6. Dipingit

1.6K 135 117
                                    

Semua persiapan sudah siap di depan mata. Seminggu lagi, pernikahan akan dilaksanakan. Para keluarga juga sangat antusias menantinya, terutama dari keluarga Gladys mengingat Gladys cucu perempuan satu satunya.

"Sebentar lagi kamu bakalan jadi seorang istri. Bunda pesan, jangan sampai kamu membuat suami marah atau membuat hati suami kamu terluka," ujar Ratih.

"Iya, Nduk. Nanti kalau sudah sah, orang tua kamu sudah lepas tanggung jawab, jadi nanti beralih di tangan suami kamu," nasihat Rully.

"Nte! Ma, Mam, Nte!"

Gladys meraih bayi yang sekarang tengah merangkak ke arahnya, lalu mencium gemas sampai bayi itu tertawa.

"Anak capa ni anak capa?"

"Ma! Mam!" Ailyn, cucu Bude Rully tampak kegirangan setiap melihat Gladys.

"Nanti kamu kalau punya anak perempuan jangan cemburuan, loh, ya," lanjut Rully terkekeh. "Jangan jangan nanti malah anak kamu yang ngalah."

"Ih, enggak, ya, Bude," elak Gladys padahal dalam hati berkata lain.

"Ya intinya pesan Bunda sama Bude ya itu. Jangan sekali kali membuat hati suami terluka, begitupun sebaliknya. Kalau bisa bikin hati suami seneng terus, sebentar Bunda kasih tau rahasianya." Ratih beranjak.

"Rahasia apa, Bun?" tanya Gladys belum paham. "Emang apaan, sih, Bude?"

Rully tertawa, "Nggak tau, nanti juga tau sendiri."

"Ma ma ma! Maaa!"

"Apa, Sayang? Mama mu belum pulang, sini aja sama Tante, muach muach,"

Ailyn menggeleng geleng kegelian karena terkena rambut Gladys, "Ah! Ma ma ma, aaa!"

"Sudah, to, jangan dijahilin terus, nangis nanti,"

Padahal Gladys bukan tipe yang suka dengan anak kecil. Suka, sih, suka, tapi tidak terlalu, nggak tau kalau nanti, kalau udah bikin sendiri sama Radit. Biasanya sesuatu yang dulu kita nggak suka, suatu saat malah berubah jadi suka, bahkan suka banget. Jadi, lihat dan saksikan saja nanti.

"Ini Bunda kasih kamu jampi jampi," ujar Ratih sembari membawa bungkusan.

"Jampi jampi apa, Bun?"

Ratih tak menjawab, tetapi membuka dan menjereng sesuatu dari bingkisan itu, dan betapa terkejutnya Gladys saat tau apa isi di dalamnya.

"Bun?!"

"Harus dipakai, mahal itu Bunda belinya," kata Ratih.

Gladys masih cengo sembari melihat lagi siapa tau salah.

"Pokoknya kalian dipingit satu minggu ini. Nggak boleh ketemu biar pangkling nanti,"

"Ini apasih, Bun? Yang bener aja," kata Gladys. "Baju apaan ini? Nggak sopan,"

"Itu ya sopan kalau di depan suami kamu, Nduk, udah nurut aja apa kata orang tua," ujar Rully.

"Ma, ma, ma, aaa!"

Dalam hati Ratih tertawa, masih tidak menyangka anak semata wayangnya sudah akan resmi menjadi istri orang. Perasaan tidak rela sudah pasti ada, apalagi rumah akan sepi kecuali keluarga berkunjung.

"Dipakai, ya, Nduk, percaya aja sama Bunda. Bunda sama Bude mu ini udah berpengalaman, dijamin nggak akan gagal," kata Ratih.

Pipi Gladys memerah, "Bun ... Ini nggak baju namanya, Bun, baju apaan transparan gini? Gladys mau pakainya,"

"Ya memang begitu kalau sudah suami istri. Sudah, pakai saja, kualat nanti kamu. Kamu mau suamimu nanti malah jajan di luar?"

Gladys sedikit ngelag, Rully menepuk jidat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

What... ? Dijodohin?! (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang