Penjelasan Ruby

344 53 1
                                    

Pandangan Hanung sejak tadi hanya raut murung Ruby. Sejak dia tiba untuk menjemput istrinya, Ruby sudah memasang raut muram seolah dia sedang kebingungan dan banyak beban pikiran. Hanung sudah bertanya Kamari, tapi gadis itu enggan menjawab dan mengatakan kalau Ruby sudah seperti itu sejak tadi. Dia tidak menceritakan tentang kedatangan Mansa apalagi perlakuan kasar laki-laki itu. Ruby yang meminta Kamari untuk merahasiakannya. Ruby hanya takut kalau-kalau nanti Hanung murka dan malah menghabisi kakaknya sendiri.

Sekali lagi, Hanung menoleh pada Ruby. Pandangannya kosong menatap ke luar jendela mobil. Hari ini pun dia enggan belajar menyetir karena mood-nya yang tidak bagus. Hanung tidak memaksa, hanya saja dia ingin tau apa yang terjadi pada istrinya.

Tangan Hanung mendarat di paha Ruby. Memberi remasan lembut sembari memperhatikan ekspresi yang di berikan istrinya. Namun Ruby tetap diam saja, biasanya dia akan marah dan menyingkirkan tangan Hanung. Tapi kali ini, dia diam saja.

"Love," panggil Hanung mencoba mengambil atensi. Namun Ruby tidak menjawab sama sekali.

"Sayang?" ulang Hanung kembali mencoba menarik Ruby dari lamunannya.

Tak kunjung mendapat jawaban, Hanung menyentuh bahu istrinya. "Ruby."

Untungnya, itu berhasil membuat Ruby tersadar. Dia menoleh dan menatap Hanung agak bingung. Sangking larutnya dalam pikiran, dia tidak sadar kalau sudah hampir sampai di rumah.

"Kenapa?" tanya Hanung melambatkan laju mobilnya.

Ruby menggeleng sebagai tanda bahwa tidak terjadi apa-apa. Tapi raut wajahnya tidak bisa berbohong. Kekhawatiran dan ketakutan itu tergambar jelas di paras cantiknya.

"You can't lie to me, love..." sambung Hanung mencoba menoleh lagi pada Ruby. Membaca dan mempelajari mimik wajah yang dibuat istrinya.

Helaan napas terdengar sangat berat. Bagaimana tidak. Saat ini dia sedang bimbang. Haruskah dia katakan kalau Mansa meminta paksa nomor ponselnya, kepada Hanung? Atau diam saja dan menyembunyikan hal ini agar tidak terjadi konfrontasi? Tapi kalau dia diam saja, pasti akan ada satu masa di mana Mansa menghubunginya di saat ada Hanung. Dan itu akan jadi masalah yang lebih besar lagi.

"Tadi..." Ragu-ragu, Ruby mulai buka suara.

Tanpa mengurangi sedikitpun perhatiannya pada Ruby, Hanung fokus menyetir dan hanya sesekali saja menoleh.

"Tadi Mansa ke restoran," sambung Ruby menatap Hanung.

Raut Hanung masih tenang dan datar. Meski cengkraman tangannya pada stir mobil semakin menguat.

"Terus?" tanya Hanung sesantai mungkin. Dia tidak boleh gegabah dan terhasut cemburu.

"Dia masih maksa aku buat ingat apa yang terjadi antara kita. Aku nggak tau apa-apa, Hanung. Tapi dia maksa masalah kita harus selesai..." sambung Ruby lagi dengan raut khawatir yang semakin menjadi-jadi.

Hanung ikut menghela napasnya. Ternyata Mansa masih belum jera. Penjelasan Hanung tempo hari tidak cukup untuk membuatnya sadar dan berhenti. Padahal waktu itu sangat jelas Hanung katakan bahwa keadaan dulu dan sekarang berbeda.

"Terus juga..." Ruby menggantung ucapannya dan membuat Hanung menoleh.

"Juga apa?" tanya Hanung agak risau.

"Dia minta nomor aku."

Benar, kerisauannya terbukti. Hal yang paling Hanung takutkan terjadi lagi. Kalau begini, untuk apa membeli ponsel dan nomor baru kalau ujung-ujungnya mereka tetap memiliki kontak.

"Kamu kasih?" tanya Hanung agak dingin.

Ia mengangguk. "Tapi, aku nggak mau kasih, dia yang ngambil paksa!" seru Ruby mencoba menjelaskan dan membela dirinya. Padahal Hanung tidak menyalahkannya sama sekali.

Hanung mengangguk paham. Tidak memojokkan Ruby karena ia tau sifat kakaknya seperti apa. Tapi ia merasa kecewa saja, sudah berusaha untuk tidak membuat mereka saling berkontak, tapi nyatanya tetap terjadi juga.

"Kamu marah, ya?" tanya Ruby.

Jujur sebenarnya Ruby takut. Dia tidak pernah melihat Hanung marah. Katanya, marahnya orang penyabar itu menyeramkan. Jadi dia khawatir kalau ternyata ini akan membuat Hanung terusik.

Hanung menoleh, kemudian terkekeh kecil. "Iyaa, aku marah. Tapi bukan sama kamu. Sama Mansa."

"Hanung..." panggil Ruby sembari menyentuh lengan suaminya.

Laki-laki itu menoleh dan mendapat getaran halus saat Ruby menyentuhnya.

"Jangan berantem, please?" bujuk Ruby mencoba menenangkan Hanung.

Melihat ekspresi istrinya, membuat Hanung terkekeh. Ruby benar-benar tau caranya menggunakan kesempurnaan wajahnya. Dengan raut lucu seperti itu, bagaimana mungkin Hanung tidak luluh?

"Nggak, sayang. Aku masih waras kok. Selama dia nggak aneh-aneh aja. Pokoknya, kalau dia chat atau telepon, kasih tau aku," balas Hanung kini menggenggam tangan Ruby.

Sejenak Ruby menghela napas lega. Setidaknya tidak akan ada pertunjukan baku hantam antar saudara. Ruby bisa sedikit merasa tenang.

"Tapi, Hanung," panggil Ruby lagi menggantung ucapannya.

Hanung menoleh sekilas kemudian beralih lagi pada jalanan.

"Kenapa?" tanyanya.

"Kenapa nggak kamu ceritain aja ke aku masalahnya apa? Biar semuanya selesai. Maksudnya, biar kita juga bisa cari solusinya," sambung Ruby kembali membujuk. Semoga saja Hanung setuju.

Hanung menghela napas berat. Lagi-lagi, Ruby ingin tau apa yang terjadi. Kehadiran Mansa ini memang mengacaukan segalanya. Dia selalu merusak apa yang sudah Hanung rencanakan.

"Sayang...bukannya aku nggak mau cerita masalahnya apa. Tapi masalahnya emang udah selesai. Kita nggak ada lagi kaitannya sama Mansa. Terutama kamu. Kamu udah nggak ada hubungannya lagi sama dia. Jadi kalau aku ceritain pun, cuma akan nambah beban pikiran kamu..." jelas Hanung se-pengertian mungkin. Dia tidak mau Ruby salah paham dengan apa yang terjadi. Apalagi sampai berpikiran kalau Hanung menyembunyikan sesuatu. Karena sebenarnya, masalah mereka memang sudah selesai. Tepat setelah Ruby jatuh ke kolam dan tidak sadarkan diri.

"Terus kenapa Mansa selalu bilang masalah itu ada dan akan terus berkembang?" tanya Ruby lagi.

"Aku udah sering bilang, kan? Mansa itu memang suka ngelantur. Masalah itu udah nggak ada. Jadi nggak akan bisa berkembang lagi. Oke?"

"Kalau masalahnya udah nggak ada, bahkan udah selesai seperti yang kamu bilang, kenapa kamu nggak mau cerita?"

Hanung menghentikan mobilnya di pekarangan rumah. Mereka baru saja sampai. Tanpa mematikan mesin mobilnya, Hanung menoleh sepenuhnya pada Ruby.

"Ruby, iya aku akui memang aku nggak mau ceritain kamu masalahnya. Tapi, itu demi kamu juga. Aku nggak mau kehilangan kamu lagi. Cukup sekali itu aja. Jadi jangan pernah cari tau dan bahas masalah itu lagi, ya? Itu bikin hati aku sakit..."

Helaan napas panjang terdengar dari Ruby. Hasilnya masih sama, nihil. Dia tetap tidak mendapatkan jawaban apa-apa. Semua orang bungkam terhadap masalah yang terjadi sebelumnya. Dia ingin tau. Dia ingin sekali tau tentang apa yang terjadi. Meski sebenarnya dia tidak punya urusan apapun, apalagi hak untuk ikut campur, tapi bukankah ini kehidupan barunya? Setidaknya, dia harus tau apa saja yang sudah dia lalui agar bisa mengantisipasi untuk tidak jatuh di lubang yang sama dua kali.

Entahlah. Ini terlalu rumit.

tbc

(un)tied | hyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang