Bisakah hidup berjalan lebih buruk daripada ini? Ruby baru saja tiba di tempat kerjanya, namun ia sudah di semprot habis-habisan oleh atasannya. Memang kesalahannya datang terlambat. Tapi itu karena bus yang ia tumpangi mengalami kemalangan tadi pagi. Bisa-bisanya ban bus itu bocor hingga seluruh penumpang harus turun dan naik bus selanjutnya.
"Maaf, Pak. Saya janji lain kali akan lebih disiplin setelah ini." Ruby menunduk menyampaikan permintaan maaf dan penyesalannya.
"Tidak ada lain kali, Ruby. Kamu saya pecat!" Pernyataan itu membuat jantung Ruby jatuh. Tidak mungkin, bagaimana ia bisa melanjutkan hidup jika dia dipecat dari satu-satunya pekerjaan yang ia punya.
"Pak, tolong maafkan saya. Saya janji akan melakukan yang terbaik. Tolong, Pak," mohon Ruby lebih rendah lagi membungkuk. Bahkan dia nyaris bersujud.
"Saya sudah lelah memberi keringanan untuk kamu, Ruby. Tapi kesalahan yang sama kamu ulang berkali-kali. Begini saja, ini gaji kamu bulan ini. Sekarang kamu keluar dari sini."
Ruby hanya seorang pelayan di sebuah restoran. Tugasnya melayani pelanggan dan terkadang mencuci piring serta gelas kotor. Gajinya memang tidak tinggi, tapi setidaknya dia mampu bertahan dengan uang yang seadanya.
Air matanya jatuh, tapi ia tetap menunduk demi menyembunyikan raut sedihnya. Tidak boleh ia terlihat selemah ini. Meskipun hidupnya sudah berantakan, tapi dia tidak boleh terlihat hancur.
"Saya permisi," katanya pamit keluar dari ruangan atasannya.
Ruby membuka apron dan mengambil barang-barangnya yang ada di loker. Tidak banyak, hanya hoodie yang selalu ia bawa. Setelah memakai hoodie-nya, Ruby keluar dari restoran. Kini ia resmi lagi jadi pengangguran. Entah pekerjaan apa lagi yang harus dia lakukan. Rasa-rasanya, dia sudah mencoba segala hal. Kasir minimarket, pelayan, juga kurir. Semua sudah ia lakukan namun tetap saja berakhir sama.
Laki-laki itu akhirnya sampai di sebuah rumah yang selama ini jadi tempat tinggalnya. Sebenarnya ia enggan pulang, tapi sayangnya ada janji yang menunggunya di rumah.
Ponselnya berdering. pertanda ada panggilan masuk. Nama ibu kos nya tertera hingga membuatnya jadi menghela napas panjang. Dengan hati yang ragu, Ruby mengangkat panggilan itu.
"Halo?" bukanya lebih dulu.
"Ruby, nanti uang kos kamu kasih ke Dhoni, ya? Ibu lagi keluar sama bapak," ujar beliau tanpa berasa-basi.
"I-iya, Bu..." Dan panggilan pun selesai.
Ditatapnya amplop putih berisi gaji terakhirnya. Kalau ia berikan semua, maka hari ini ia tidak akan makan. Tapi kalau pun ia berikan semua, tidak juga cukup untuk melunasi kos nya yang menunggak selama lima bulan.
"Eh, Ruby. Udah pulang?" sapa seorang pria yang lebih dewasa keluar dengan sepatu di tangannya.
Laki-laki itu tersenyum saja menanggapi Dhoni. Digenggamnya uang itu sembari memantapkan hati. Biarlah hari ini tak makan. Dia juga sudah sering berpuasa kalau uangnya tak cukup untuk makan.
"Bang, ini uang kos," katanya menyerahkan amplop itu.
"Oh iya, makasih ya," ucap pria itu menerima uang pemberian Ruby.
Setelah janjinya selesai, Ruby kembali pergi meninggalkan kos. Ia harus mencari batu lompatan baru. Kalau tidak, maka hidupnya tidak akan bisa berjalan. Tapi apa lagi yang bisa ia kerjakan? Pekerjaan apa pula yang mau membayar dihari pertamanya mulai bekerja? Hidupnya hancur. Bahkan setelah ia dilahirkan, hidupnya tidak pernah ada kebahagiaan.
Kakinya berhenti di jembatan yang membentang di atas sungai. Ia membuka ponsel dan mencari kontak salah satu temannya. Berharap ada lowongan yang mungkin bisa ia kerjakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
(un)tied | hyuckren
FanfictionApa yang kamu lakukan ketika terbangun dan seketika semuanya berubah? Ruby Sadajiwa. Berniat mengakhiri hidup, jiwanya justru terjebak dalam tubuh seorang wanita yang juga bernama Ruby. Seolah punya kehidupan yang baru, Ruby diberkahi banyak hal ya...