Harap menjadi Badai

18 7 0
                                    

Esok paginya, aku bangun dengan perasaan yang bercampur aduk-antara kebahagiaan yang masih tersisa dari malam sebelumnya dan bayangan keraguan yang terus mengintai. Meski begitu, aku memutuskan untuk mengunjungi rumah Langit, seperti yang sudah kami rencanakan sebelumnya. Hari ini terasa berbeda, tapi aku tak bisa menjelaskan mengapa.


Saat tiba di rumah Langit, aku merasakan ada sesuatu yang aneh. Pintu depan rumahnya sedikit terbuka, dan suasana di dalam begitu hening. Aku memanggil namanya, tapi tidak ada jawaban. Langkahku terasa berat saat memasuki rumah itu, seolah-olah ada sesuatu yang menahan langkahku.


Ketika aku melangkah lebih jauh ke dalam rumah, tiba-tiba aku mendengar suara yang familier-suara yang membuat hatiku berdetak lebih cepat. Itu adalah suara Qairen, sahabatku. Tidak mungkin salah. Tapi mengapa dia ada di sini?


Aku berhenti di depan pintu ruang tamu, dan apa yang kulihat membuat duniaku hancur seketika. Di sana, di depan mataku, Langit sedang memeluk Qairen. Bukan pelukan yang biasa, bukan pelukan antara teman. Ada keintiman di antara mereka, sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang selama ini hanya aku yang merasakannya dari Langit.


Aku merasa seluruh tubuhku membeku, seolah-olah darahku berhenti mengalir. Dunia di sekitarku tiba-tiba menjadi sunyi, hanya ada suara detak jantungku yang semakin cepat. Semua perasaan, semua kenangan indah yang baru saja kami ciptakan, seolah-olah terhapus dalam sekejap.


Mereka belum menyadari keberadaanku. Aku melihat ekspresi di wajah Qairen-wajah yang selama ini aku percayai, wajah yang selalu ada untukku di saat-saat sulit. Namun, sekarang wajah itu menyimpan sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan.


Dan Langit, orang yang selama ini menjadi sumber kebahagiaanku, berdiri di sana dengan penuh perhatian, seolah-olah dia juga merasakan hal yang sama. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa dua orang yang paling aku cintai dan percayai berubah menjadi sosok yang menghancurkan hatiku dengan begitu kejam?


Aku ingin berteriak, ingin marah, tapi suaraku tak keluar. Seolah-olah semua kekuatanku hilang begitu saja. Yang tersisa hanyalah kepedihan yang mendalam dan perasaan dikhianati yang tak terlukiskan.


Langit akhirnya melihatku. Wajahnya seketika berubah, dari ketenangan menjadi keterkejutan, kemudian rasa bersalah. Qairen menoleh, dan saat melihatku, dia melepaskan pelukan itu dengan cepat. Tapi sudah terlambat. Segalanya sudah terjadi, dan tidak ada yang bisa mengembalikan apa yang telah hancur.


Aku berbalik dan berlari keluar dari rumah itu, air mataku tak tertahankan lagi. Langit memanggil namaku, mencoba menjelaskan, tapi aku tidak bisa mendengarkan apa pun lagi. Semua kata-kata dan janjinya terdengar kosong sekarang.


Di luar, aku merasakan angin dingin yang menusuk, seolah-olah seluruh alam semesta turut merasakan kesedihanku. Aku terus berlari, tanpa tahu ke mana tujuanku, hanya ingin menjauh dari kenyataan yang baru saja menghancurkan segalanya.


Ketika akhirnya aku berhenti, aku berdiri di tepi sungai yang kemarin malam begitu indah. Tapi kali ini, tidak ada ketenangan atau keindahan. Hanya ada kehampaan, dan perasaan dikhianati yang membuatku merasa seolah-olah aku telah kehilangan segalanya.


***
Setelah kejadian itu, aku merasa seolah-olah seluruh dunia runtuh di sekitarku. Rasa sakit yang mendalam dan pengkhianatan yang begitu pahit membuatku kehilangan arah. Aku tidak pernah menyangka bahwa dua orang yang begitu aku cintai dan percayai bisa begitu kejam tanpa rasa bersalah.


Hari-hari setelah kejadian itu terasa seperti mimpi buruk yang tak kunjung usai. Setiap sudut kota mengingatkanku pada mereka-Langit dan Qairen, dua manusia yang telah merusak kepercayaanku dan menghancurkan hatiku. Aku tidak tahu bagaimana caranya melupakan mereka, tapi yang pasti aku tahu bahwa aku tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang masa lalu.


Aku memutuskan untuk menjauh dari semua yang berhubungan dengan mereka. Aku menghindari tempat-tempat yang biasa kami kunjungi, memblokir nomor mereka, dan menutup semua akses media sosial yang bisa mengingatkanku pada mereka. Aku bahkan mengubah rute perjalananku sehari-hari, hanya untuk memastikan bahwa aku tidak akan bertemu dengan mereka secara kebetulan.


Waktu berlalu, dan aku berusaha menjalani hidupku tanpa kehadiran mereka. Namun, bayangan pengkhianatan itu selalu menghantuiku, terutama di saat-saat aku sendiri. Ada hari-hari di mana aku merasa kuat dan siap melangkah maju, tapi ada juga saat-saat di mana luka itu terbuka kembali, meninggalkan rasa perih yang tak tertahankan.


Langit dan Qairen, mereka menghilang dari hidupku seperti angin yang berlalu. Tidak ada pesan, tidak ada penjelasan lebih lanjut. Seolah-olah mereka merasa tidak perlu untuk menebus kesalahan mereka. Mungkin bagi mereka, pengkhianatan ini hanyalah bagian dari hidup yang bisa dilupakan begitu saja. Tapi bagiku, ini adalah luka yang akan selalu menjadi bagian dari siapa diriku.


Aku terus mencari cara untuk bangkit, untuk menemukan kebahagiaan yang hilang. Perlahan tapi pasti, aku mulai membangun kembali hidupku. Aku menemukan kekuatan dalam hal-hal kecil-dalam pekerjaan yang kucintai, dalam hobi-hobi baru, dan dalam orang-orang yang benar-benar peduli padaku.


Namun, meski aku berusaha melupakan, ada bagian dari diriku yang masih merasakan kegetiran. Setiap kali aku melihat pasangan berjalan berdua di jalan, atau mendengar tawa sahabat-sahabat yang berbagi kebahagiaan, aku tidak bisa menahan perasaan kehilangan itu.


Tapi aku tahu, hidup harus terus berjalan. Aku belajar menerima kenyataan bahwa tidak semua hubungan akan bertahan selamanya, dan tidak semua orang yang kita percayai akan setia. Dari pengalaman ini, aku menjadi lebih bijaksana, lebih berhati-hati dalam memilih siapa yang layak mendapatkan kepercayaanku.


Pada akhirnya, aku memutuskan untuk mengingat pengkhianatan ini sebagai pelajaran, bukan sebagai beban yang terus menerus menghantuiku. Aku mungkin tidak pernah bertemu lagi dengan Langit dan Qairen, dan mungkin itulah yang terbaik. Karena di saat mereka melanjutkan hidup mereka tanpa merasa bersalah, aku memilih untuk melanjutkan hidupku dengan kekuatan baru yang kutemukan dari dalam diriku sendiri walaupun aku tetap mencintai Langit dengan segala badai-nya.

MAYAPADA KASMARAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang