Bab 10

65 20 62
                                    

   Suara menginjak ranting terdengar, berbunyi sesaat, di sekitaran mereka. Joel masih berdiam, mematung, tidak bergeming, memerhatikan sekitar sekaligus mengangkat tangan kirinya. Memberitahukan sinyal untuk diam sejenak, sebab mereka sedang diawasi oleh sesuatu yang belum diketahui.

   Api obor yang masih menyala, Joel tancap ke tanah. Deru angin dari kabut berbisik pelan menghembuskan hawa dingin pada malam hari yang berawan dan gelap tidak menampak bintang. Napas mereka beruap, pelan, melepaskan hembusan.

   Grrrrr....

   Grrrrr....

   Raungan di balik kabut terdengar keras, mengeliling, sedang melolong ke kawanannya. Joel waspada, mengerutkan alis, menyiapkan ancang-ancang atas reaksi raungan muncul tiba-tiba, sedangkan Rombongan Heins tergemap, bersiap-siap mengambil senjata seadanya di kereta kuda mereka, antisipasi kejutan akan datang.

   Heins turun dari tunggangan, pelan, mengambil tombak. Sesudah itu, menghampiri Joel yang berada di depannya, "Joel. Apa ini Gutbug?" dia berbicara dengan suara kecil.

   Joel sedang fokus memandang kabut malam. Dia mengerling mata sejenak, membalas dengan suara kecil juga, "Sepertinya. Aku tidak tahu binatang buas apa mengelilingi kita. Karena ini hutan subtropis, kemungkinan saja kita memasuki wilayah teritorial binatang buas berada,"

   "Maksudnya? Kita sekarang—"

   Grrrrrrrr!!!

   Suara itu makin meninggi, nyaring, terdengar mendekat. Sesuai dengan prediksi Heins. Binatang buas itu tidak lain adalah Gutbug menampakkan dirinya dengan kawanan mereka di belakang. Mata merah berbintik kecil, bertubuh besar, dengan gigi taring panjang terkeluar dari dalam mulut itulah rupa Gutbug. Joel menatap tajam, menyiapkan ancang kuda-kuda, sementara Heins, bersiap, berpegang erat pada gagang tombak, memundurkan tubuhnya sedikit.

   "Lihat! Binatang buas itu sudah memunculkan dirinya, mereka pasti akan memanggil kawanan lain. Malam ini, akan terasa berat untuk kita hadapi."

   Auuuuuuuuuuuuuu!!!

   Gutbug melolong mengangkat kepalanya memberikan sinyal kepada kawanan lainnya. Dan benar, kawanan Gutbug lainnya datang menampakkan batang hidung, membuat formasi lingkaran, mengelilingi Rombongan Heins. Situasi mencekam dirasakan.

   Baru pertama kalinya, Heins menghadapi gerombolan Gutbug yang sangat banyak. Terlebih tubuh mereka besar-besar seperti serigala, menggeram, menahan insting berburu mereka, yakni menyerang secara berkelompok. Apalagi Rombongan Heins memasuki wilayah teritorialnya.

   Gutbug adalah spesies binatang buas memiliki tubuh persis dengan serigala, tetapi ukuran dia lebih besar dari serigala. Nama Gutbug sendiri mengacu pada gigi taring panjang terkeluar dari dalam mulut, tajam, dan matanya merah berbintik menyerupai serangga. Gutbug juga memiliki bulu tebal berwarna coklat bercampur abu-abu keputihan, bulu tebalnya ini melindungi dia dari dinginnya salju dan hujan.

   Sebagian besar, Gutbug mendiami hutan subtropis di karenakan habitat asli binatang buas diam di belahan utara. Mereka menyukai tempat berkabut, dengan kelembapan rendah, dan curah hujan ekstrem terhindar dari musim panas terik. Maka dari itu, Gutbug mendiami hampir sebagian hutan subtropis Divine Empire of Cascia.

   Mereka pemakan karnivora dan memiliki ciri khas pada berburu secara berkelompok dengan cara bergerombol. Memiliki kelemahan pada cahaya terang. Mereka memiliki serangan fisik kuat terletak pada cakar di kaki mereka, dibantu dengan taring tajam serta gigitan mereka mengoyak-ngoyak lawan maupun mangsa.

   Keterampilan memberikan auman suara hebat memberikan efek memekak gendang telinga dan ilusi ketakutan besar pada lawan maupun mangsa, "Paman Heins. Tolong jaga dirimu beserta anak buahmu di belakang," ujar Joel menoleh ke Heins. Bibirnya melebar.

LIGIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang