9. Ungkapan Cinta Puber ke Dua [HINNY]

139 11 0
                                    

"Kenapa senyum-senyum?"

Harry menegakkan badannya setelah mendapat protes dari istrinya. Liburan musim panas dengan sang istri, hanya berdua saja, sungguh sebuah anugrah yang tidak bisa ditolak lagi. Dengan begini, kualitas hubungan pernikahan mereka bisa jadi lebih baik dengan sering-sering menghabiskan waktu berdua. 

"Itu loh, sayang." Harry menunjuk ke arah salah satu sudut taman penginapan. 

Harry dan Ginny mendapatkan undangan pernikahan salah satu anak pejabat Kementerian Sihir Inggris. Sebagai salah satu orang penting dan berpenharuh di Kementerian, Harry mendapat undangan yang spesial tentu saja. Bersama Ginny, ia diberi fasilitas kelas satu. Mulai dari keberangkatan sampai penginapan yang sangat memuliakan tamunya. Indah sekali. Mumpung liburan.

"Ada yang ciuman." Balas Harry sambil menahan senyum geli. 

"Terus kenapa? Kamu kepingin juga?"

"Di sini? No!" Badannya lantas bergetar seolah-olah malu membayangkan dirinya sendiri yang melakukan itu dengan sorot mata orang banyak.

Ginny mendelik. Astaga, benarkah Harry mengatakan itu dengan kesadaran penuh? Mereka belum mengkonsumsi alkohol jenis apapun hari ini. Tentu saja Harry belum sekosong itu. Hanya sisa rasa lada hitam yang masih menempel di rongga mulutnya belum habis.

"Geli, sayang." Imbuh Harry.

Sepertinya sedikit bertolak belakang dengan banyaknya penelitian di luar sana tentang midlife crisis atau sebut saja puber ke dua pada pria usia empat puluhan seperti Harry. Meski ya.. terkadang Ginny merasa kalau suaminya bisa tiba-tiba menjadi genit tanpa sebab. Tapi sepertinya.. tidak untuk hari ini.

"Aku hanya membayangkan kalau itu adalah kita." Harry menyeruput lagi kopi yang disajikan oleh pihak hotel. Beberapa teko masih melayang menuju beberapa meja tempat para penyihir lain yang sebelumnya memesan juga lepas makan siang.

Sepasang muda-mudi sempat berciuman tadi. Mereka adalah pegawai hotel tempat Harry dan Ginny menginap. Mereka sembunyi-sembunyi saling bertemu lantas tanpa babibu langsung mendaratkan ciuman mesra. Harry sempat tersenyum manis membayangkan betapa cinta sulit sekali untuk ditahan.

"Aku bangga suamiku ini sekarang bisa 'menahan'nya. Tidak sedikit-sedikit dicium. Aku juga geli. Sudah tua. Malu." Ginny menyendokkan sepotong kue pie buah yang ia makan untuk Harry. Merasa itu cukup enak, Ginny ingin suaminya ikut merasakan juga. Sudah jadi kebiasaan.

Harry mencoba sedikit. Ia hanya mengangguk dua kali menandakan pria itu setuju dengan rasa makanan yang memang enak. Tidak salah kalau memang biaya menginap di sana sangatlah mahal.

"Nah, kan! Aku itu bukannya bisa menahan, sayang. Kalau kau tahu sebenarnya, diriku ini sedang penuh dengan gejolak api cinta yang tertahan. Cuma aku sedang berusaha tetap berwibawa saja di depan publik." Harry mengedipkan sebelah matanya.

Ginny terbahak lepas sekali. Rupanya Harry tidak seaneh itu. Kembali, Harry adalah pria 44 tahun yang sedang mengalami masa puber ke duanya. Wajar kalau memang akhir-akhir ini suka sekalin berlaga bak donjuan mencari cinta.

"Masih saja, ya. Untung Ron dan Hermione sudah pulang. Bisa jadi kau digoda habis-habisan sama mereka."

"Em, mangkanya aku memilih kita tetap tinggal beberapa hari lagi. Mumpung Lily masih senang menginap di rumah temannya. James dan Al entah sibuk apa di kampus mereka. Yang aku mau ya, seperti ini. Jauh dari kerumitan pekerjaan. Hanya bersantai." Harry menatap mata Ginny lekat. Sadis sekali. Ginny tak kuat.

"Berdua denganmu." Suara Harry intimidatif.

Harry meraih tangan Ginny. Tepat saat hendak mencium punggung tangan wanita bersurai merah itu, seseorang datang menyapa.

For Better, for Worse (Kumpulan Cerpen Wizarding World)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang