9. Aku Mencintai Istriku

663 19 1
                                    

Hampir saja aku menabrak mobil di depanku. Perkataan ibu dari Sri, benar-benar membuatku takut. Tidak mungkin aku menikahi Sri. Aku sudah punya Mayang dan aku mencintai istriku. Sri hanya bagian dari kesalahan yang tidak akan pernah mau aku ulangi lagi.

Sri bilang apa dengan ibunya? Kenapa jadi rumit begini?

Begitu tiba di rumah mertuaku, aku langsung masuk ke kamar. Untung semua penghuni rumah sudah pada tidur. Aku langsung berganti pakaian dan bersiap untuk tidur, meskipun aku tidak tahu, apakah aku benar-benar bisa tidur atau tidak.

Sri, tadi ibu kamu telepon saya. Kamu bilang apa? Kenapa saya harus menikahi kamu?
Send

Aku tahu Sri pasti sudah tidur, tetapi baru besar ini masih terus mengganjal jika aku tidak bertanya langsung. Aku benar-benar tidak mau, baik keluargaku atau keluarga Mayang tahu, tentang malam yang aku lalui bersama Sri.

Sri
Jangan pedulikan, Mas. Nanti saya yang bujuk. Mas David tenang saja. Hidupmu bahagia bersama istri tersayang, sedangkan saya harus menolak lamaran orang-orang baik karena saya malu, saya sudah tidak pera-wan.

Aku bagaikan ditamp4r oleh perkataan Sri.

Aku gak tahu kalau waktu itu kamu masih pera-wan. Aku tahunya, kamu istri orang.
Send

Sri tidak membalas lagi sampai esok pagi. Aku benar-benar terjaga semalaman. Tidak tidur sama sekali karena menunggu balasan pesan dari Sri.

Kring! Kring!

Aku terlonjak kaget saat ponsel berdering. Nama mamaku muncul di layar. Firasat ku langsung tidak enak. Apakah ibu dari Sri sudah mengatakan yang sebenarnya pada mamaku?

Panggilan itu tidak aku angkat sekarang. Aku ingin membuat kerangka kalimat sanggahan atas apa yang nanti mamaku tanyakan. Selesai mandi dan berpakaian, aku pun memberanikan diri untuk menelepon balik mama.

"Halo, assalamu'alaikum."

"Wa'alaykumussalam, kamu baru bangun?"

"Nggak, Ma, tadi Mama telepon, David lagi mandi. Ini mau berangkat kerja. Kenapa, Ma?" perutku mendadak mulas. Kepalaku berat dan keringat dingin membasahi kening dan juga punggungku.

"David, Mama Minta nomor telepon yayasan yang waktu itu ya." Aku yang tadinya menahan napas, langsung bisa menghela dengan panjang.

"Yayasan?"

"Iya, yayasan penyalur ART."

"Oh, i-itu, Ma, emangnya untuk apa?"

"Sri berhenti kerja. Di rumah gak ada yang bantuin. Sri masih sakit dan gak bisa kerja dulu."

"Oh, gitu, emang Sri sakit apa, Ma? Kata Robi, hamil?"

"Ish, nggak, lah! Sri kena asam lambung. Jadi berhenti kerja. Udah, cepet kasih nomor yayasan itu ya."

"Oke, Ma."

Aku mengusap wajah yang berpeluh. Syukurlah jika Sri berhenti bekerja. Mungkin ini maksud ucapan Sri semalam, bahwa aku tidak perlu khawatir. Segera aku berikan nomor kontak yayasan yang aku simpan.

Inilah pagi pertamaku dalam keadaan hati dan pikiran yang tenang. Urusanku dengan Sri selesai sampai di sini. Terselip rasa tidak enak, tapi lebih kacau lagi kalau sampai semua keluarga tahu yang terjadi antara aku dan Sri.

"Halo, Sayang, kamu lagi di mana, Sayang? Udah mulai?"

"Halo, Sayang, aku lagi di hotel. Ini mau siap-siap workshop. Masih sarapan dulu. Gimana? Lancar gak perjalanan pulang kemarin?"

"Iya, lancar, Sayang. Aku cuma gak bisa tidur karena gak ada kamu di dekat aku. Kangen tahu."

Suara tawa renyah Mayang membuatku senang. Akhirnya, batin dan jiwa ini bisa bercakap-cakap tanpa beban memikirkan Sri. Aku sudah memberikan lima belas juta pda Sri. Aku rasa cukup.

"Wah, lagi kangen-kangenan, nih!" suara Heru membuatku menoleh. Percakapanku dengan Mayang sudah selesai karena Mayang harus segera berangkat.

"Iya, kenapa lu?" tanyaku saat melihat wajah asem Heru.

"Pusing gue."

"Kenapa pusing? Kurang biaya nikah?"

"Bukan. Gini---" Heru mendekat padaku. Ia berbisik.

"Semalam gue dapat pera-wan."

Huk! Huk!

Aku sampai tersedak mendengar ucapan Heru.

"Maksud lo?"

"Gue nongkrong, terus ada cewek. Nah, tiba-tiba gue pengen dan sialnya di pera-wan dan gue kena tiga puluh juta sama mami nya, setelah gue pake. Pantesan enak banget. Nah, giliran ditagih, gue mana ada, akhirnya gue pinjol."

"Apa? Wanita malam pera-wan, lu bayar tiga puluh?"

Setelah Heru pergi, aku langsung panik dan kembali mentransfer uwang pada Sri. Sri yang aslinya wanita baik-baik hanya aku kirim uwang lima belas juta. Ternyata sekelas wanita malam yang peraw4n malah lebih mahal lagi.

Namun, aku lupa satu hal.

Istriku.
Aku dapat notifikasi. Uwang apa lagi yang kamu transfer untuk pembantu kamu, Mas? Sepuluh juta?

Bersambung
Maafkan baru update lagi.

Setelah Menonton Video Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang