4. Terjerat Arshaka

36 5 4
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Assalamualaikum semuanya

Pa kabar? masih setia baca sampai part ini?

Jangan lupa tinggalkan jejak ya sobat
.
.
.
WARNING!! TIDAK UNTUK DITIRU!!
.
.
.
HAPPY READING
🌻🌻🌻

"Lo pikir gue nggak sanggup beli?"

Kotak makan itu terlempar dengan sangat mengenaskan, isinya berhamburan di atas lantai lorong dekat perpustakaan. Seorang gadis dengan bandana berwarna pink itu beringsut mundur, tidak menyangka dirinya akan dipermalukan seperti ini.

"Shak, udahlah. Dia ketakutan."

Arghi selaku penyayang kaum hawa berusaha menahan sahabatnya supaya tidak lepas kendali. Namun kini tangannya di sentak begitu saja oleh Arshaka.

"Dengar." Arshaka mendekat, berjalan dengan langkah santai. "Sekali lagi lo ganggu gue, gimana kalo--" Arshaka menunjukkan pisau lipatnya, dia mengarahkan pisau kecil itu ke arah jari jemari mahasiswi didepannya. "Jari-jari lo yang gue--"

"Maaf Shaka! gue janji nggak bakal ngusik lo lagi!" Mahasiswi itu berucap serius dengan sisa keberaniannya. Sial. Dia menyesal telah mencintai laki-laki gila seperti Arshaka.

"Syutt," Arshaka menempelkan pisaunya dibibir mahasiswi itu. Beberapa orang yang melihat tindakan Arshaka mendesis ngeri. "Jangan panggil gue dengan menghilangkan dua huruf diawal. Mulut lo nggak pantes, paham?"

"P-paham,"

Mahasiswi itu tidak bisa lagi menahan air matanya, tubuhnya kini bergetar ketakutan. Dia melirik pada mahasiswa/i lain, meminta pertolongan. Namun, mereka hanya diam dan menatapnya penuh iba.

Brakk!!

"Aduh!"

Arshaka menoleh pada suara di belakangnya, sedangkan mahasiswi tadi segera berlari menjauh. Dia tidak mungkin menyia-nyiakan kelengahan Arshaka, meskipun nanti dia tidak tahu apa yang akan terjadi. Arshaka mendesis, lagi-lagi tahanannya kabur.

"Kenapa kalian berdiri di tengah jalan? lihatlah, buku-buku pak dosen jadi jatuh!"

Amara--gadis yang tadinya kerepotan membawa banyak tumpukan buku sampai-sampai menghalangi penglihatannya kini terduduk di lantai. Dia menatap kesal pada orang-orang yang berdiri di tengah jalan.

"Maaf ukhty, Elsa tidak berniat berdiri di tengah jalan."

Amara mendongak tanpa menghentikan tangannya yang tengah menyusun kembali buku-buku itu. "Kamu laki-laki, namanya Elsa?"

"Lebih suka Elsa di banding Ana."

Amara terpekur, oh, dia paham sekarang. "Ana bahasa arab, artinya saya."

Mahasiswa itu membulatkan mulutnya, ia mendengus ketika ditertawakan oleh teman-temannya. Ketiga mahasiswa tersebut ikut berjongkok, membantu gadis bercadar itu mengumpulkan buku yang berserakan.

"Terimakasih sudah membantu, lain kali ja--"

"Bubar."

Perintah yang terdengar mutlak itu membuat mereka mendongak, para mahasiswa yang membantu Amara langsung lari terbirit-birit ketika melihat siapa yang mengucapkan kalimat tadi.

Amara berusaha bersikap abai, padahal semalam dia berdoa untuk tidak lagi di pertemukan dengan laki-laki ini. Di hari kedua OSPEK, Amara dimintai tolong untuk membawakan buku milik salah satu dosen. Jujur, Amara belum mengenal siapa nama dosen itu. Beliau hanya meminta untuk ia mengembalikan buku ini ke perpustakaan.

Cahaya CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang