16. Mencari Ke mana?

111 4 0
                                    

Asih cemas setelah kepergian Sri. Ibu mana yang tidak khawatir, saat putrinya pergi dari rumah? apalagi sering membawa beban masalah yang berat. Asih jelas sangat cemas, takut Sri berlaku macam-macam di luar sana. Lalu Wanita senja itu memberanikan diri lagi datang ke ibukota sendiri. Semua dia lakukan demi mencari sang buah hati yang pergi meninggalkannya dalam keadaan yang kurang sehat. 

"Ibu harus ke mana lagi nyari kamu Sri?" gumam Asih, dia sangat mengkhawatirkan keadaan Sang Putri. "Pokoknya aku harus cari kemana pun."

Akhirnya asih memutuskan untuk mencari Sri. Langkah kakinya membawa ia mendatangi semua tempat teman-teman Sri, mereka  para pekerja rumah tangga di Jakarta. Sudah mendatangi beberapa tempat,  tapi sama sekali tidak ada yang mengetahui di mana keberadaan anak gadisnya itu.

"Rina, kamu bener-bener nggak tahu keberadaan Sri di mana?” Asih bertanya kepada seorang gadis bernama Rina, karena terakhir kali ia tahu sering menghubungi Rina.  

Rina menggelengkan kepalanya. Wanita itu juga sudah cukup lama tidak bertemu dengan Sri. "Aduh maaf Bu, saya sama sekali nggak tahu di mana Sri. Waktu  terakhir kali ketemu, juga sudah lama banget. Kita juga udah jarang komunikasi lewat telepon. Memangnya Sri ke mana sih, Bu?" Rani bertanya heran, karena tiba-tiba Asih mencari Sri. 

Asih terdiam sejenak, tentu saja dia tidak bisa mengatakan apa yang terjadi sebenarnya kepada Rina. Hal itu cukup memalukan. "Ya sudah kalau begitu Rina, Ibu Terima kasih. Ibu permisi dulu ya." 

"Iya Bu, maaf  ya Rina nggak bisa bantu apa-apa." Rina mengatakan itu karena ia merasa tidak enak, karena tidak bisa membantu asih. 

"Iya, Ndak apa-apa dek Rina. Ibu makasih loh kamu sudah menemui ibu. Padahal kamu sibuk. Tapi jika nanti kamu bertemu atau Sri kirim pesan smaa kamu, tolong WA Ibu ya. Ini nomor WA Ibu. Makasih, Rin."

"Baik, Bu. Hati-hati di jalan."

Asih kemudian berjalan meninggalkan tempat itu. Rasanya semakin tak karuan, apalagi mengetahui kalau sang putri juga tidak menghubungi teman-teman kerjanya. Mau dicari di mana lagi? Jakarta begitu luas dan besar, sementara ia tidak banyak mengetahui lokasi-lokasi tempat teman sering bekerja. 

"Benar-benar, semua gara-gara salahnya David itu! Karena dia udah ngerusak Sri, bikin Sri sakit hati! Harusnya dia nggak berbuat macam itu." Asih tentu saja menyalahkan David,  siapa lagi yang bisa dipersalahkan atas kepergian Sri?

Asih duduk di halte, menatap pilu pada jalanan yang ramai. Tak tahu lagi bagaimana dan di mana dia harus mencari Sri. Asih mengambil surat yang ditinggalkan oleh putrinya. Menatap kalimat demi kalimat yang menyakiti hatinya. Dia kemudian memutuskan untuk datang ke rumah David. 

"Pokoknya aku nggak mau anak itu mengkhianati janjinya. Aku harus menuntut dia buat tanggung jawab sama Sri." Asih membulatkan tekadnya kemudian Dia memutuskan untuk datang ke rumah David lagi. 

Sementara David kini sudah kembali ke rumah bersama Eva. Pagi ini sibuk dengan kegiatan sarapan bersama sang ibu. Wajah Eva, masih terlihat kesal karena ia merasa bersalah kepada Sri. Semakin kesal karena melihat David yang terlihat biasa saja.

"Pusing mama lihat kamu." Eva katakan itu, dia benar-benar emosi dengan polah David.  Putranya kini malah asik sarapan pagi. Terlihat seolah tanpa beban.

David cukup tau diri, dia hanya diam dan menunduk tak berani menatap sang ibu. "Ya David minta maaf Ma, namanya juga khilaf. Udah terlanjur dan kita juga udah ke sana'kan, tapi Sri malah gak ada."

Eva menggelengkan kepala. Tdak percaya bahwa David bisa menjawab semudah itu. Padahal kesalahannya benar-benar besar dan fatal. "Ingat ya, kamu sudah berjanji akan menikahi Sri kalau dia ketemu nanti. Mama benar-benar ngerasa bersalah sama ibu asih," kata Eva mengingatkan kembali. Bahwa sebelum kembali ke Jakarta kemarin, dia sudah meminta agar Asih mengabari kalau Sri kembali. 

David terlihat enggan, bagaimana bisa dia menikahi Sri sementara sudah memiliki istri? Tak ada perasaan sedikitpun terhadap pembantunya itu. " Iya, "jawabnya dengan malas. 

David kini ikut kembali tinggal di rumah Eva sampai menunggu Mayang kembali. Saat ini Mayang sedang melakukan seminar di Gorontalo selama 2 minggu. Profesinya sebagai dokter anak, mengharuskannya mendatangi seminar tersebut. Dan David memutuskan untuk tinggal di rumah sang ibu selama dua minggu kedepan.

"Kamu jangan iya-iya aja, kamu itu yang harus bertanggung jawab atas kesalahan kamu sendiri." Eva menekankan lagi amarahnya sama sekali belum luntur. 

"Mama nggak percaya banget sih sama aku?"

"Terus gimana kamu sama istri kamu? Gimana dengan pernikahan kamu sama Sri nanti?" Eva bertanya dia juga jadi bingung sendiri dengan keadaan ini. 

"Ya tinggal nikah aja nggak usah ngabarin Mayang untuk sementara dulu."

"Loh? Nggak usah ngabarin Mayang gimana? Kamu mau bohong sama dia?" Eva bertanya bertubi-tubi, bingung sendiri dengan kelakuan putranya. Bagaimana bisa David bertindak sejahat itu kepada Mayang dan juga Sri. 

David memutar bola matanya jengah, terlihat sekali kalau dia tidak terlalu peduli dengan nasib Sri. "Kalau aku ngomong sama Mayang, tentu aja semuanya bakal buyar Mah. Aku nggak mau hubunganku sama Mayang yang terganggu cuman gara-gara Sri." 

"Tapi kamu harus tanggung jawab. Ingat kamu udah tidur sama dia kamu, udah nidurin dia yang masih perawan, emang kamu pikir dia nggak punya perasaan apa?!" Dengan frustrasi Eva menekankan, Eva bahkan sampai meninggikan suaranya. Benar-benar tak tahu lagi bagaimana harus menghadapi David.

Sementara itu dari balik dinding ruang makan ada seseorang yang tengah mendengar apa yang dikatakan oleh Eva dan David. Sejak tadi, adik dari David, Robi mendengarkan pembicaraan di antara  mama dan sang kakak.  Apalagi ketika mendengar nama Sri disebut berkali-kali.

"Mas David tidur sama Sri? Nidurin Sri?" Robi bertanya-tanya, ia mencoba mencari pembenaran atas pikirannya sendiri. 

Tapi kalimat yang ia dengar dari balik tembok itu semakin meyakinkan kalau David sudah melakukan hal yang tidak baik terhadap Sri. Hal itu membuat darah Robi mendidih emosinya membuncah. Robi sangat kesal dan marah, dia berjalan cepat menuju kursi meja makan. 

"Kamu nidurin Sri, Mas?!" Robi berteriak kesal, dia kemudian menarik kursi yang diduduki oleh David sampai mundur ke belakang. 

David berdiri, menatap ke sang adik yang terlihat sangat emosi. "Ngapain kamu marah-marah?!" David juga tidak terima, karena menurutnya sang adik sudah melakukan hal yang kurang ajar. 

Robi berjalan mendekat, kemudian mencengkram kerah kemeja yang digunakan oleh David. "Jawab pertanyaan aku! Kamu nidurin Sri? Kamu ngapain dia? Jadi dia pergi dari rumah ini gara-gara kamu? Pantes aja kemarin kamu larang aku suka sama Sri, rupanya kamu udah rusak mbak Sri?! "

Tidak ada jawaban dari David. Pria itu hanya diam menatap sang adik dengan tatapan yang menyebalkan. 

Bugh!!

"Kurang ajar!" Robi berteriak kesal kemudian memukul wajah sang kakak. Amarah yang tidak bisa dia bendung lagi,

David terhuyung ke belakang, kakinya terantuk sofa dan terjatuh, pria itu berteriak kesakitan. Eva juga sangat terkejut dengan apa yang terjadi, dia berteriak serius melihat pertikaian di antara kedua putranya.

"Bersambung

Setelah Menonton Video Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang