pernah didekati, namun hanya saja orang itu para murid-murid laki-laki. Oleh karena itu, para murid-murid perempuan kurang suka melihatnya.

Dia berpasrah dan tidak mau ambil pusing.

"Permisi, boleh numpang duduk di sini nggak?"

Suara tersebut sukses membuat gadis cantik tersentak kaget dan dengan cepat menoleh ke arah sumber suara. Dahinya sedikit berkerut menatap wajah gadis tersebut. "Di sini?" ucapnya hanya sekedar memastikan.

Gadis yang berdiri menganggukkan kepalanya sembari memperlihatkan senyumnya ramah.

Gadis cantik berdehem. "Duduk aja." Ia menjawab acuh. Ia mengira gadis itu sama saja dengan gadis-gadis yang lain.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Into You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang