1 : Ketua kelas

11 2 0
                                    

Pagi itu, ketika Asha melangkah melewati ambang pintu kelas X-4, dirinya langsung disuguhi gerombolan perangkat kelas yang sudah berjaga-jaga disekitar bangkunya.

Menarik nafas, Asha lanjut berjalan penuh percaya diri sembari memasang senyum manis yang nampak palsu sekali.

Baru beberapa saat yang lalu ia mengeluh pada Irene kalau tak kuasa jadi ketua kelas X-4 untuk seterusnya. Seolah memang tak direstui semesta, kini ada saja tugas baru yang sudah menunggu.

"Ketua kelas!"

Walau dalam hati ia merasa tertekan. Asha tetap menanggapi mereka dengan sebuah senyuman tertahan.

"Ada apa?"

"Gue duluan!" Cheril beranjak maju sambil menyodorkan daftar absensi. Sekretaris kelas berkacamata ini kukuh menerobos antrean pertama. Mendahului yang lainnya.

"Sha, please! Ini penting banget!" Keluh Dika tak sabar.

"Liat deh, Sha. Ada yang belum bayar kas!"

Masalah ini lagi. Asha memutar bola mata malas. Belum apa-apa tenaganya sudah terkuras.

"Satu-satu." tukas Asha menenangkan. "Gantian. Ada apa?"

Cheril mengangguk. Jemarinya mendorong kacamata yang melorot dipangkal hidung sebelum akhirnya membuka catatan absensi yang dia punya.

"Jadi gue tadi barusan ke ruang BK bahas soal absensi siswa sama Bu Ratmi. Anak kelas kita absen 16 ini udah terlalu banyak alphanya. Udah 11 hari ini nggak masuk sekolah. Tanpa keterangan. Nggak ada kabar juga meski sudah dihubungi oleh pihak guru. Jadi Bu Ratmi minta tolong kita buat ngurus masalah ini."

"Absen 16?" Asha memutar otak. Mencoba mengingat. "Oh, anak baru itu, ya?"

"Iya. Bu Ratmi minta tolong kita buat ngecek keadaan dia dan tanya alasannya nggak sekolah karena apa. Gue udah dapet alamatnya juga. Daerah blok B."

"Ya udah minta tolong kirimin ke gue. Nanti gue atur waktu buat liat kesana."

Lagi, Cheril mengangguk. "Oke nanti gue kirimin." Berlanjut membuka pada lembar absensi selanjutnya, ia menunjuk pada satu nama. "Trus juga, Anin udah tiga hari ini nggak masuk karena sakit. Perlu dibesuk nggak sih, Sha?"

"Soal itu coba nanti gue diskusi sama bu Lani dulu ya. Nanti minta tolong koordinasi anak-anak yang pingin ikut. Buat yang nggak juga nggak papa. Namun, kalau nggak punya keperluan lain minta tolong diusahakan ikut, ya."

"Oke. Gue catet."

"Anggaran kita lagi seret tapi ini." Irene menggerutu. "Banyak yang belum bayar kas soalnya."

Asha sampe heran sendiri kenapa masalah kas dan tetek bengeknya ini belum selesai-selesai.

Mengeluarkan uang buat beli jajan tak pernah kurang. Kok bisa membayar tanggungan wajib seperti kas kelas malah merasa sayang.

"Aduh.." Kepala Asha terasa berputar. Padahal sudah 101 cara dikerahkan untuk menarik uang kas. Mulai dari yang lemah lembut hingga teriak dan bentak. Tetap saja sedikipun tak digubris. Malah Asha yang lelah sendiri.

"Ya udah, nanti iuran mendadak aja. Anak yang belum bayar kas kasih ke gue daftar namanya. Gue bantu tagih lagi." Asha mendesah. Untuk kesekian kali, masalah kas lagi.

"Eh, masalah seksi pendidikan yang baru gimana, Sha?" Dika menyerahkan daftar seksi pendukung kelas dimana letak seksi pendidikan kosong. "Udah ditagih Bu Lani, soalnya seksi yang lama teledor terus. Bu Lani-nya yang nggak puas."

"Ada yang berkenan daftar, nggak?"

"Enggak.."

"Haduhhh!" Ingin rasanya ia menepuk jidat keras-keras. "Masa nggak ada yang mau?"

Kelas Simulasi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang