16. Semoga Semuanya Akan Baik-baik Saja

13 4 0
                                    

"Duduk disini, Ibu hendak pergi ke tempat pendaftaran," ujar Ibu dengan tegas.

Aku mendudukkan diri sambil menjawab, "Baik, aku akan menunggu dengan sabar. Tapi, jangan lama-lama."

"Tidak akan, untuk apa lama-lama pergi meninggalkan dirimu? Tetap terkendali. " Setelah mengatakan itu, Ibu langsung pergi, meninggalkan diriku sendirian. Duduk sendirian, aku merasa seperti orang yang hilang dan tersesat. Ada sedikit rasa marah terhadap Ibu yang begitu memaksa mengajakku datang ke tempat yang bukan seharusnya untukku. Namun, aku juga merasa bahwa diriku sudah kehilangan kendali.

"Dan ini sangat menakutkan sekali," batinku. Aku merasa benar-benar ada seribu mata yang mengawasi diriku, membuat bulu kudukku meremang. Setiap langkah dan gerakanku seolah diperhatikan dengan seksama, menambah perasaan tidak nyaman yang semakin mendalam.

Lagi dan lagi, aku melihat sebuah rambut menjalar di bawah kakiku. Rasa takut yang mendalam segera merayap dalam diriku, membuat jantungku berdetak kencang. Refleks, aku langsung berteriak, "Astaga!" dan melompat bangun dari kursi, "Kenapa muncul lagi?!"

"Heh? Kenapa bertingkah aneh seperti itu?" tanya seseorang yang kebetulan melihatku berperilaku aneh. Tatapannya penuh rasa ingin tahu dan khawatir, seakan tidak memahami apa yang sedang terjadi padaku. Aku berusaha menenangkan diri, tapi rasa takut yang tadi kurasakan masih menguasai diriku, membuatku sulit untuk menjawab. Dia menatap diriku sangat menusuk sekali, aku merasa sangat ingin tahu.

Aku yang merasa sangat gugup pun mencoba untuk menjelaskan, "Tadi aku melihat sebuah rambut menjalar dengan cepat ke arahku."

"Benarkah? Coba aku lihat," pria tersebut pun langsung melihat ke bawah kursi yang tadi aku duduki dan setelah melihat ia berkata lagi, "Tidak ada rambut menjalar, Nak. Mungkin kau berhalusinasi saja. Aku baru ingat, inikan rumah sakit kejiwaan dan kau salah satunya."

"Hah?" Begitu aku melihat wajahnya, tiba-tiba wajahnya berubah menjadi sangat menyeramkan, seperti tidak ada wajah yang tersisa. "Aku mohon, jauh-jauh dariku," seruku refleks, sambil mundur menjauh. Ketakutan semakin mencekam, membuatku merasa terperangkap dalam mimpi buruk yang nyata.

"Tidak perlu takut, Nak. Aku hanyalah seseorang yang tak perlu kau takuti." Pria itu berusaha menegaskan bahwa dia tidak menakutkan. Namun, entah penglihatanku benar atau tidak, dia tetap terlihat sangat menyeramkan.

"Menjauhlah dariku sekarang!" Aku berusaha mundur, mencoba menghindari tatapan bola mata yang terus menatapku. Ketakutan merayapi setiap sudut pikiranku, membuat jantungku berdegup kencang. "Kau sangat menyeramkan, aku mohon, pergilah!" Suaraku gemetar, berusaha menahan air mata yang hampir jatuh. Dalam hati, aku berharap dia segera menjauh dan meninggalkanku sendirian.

"PERGI!"

"Kau apakan anakku?" Tak berselang lama, Ibuku datang dan langsung memelukku erat. Tatapannya tajam dan tegas tertuju pada pria tersebut. Aku pun segera memeluknya dengan sekuat tenaga, merasakan kehangatan dan perlindungannya, "Ada apa dengan anakku, hah?!"

"Maksudnya, menuduh kalau aku melukai anak Nyonya? Dianya saja yang bertingkah sangat aneh," jelas pria itu dengan nada sedikit tajam, "Bagiku, dia tidak mengalami sakit jiwa, tapi ada setan yang bersemayam dalam tubuhnya."

"Apa?! Jangan seenaknya berbicara sembarangan!" tegasnya, dengan suara gemetar, mencoba menahan emosi yang meluap-luap. Mereka berdua tidak mempedulikan apapun yang terjadi, "Siapa dirimu yang berani mengganggu anakku?"

"Apa?! Aku ini perawat, kebetulan aku sedang berada di sini, membersihkan dan memeriksa para pasien yang sedang aku jaga. Anak ini berperilaku sangat aneh!" Perawat itu menjelaskan dengan suara yang penuh kemarahan. "Aku mencoba untuk menolongnya, Nyonya cantik!" tambahnya dengan nada yang penuh urgensi dan kegigihan.

Who Are You? (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang