"Haha. Tidak apa jika latihanku bertambah. Aku berharap saja latihan ini bisa menyembuhkan penyakitku." Joel mengangkat tangan kanannya ke atas langit, ia membuka lebar telapak tangannya beranggapan bahwa dia bisa mengeluarkan sihir seperti orang-orang di luar sana.
As mengerlingkan mata ke arah tangan Joel terangkat, dia mengetahui perasaan Joel yang menginginkan sihir muncul di telapak tangan. Walaupun masih angan-angan suatu hari nanti Joel akan memperolehnya. As hanya menghela napas, memejamkan mata sekejap. Memandang langit malam yang indah ini.
Meskipun As sering melihatnya beberapa kali dalam hidupnya. Entah kenapa perasaannya sedang baik, senang bersama dengan Joel. Biasanya dia hanya termurung, berekspresi datar, "Joel, seandainya kau memperoleh manamu kembali, apa yang kau lakukan untuk kehidupanmu selanjutnya?" tanya As membuka perbincangan karena suasana lenggang.
Mendengarkan pertanyaan dari As. Joel menurunkan tangannya, "Aku akan balas dendam atas insiden penyerangan orang tuaku. Setelah semuanya terbalaskan, aku ingin hidup sebagai seorang saudagar berpetualang ke seluruh penjuru LIGIA," Joel tersenyum senang, "kau tahukan, As. LIGIA masih banyak menyimpan misteri dan pemandangan dikara yang belum pernah kulihat. Seperti hamparan rumput luas di Gunung Bendare, salah satu pemandangan yang indah yang pernah kulihat!"
As menyahut, "Itu hanya seberapa saja Joel. Kau terlalu ban—"
"Siapa bilang itu seberapa??" Joel bersawala, curiga. "Bagiku, setiap hal yang mengindahkan di jagat ini adalah karunia Dewa ciptakan, patutnya kita bersyukur atas kehendaknya. Kita saja sebagai pengikutnya belum tentu bisa menciptakan jagat ini," Joel memejamkan mata mengingat tentang buku sang penguasa alam di masa kecilnya.
"Hah ... sepertinya, di waktu kecil. Kau sangat suka membaca buku-buku sejarah atau buku tentang para Dewa," ungkap As menghela napas tahu dengan mendeteksi perasaan manusia.
Mendengarkan ungkapan As, mata Joel membeliak, "Bagaimana kau tahu? Kalau aku suka dengan buku-buku sejarah?" Joel menoleh As dengan setengah badannya terangkat ke hadapan kanan.
"Apa kau melupakan kekuatanku?" As mengingatkan Joel terhadap dirinya.
Setelah As berkata, Joel baru teringat dan membaringkan badannya kembali, "Aku hampir lupa, yah ... anggap saja ini masa laluku yang terkurung seperti burung di sangkarnya,"
"Apa itu mengenai dirimu tidak boleh keluar dari kediaman jika tidak mendapatkan izin dari orang tuamu?" As menebak maksud dari Joel katakan.
"Itu benar dan ceritanya sungguh panjang. Sepertinya cerita ini, kau layak mendengarkannya, As." Ekspresi Joel berubah sedih lantaran dia mengingat masa lalu kecilnya. Namun, Joel menahan semua itu untuk tetap tegar.
Dengan adanya kehadiran As, Joel merasa punya kawan (orang tua kedua) untuk bercerita tentang dirinya. Agar As mengetahui masa lalu kecilnya bagaikan burung di sangkar.
Malam semakin larut dan bisikan alam berdengus menyapu hamparan rumput luas. Suasana ceritanya kala sedih bercampur senang serta berakhir deraian, sirna ketika penghabisan Joel menceritakan masa lalu kecilnya yang dianggap pilu baginya. Hingga akhirnya, As sebagai pendengar yang baik. Memberikan nasehatnya begitu juga saran untuk Joel.
Biarpun nasehat panjang, bagi As itu bisa menyalurkan sebuah pesan yang tersirat untuk Joel cerna. Di dunia ini, orang tua mengurung anaknya secara tegas, kekangan dan terkadang ada ancaman seperti memarahinya. Semua itu dilakukan orang tua, pasti punya niat dan tujuan yang belum anak itu ketahui.
Alasan yang sering orang tua lakukan adalah tidak membiarkan anak tahu tentang keadaan luar sana yang banyak pengaruh negatif dan hal-hal kejahatan yang selalu mengintai. Terutama anak-anak belum cukup umur.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIGIA
AdventureVincent Joel Kenneth, salah satu anak terakhir yang selamat dari penyerangan yang dilakukan oleh komplotan tidak diketahui identitas pada keluarganya. Meskipun dia selamat, banyak hal yang perlu ia tahu dengan misteri apa yang menyebabkan keluargany...