2 : Wangi sampo

7 2 0
                                    

"Lo mau kemana?"

Dahi Arlo berkerut ketika mendapati Asha berbelok ke selasar kiri, padahal kelas mereka masih harus berjalan lurus hingga ujung.

"Ke ruangannya Bu Lani," jawabnya tanpa menoleh ke belakang. Gadis itu  lanjut berjalan. Mengecek ponsel meminta Cheril mengirimkan daftar nama anak-anak kelas yang bersedia ikut menjenguk Anin nanti siapa saja.

Pesan terbaru dari Sekretaris kelas itu datang dengan cepat. Tertera deretan nama-nama anak yang bisa ikut dan tidak.

"Gue nggak ikut."

Seseorang berbisik tepat disisi kepala Asha. Ia  terlonjak kaget. Langsung menoleh dan melotot. Jujur, ia tak tau jika semenjak tadi Arlo terus membututi.

"Ngapain ngikutin?" seru Asha. Mana cowok ini kalau berjalan tidak menimbulkan suara.

"Mau cari muka, biar dinilai Bu Lani  sebagai wakil ketua kelas yang berguna." Arlo membalas santai. Seringai tengil terbit di sudut bibirnya.

"Lo blak-blakan juga ya?" Gadis itu berdecak takjub. Memang deh, cowok satu ini kalau bicara nggak pernah basa-basi. Karena itu terkadang omongan Arlo sering menyakiti hati.

"Lo sendiri yang ngecap gue gitu."

Asha menghendikkan bahu. Tak begitu peduli.

"Nanti gue nggak ikut njenguk Anin," ulang Arlo sekali lagi.

Mereka berjalan berdampingan, dengan Arlo yang sedikit tertinggal di belakang.

"Emang mau kemana?"

Cowok itu mengerling jahil. "Ada lah."

"Gue bilangin Tante Ajeng kalau lo macem-macem!"

Tante Ajeng itu Ibunya Arlo yang menyayangi Asha seperti anak sendiri, jauh dibandingkan dengan Arlo yang sebenarnya anak kandung serasa anak tiri.

Arlo berdesit jengkel. Terpaksa memberitahukan. "Mau nyervis HP. Nggak enak minjem HP-nya Fahmi terus buat main game."

"Ya abis pulang jenguk Anin aja dong nyervisnya."

"Keburu tutup kalau kesorean."

"Emang nyervis dimana?"

"Niatnya sih ke Counter-nya Bang Wisnu."

"Hah? Yang deket warung kopi itu?"

Arlo mengangguk.

"Dih! Jangan!" serbu Asha kilat. Ia cemberut mengingat kembali kejadian hpnya yang jadi rusak total setelah servis disana. "Jangan disana. Nggak profesional dia."

"Sok tau lu!"

"Dibilangin!" Geram. Ditaboknya lengan Arlo hingga si empu meringis kesakitan. Dia kukuh memperingati, "Jangan nyervis di sana. Nyesel lo nanti."

"Kata Fahmi disana murah."

Dulu Asha juga begitu, tergiur karena iming-iming murah. Kendati apa yang ia dapatkan?

Penyesalan.

Hpnya jadi mati total.

"Dibilangin jangan disana!" Lantaran jengkel cowok itu tetap keras kepala, nada bicara Asha hingga naik dua oktaf meninggi. "Ngeyel banget ya lo!"

"Ya trus kemanaaa?"

"Gue kasih tau, tapi.." Ada jeda. Sengaja ingin menggoda.

"Tapi apaan aelah."

"Tapi setelah dari jenguk Anin. Jadi.. lo ikut besuk Anin nggak?"

Dari ekor mata, Arlo memperhatikan Asha.

Kelas Simulasi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang