Tiga

1.4K 117 7
                                        

Bara mengira mengungkapkan orientasi seksual kepada Papa dan Mamanya bisa menghentikan mereka untuk melakukan perjodohan seperti tradisi yang selama ini dilakukan keluarga mereka.

Nyatanya pernikahan bisnis akan tetap dilangsungkan. Sekalipun Bara gay, maka Adjinata sengaja memilihkan calon suami untuknya. Bara sempat bimbang, dia yang desperate karena ditinggal Niko-kekasih yang sudah dikencani selama setahun ini- akhirnya setuju untuk menikahi pemuda yang baru lulus kuliah.

Maka di sinilah Bara sekarang, baru saja mengikrarkan sumpah pernikahan. Memasangkan cincin nikah untuk suaminya dan lalu menandatangani berkas-berkas dokumen pengesahan pernikahannya.

Sejak pagi, ehm ralat, sejak tiba di Australia dua hari yang lalu, Bara tidak melihat raut kebahagiaan dari suaminya. Padahal Bara melihat dengan jelas bagaimana wajah suaminya begitu lucu saat tertawa, saat bicara di hari wisudanya. Bahkan Bara bisa melihat bagaimana pipi suaminya memerah ketika Bara memberikan buket mawar dan mengucapkan happy graduation.

Ada rasa bersalah karena Bara merenggut kebahagiaan lelaki itu. Tapi apa bisa dikata? Bara pun terpaksa, jika boleh memilih Bara ingin menikahi Niko. Bara cinta sama Niko, walau akhirnya Niko berpaling dan memilih lelaki lain yang dianggap lebih tegas mau melamar dan mempersunting Niko.

Bara bukan tidak mau menikahi Niko saat itu, seharusnya Niko sabar sedikit, toh Bara sedang berjuang untuk coming out dan menikahinya. Tapi takdir berkata lain, Nikolas memilih pergi dengan Charles, lelaki asal Inggris yang dikenali melalui dating app.

"Senyum dong." Bara melirik lelaki yang menghampiri suaminya, memberikan ucapan selamat. Disuruh senyum, Rega malah meneteskan air mata. Membuat lelaki yang merangkul suaminya itu malah memeluk.

Cemburu? Sepertinya tidak, toh sejak awal Bara melihat teman dekat Rega itu sudah punya pasangan. Lelaki berkacamata yang sejak tadi dengan sabar mengikuti dia.

"Kemarin, kan gue ngerepotin Lo terus. Sekarang giliran gue yang Lo repotin. Ingat Ga. Pernikahan bukan akhir dari segalanya, Lo justru hebat, lebih hebat dari gue yang belum siap untuk melanjutkan hubungan ke jenjang ini. Jangan nangis, Lo harus bahagia. Gue sama Kastara siap jadi sandaran Lo."

"Sejak kecil bahkan gue gak tahu rasanya bahagia itu kaya gimana? Hanya bareng kalian gue bisa ketawa, lupa sama keadaan sebenarnya. Thanks ya Ru, udah jauh-jauh mau ke sini. Padahal gue tahu pak Guru pasti sibuk, tapi bela-belain mau Dateng."

"Iya, iya. Kastara juga minta maaf, dia beneran gak bisa datang karena Sena mendadak sakit. Padahal dia dah antusias mau sekalian liburan."

"Ehm!" lelaki berkacamata menginterupsi pelukan itu, Bara lihat mungkin dia cemburu.

"Rega, selamat ya, Ga. Rumah kami selalu terbuka untukmu, kapan pun mau main silakan, jangan cemberut. Hadiah pernikahannya boleh diambil nanti kalau udah di Indonesia."

"Selamat, Mas," ucap pria berkacamata kini beralih menyalami Bara.

"Oh, terima kasih sudah meluangkan waktu datang ke pernikahan kami."

"Tolong bahagiakan Rega, dia sudah seperti saudara buat kami," ucap lelaki itu, tulus.

Rega melihat punggung kedua temannya menjauh. Wajahnya tertekuk, sadar akan hal itu Bara meraih pinggang Rega.

"Pegal? Mau duduk?"

Rega menggeleng, "capek, mau tidur."

"Sebentar lagi, waktu kita di sini kurang dari 30 menit lagi karena tempatnya harus dipakai oleh pasangan lain."

Tidak ada perayaan, setelah mengucap sumpah pernikahan, tandatangan dokumen dan menerima ucapan selamat dari orang-orang yang hadir di prosesi pernikahan itu mereka semua bertolak ke sebuah restoran yang sudah dibooking keluarga Rega untuk santap siang bersama.

Chasing Happiness (MPREG) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang