Lagu

66 8 0
                                    

Hari ini satu minggu setelah bertemu Ashana. Ia menyentuhkan sikunya pada lengan ku, sesuai dengan janjinya, ia menemui ku di atap sekolah untuk menyanyikan sebuah lagu. Aku terima saja segala idenya, bahkan yang se-aneh sekarang.

Gadis itu menunjuk langit yang berwarna biru dengan hiasan warna putih dari awan yang melayang. Nampak indah, seperti Ashana. Tidak, aku tidak suka dia, tapi aku senang.

"Cantik."

Aku tersenyum dengan mataku yang menyipit kala ia mengatakan 'Cantik' menggunakan bahasa isyarat. Apa dia memang di desain se-istimewa ini, Tuhan? Walau aku tidak tahu asal muasal dari gadis cantik ini dari mana, dan ada tujuan apa. Tapi aku pikir Tuhan memang memberikan ku teman seperti dia untuk menjadi rumah, maksudku dalam definisi yang lain. Rumah.

Angin berhembus kencang, membuat surainya yang tergerai beterbangan begitu saja. Begitu juga rambutku yang seolah berusaha untuk menutupi pandangan. Tanganku tergerak untuk menyingkirkan rambut yang menutupi wajah, membuatku dapat melihat jelas Ashana yang tersenyum untuk langit hari ini.

"Mana?"  tanyaku, tanpa suara.

Dia mengambil sebuah buku dari saku rok berwarna birunya, sepertinya buku panduan berbahasa isyarat.

Aku menatapnya teduh selagi Ashana fokus pada buku kecil dengan sampul warna merah pudar itu, membacanya dengan teliti.

Tentu aku menikmati bagaimana udara begitu bersih di atas sini, tidak ada orang lain, hanya melihat langit, dan dia, Ashana di atap sekolah. Begitu menenangkan untuk berdiri di lantai paling atas ini, seketika menghilangkan segala pikiran negatif yang merusak fungsi otak.

Ashana memegang lenganku, memberikan kode bahwa ia sudah siap, kepalanya mengangguk dan matanya menyipit saat ia tersenyum begitu lebar. Antusias memperlihatkan apa yang sudah ia siapkan. Mata kita bertemu, gadis itu mengangkat tangannya dengan perlahan, membuatku tersenyum simpul.

🎵Now playing : Diskusi Senja - Fourtwnty

Ia memulai lagunya.

Jingga menyala
Warna langitnya

Mulut dan tangannya bergerak, aku yakin mereka sinkron. Tatapannya begitu tulus dan lurus, fokusnya hanya ditujukan pada ku, bukan pada manusia yang lain. Mataku sedikit memanas, ingin menitikkan tetes air sebab melihat bagaimana ia memulai syairnya dengan gerakan yang cantik, bahasa isyarat nya cantik walau dia hanyalah orang awam yang belajar.

Saat senja
Saat senja
Memanjakan kita

Duduk bersama
Diskusi rasa

Saat senja
Saat senja
Bertukar cerita

Ceritakan
Masalahmu teman

Lepaskanlah
Apa yang kau rasakan

Gadis itu menarik nafasnya, tak melepas senyuman pada wajah cantiknya. Atmosfer kini berubah drastis, tidak lagi terik seperti beberapa menit yang lalu. Teduh, sekarang teduh. Aku yakin Tuhan tahu bahwa Ashana sedang melakukan kebaikannya, sehingga cuaca mendukungnya.

Masih di sini
Dan tetap di sini

Lewati senja
Berganti malam
Diskusi sampai di sini

Aku pembohong besar jika aku mengatakan aku tidak suka ini, aku sangat suka, sangat amat suka. Walau aku tak dengar bagaimana kunci dari lagu itu, memang sedikit kecewa, namun bisa apa? Selagi aku masih bisa merasakan makna dari lagu itu berkat Ashana, aku tetap bahagia. Gagal aku menahan rintik air yang memaksa ingin keluar dari iris cokelat ku, mataku berair, iya, menangis. Melihat ia yang tersenyum walau melihatku menangis justru membuatku ingin terisak, atau teriak. Aku ingin berteriak pada dunia jika aku bertemu orang sebaik Ashana, kalau aku bisa. Juga, aku ingin berterima kasih karena kucing oranye kemarin, aku tak sengaja bertukar nama dengan Ashana.

Jangan tenggelam
Di dalam masa-masamu yang kelam

Dan percayalah roda pasti berputar
Cahaya terang
Datang

Aku di sini
Tempat berbagi

Saat senang
Saat susah
Ku tetap di sini

Aku memajukan tubuhku, memeluk tubuh gadis itu erat. Terisak. Aku mungkin akan lupa bahwa aku tuli untuk sementara karena dia yang menyanyikan sebuah lagu walau aku tak dengar. Dia memelukku kembali, mengelus pundak ku pelan. Membuatku semakin terisak.

Aku melepas pelukanku, melihat dia yang tersenyum, namun rasanya janggal. Entah mengapa janggal, seperti ada hal lain yang ingin dikatakan, namun sepertinya ia segan. Telunjukku mengusap pipi yang basah akibat air mata, kemudian terkekeh. Malu. Ashana mengacak-acak rambutku, sehingga aku mencubit lengannya, pelan.

Siang itu, di istirahat kedua. Walau matahari begitu terik dan angin begitu kencang. Aku sungguh dibuat bahagia walau ini sekedar hal sederhana. Ah, tidak. Ini lebih dari sekedar hal sederhana. Karena tidak semua orang mampu melakukannya. Mungkin hanya Ashana seorang, dan hanya aku pula yang mendapatkannya.

Terima kasih, ya.

---

Sepulang sekolah aku memberikan secarik kertas untuk dia, maaf ya, aku hanya bisa beri kata-kata daripada hal lain yang lebih berharga.

Ashana
Si jelita yang sempurna

Kalau ditanya siapa perempuan paling baik di dunia, aku akan jawab Ashana setelah sang Bunda. Terima kasih ya atas semua yang udah dilakukan. Aku seneng banget!

Cause of you, suddenly, my world got a little louder.

Entah lah dibaca atau tidak, namun semoga iya. Ashana, tolong dibaca ya!

Hening Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang