06. Sang Tokoh Utama
Kamu adalah anugrah terindah yang pernah Tuhan berikan. Sungguh menawan, hingga terlalu sayang untuk di lewatkan.
Setiap masa, pasti akan menjadi sebuah sejarah di masa depan. Tercatat atau tidaknya kisah itu, bagi mereka yang sudah mengalaminya, itu merupakan sebuah anugrah terindah yang pernah mereka alami. Terkadang, manusia memiliki caranya sendiri untuk mengabadikan sebuah momen menyenangkan tersebut.
Sama seperti Alerta. Kisahnya memang baru saja di mulai, masih berlangsung dan belum menemukan akhirnya. Tapi ia bertekad menulis bab-bab penuh kenangan untuk masa depan. Hari ini, kisah itu terjadi. Lalu esoknya, ia telah menjadi sebuah kenangan yang terlewatkan. Tak bisa di ulang. Hanya bisa di kenang dan kembali di ingat sebagai sejarah.
"Cerita lo yang tentang Danu itu─"
Alerta dngan cepat membekap mulut Vivian yang tengah berbicara saat ia, Alerta dan Naysila tengah berada di kantin sekolah. Membuat cewek itu menukikkan alisnya kesal karena telapak tangan Alerta yang terasa pedas.
"Jangan pernah ngucapin kata-kata keramat itu di tempat umum!!" sentak Alerta.
Naysila yang mendengar menunjukkan ekspresi bingung. Tapi kemudian ia sadar akan apa yang tengah mereka perbincangkan sebenarnya.
"LO BUAT CERITA TENTANG KAK DANU?!"
Alhasil, Alerta dan Vivian sama-sama langsung memandang Naysila yang berteriak seperti toa. Dalam komat-kamitnya, Alerta merutuki ucapan Naysila yang tidak bisa di kontrol. Padahal, ia sudah memperingatkan Vivian, tapi ternyata Tuhan malah mengirimkan satu mahkluk lagi yang punya tingkat kepekaan minim.
Naysila yang di pandang oleh dua pasang mata dengan sorot yang seolah hendak menguliti nya pun hanya bisa tersenyum canggung dan menunduk. Membuat Alerta berdecak malas.
"Nih, ya, gue bilangin ke lo berdua, jangan pernah singgung tentang cerita-cerita kaya gitu! Gue udah bilang sama lo 'kan Vi! Itu tuh, kalimat keramat!" ucap Alerta hiperbola.
Vivian hanya berdehem seolah mendengarkan, padahal aslinya ia tidak peduli.
Tapi Naysila sepertinya tertarik akan pembahasan ini. Cewek itu mulai mendekatkan kepalanya pada Alerta dan berujar dengan suara rendah.
"Btw, kalau cerita lo udah selesai, buatin cerita tentang gue sama kak Rakha dong! Biar keren gitu, nanti orang-orang bakalan tau tentang sejarah kisah cinta gue. Ntar nih, ya. Kalau misalkan cerita lo laku, dan banyak yang minat, lo bilang sama pembaca lo, kalau cerita ini tuh, based on true story dari temen lo!"
Naysila terus mengoceh, sampai Vivian lelah juga mendengarnya. Karena ia tau, menulis bagi Alerta bukanlah hal yang mudah. Satu bab saja cewek itu membutuhkan sekitar dua bulan untuk menyelesaikannya. Mangkanya ceritanya tidak pernah ada yang selesai. Apalagi, Alerta juga tipe yang suka membuat banyak draft dengan tema yang berbeda-beda. Padahal cerita sebelumnya saja belum selesai.
"Lo request begitu sama Alerta? Yang ada dua tahun lagi baru keturutan itu cerita," tutur Vivian. Yang menyakiti hati Alerta.
"Apa yang kamu ucapkan itu.. Jahat!" sahut Alerta dengan dramatisnya.
"Ayo dong, Ta. Gue juga pengeennn banget di buatin novel. Jelek nggak apa-apa kok, yang penting ceritanya realistis sama kisah gue!" kekeuh Naysila.
Alerta menggaruk bawah daun telinganya. Sebenarnya, apa yang di katakan Vivian benar juga. Tapi ia tidak pernah mau mengakui nya dan beranggapan kalau ia adalah penulis yang rajin.
"Iya dah, ntar kalau cerita gue yang satu ini udah jadi, gue bikinin tentang lo. Lo juga jangan iri, Vi. Gue adil kok! Nanti gue bikinin juga tentang lo, tapi nunggu lo-nya ada pasangan dulu. 'Kan nggak lucu kalau ceritanya cuman tentang lo yang marah-marah doang."