21. Gudang

250 32 4
                                    

Pada suatu perbelanjaan minimarket, terdapat salah seseorang yang duduk bersandar sambil menyilangkan kakinya di kursi. Pandangannya lurus memandang jalanan di depannya yang sibuk akan kendaraan yang berlalu lalang. Bersamai dengan suara deras gemercik air yang turun membasahi jalanan berdebu.

Entah apa yang dipikirkan oleh laki-laki itu, yang jelas tampak dari wajahnya menunjukkan kesedihan. Satu kaleng minuman soda di tangannya sesekali ia teguk.

"Kak Gito?" Suara seorang gadis sukses membuat atensi laki-laki itu melihat ke arahnya.

Gito tersentak. "Eh, Eli. Kok bisa ada di sini?" ujarnya sembari memperbaiki gestur duduk.

Eli memperlihatkan senyum tipisnya. "Mau beli mie instan, mumpung cuaca dingin enak makan yang anget-anget."

Gito mengangguk kepalanya paham. Suasana kembali hening.

"Sendirian aja nih, kak?"

"Seperti yang kamu lihat, Li." Gito menampilkan senyumnya tipis.

Eli tersenyum cengegesan. Tanpa meminta izin, gadis itu duduk di kursi kosong di sebelah Gito.

Gito melihat hal tersebut. "Katanya mau beli mie instan." Laki-laki itu sedikit mengkerut dahinya.

Eli menggelengkan kepalanya pelan. "Nggak jadi, tiba-tiba nggak nafsu."

Tampak jelas Gito saat ini keheranan dengan Eli. Laki-laki itu menepis rasa penasarannya dengan sikap Eli. Tangannya kembali terulur untuk menggenggam kaleng soda miliknya untuk dirinya teguk.

Tak ada obrolan setelah itu. Mereka khusyuk melihat orang-orang di depan mereka.

Eli melirik ke arah Gito. Ia lihat, tampaknya suasana hati laki-laki itu sedang tidak baik-baik saja. Hal itu ia ketahui dengan banyaknya kaleng habis tak berisi di atas meja.

Eli menunduk tengah mempersiapkan keberaniannya. "Kak, gimana pendapat kamu tentang Rasya pacarnya Salsa?" celetuknya.

Gito yang hendak meneguk air sodanya terhenti ketika mendengar pertanyaan tiba-tiba dari Eli. "Tiba-tiba banget ngomongin orang." Gito menatap heran ke arah Eli.

"Cuman mau tanya aja." Eli memandang wajah Gito teduh.

Gito terdiam sejenak. "Dari yang aku lihat, dia anak baik."

"Begitu?" sahut Eli. Alisnya terangkat sebelah.

Gito berdehem.

Eli mengamati wajah Gito. Gadis itu mengalihkan pandangannya. Ia menarik napasnya kuat. "Ternyata bener perkiraan aku, kalo kamu suka sama Salsa," papar Eli sembari kembali memandang wajah Gito.

Gito yang semulanya pandangannya lurus seketika menoleh ke arah Eli cepat dengan perasaan terkejut. Gito tak bergeming, rasanya suaranya tercekat dengan sendirinya. "E-Eli."

Eli tersenyum kilas. "Nggak usah kaget sebegitunya, kak." Ia terkekeh pelan. "Jadi... Salsa tau kalo kakak suka dia?" tambahnya.

Gito menggelengkan kepalanya pelan sebagai respon.

"Kenapa nggak kasih tau Salsa tentang perasaan kakak?"

"Percuma juga, Li," tutur Gito pelan. "Sejak awal Salsa cuman anggap aku sebagai seorang ketua OSIS, nggak lebih. Aku tau itu."

Iba, itu yang dirasakan Eli saat ini terhadap Gito. Ia merasa kasihan dengan Gito. "Kenapa kamu nggak perjuangin dia, kak?" cicit Eli.

Gito kembali menggeleng kepalanya. "Bahagianya Salsa bukan di aku," sahutnya seraya tersenyum hambar.

Pada saat itu, Eli tersadar bahwa sukanya seorang Gito terhadap temannya benar-benar tulus. Di detik itu juga, Eli tersentak ketika merasa air yang jatuh dikedua kelopak matanya. Dengan cepat ia menghapus dan hal itu disadari oleh Gito.

Into You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang